Kata nabiy (نَبِيّ) berasal dari naba'a - yanba'u -nab'an (نَبَأَ يَنْبَأُ نَبْأً ). Kata ini, jika berdiri sendiri, mempunyai banyak pengertian, antara lain berarti 'bersuara pelan', 'naik' atau 'tinggi', dan juga berarti 'menghindar dan menjauh'.
Dari kata ini muncul bentukan yang lain, seperti anba'a - yunbi'u - inba'an ( أَنْبَأَ يُنْبِأُ إِنْبَاءً ) yang berarti 'memberitakan', 'memberitahukan', serta 'mengusir dan mengasingkan' dan nabba'a - yunabbi'u - tanbi'an (نَبَّأَ يُنَبِّئُ تَنْبِيْئًا) yang berarti 'memberitakan dan memberitahukan'. Kata an-naba' merupakan bentuk dasar dari kata itu yang mengandung pengertian 'kabar, berita, dan keterangan'.
Kata nabiy (نَبِيّ) merupakan salah satu bentukan yang berasal dari kata naba'a (نَبَأَ). Kata nabiy (نَبِيّ, tanpa menggunakan hamzah di akhir) dan kata nabi'a (نَبِئَ, dengan menggunakan hamzah di akhir) tampaknya berasal dari kata yang sama, yaitu kata naba'a (نَبَأَ), tetapi keduanya mengandung pengertian yang berbeda.
Kata nabi lebih mengandung pengertian positif (baik) dibandingkan dengan kata nabi'a yang lebih condong mengandung pengertian yang negatif. Al-Ashfahani menjelaskan bahwa semua nabi memunyai kedudukan yang tinggi, sedangkan nabi'i tidak semuanya mendapat kedudukan yang tinggi.
Perbedaan penggunaan kedua kata tersebut juga telah diterangkan oleh Rasulullah di dalam hadist yang diriwayatkan oleh Al-Hakim dari Abu Zarr yang menyatakan: Bahwa suatu ketika seorang A'rabi (penduduk gunung) mendatangi Nabi Muhammad saw seraya memanggil beliau dengan mengatakan, "Ya Nabi'allah, ( يَا نَبِئَ الله= wahai Nabi'a Allah). Rasulullah lalu menyatakan, "Lastu bi nabi'illah, lakinni nabiyyullah,
لَسْتُ بِنَبِئِ اللّهِ لَكِنِّي نَبِيُّ اللّه= Aku bukanlah Nabi'a Allah, melainkan Nabi Allah).
Kata nabiy adalah bentuk tunggal, sedangkan bentuk jamaknya ada dua, yaitu nabiyyun/nabiyyin (نَبِيُّون نَبِيِّيْن) dan anbiya' (أَنْبِيَاء), yang berarti "Orang-orang yang menyampaikan berita tentang Allah SWT." Kedua bentuk ini ditemukan di dalam Al-Qur'an. Seorang manusia disebut nabi, menurut Ar-Raghib Al-Ashfahani, karena kedudukannya yang tinggi di atas kedudukan semua manusia lainnya. Hal ini seperti dinyatakan oleh Allah di dalam QS. Maryam [19]: 57, wa rafa'nahu makdnan 'aliyya, ( = Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi).
Penjelasan lain dikemukakan oleh Dawam Rahardjo, bahwa kata Nabi berasal dari kata an-naba’ yang artinya berita. Di dalam Al Quran, kata nabi’ (jamaknya nabiyyun, anbiyaa’u) berasal dari satu kata dasar yaitu naba’ yang artinya nubuwah (prophecy yaitu ramalan, prophethood yaitu kenabian), nabba’a dan anba’a (to tell yaitu bercerita) dan istinba’a (meminta untuk diceritakan).
Pengarang kitab Shafwatut Tafasir menyebutkan bahwa kata annabiyyu adalah orang yang di beri wahyu oleh Allah SWT dam di beritahu tentang hal-hal sebelumnya tidak diketahui dengan usahanya sendiri, baik berupa berita atau hukum yang dengan adanya pemberitahuan itu, dia langsung mengerti bahwa berita atau hukum itu berasal dari Allah SWT.
Nabi adalah orang yang mendapat nubuwwah. An-nubuwwatu adalah pangkat kenabian. Pangkat nubuwah ini diberikan kepada Rasulullah SAW (Qs. 6:89 3:79), kepada Ibrahim AS, Ishaq AS dan Ya’qub AS (Qs. 29:27), diberikan kepada bani Israil (Qs. 45:16), kepada Nuh AS dan Ibrahim AS (Qs. 57:26).
Di dalam Al Quran, seorang Nabi itu dicirikan dengan adanya wahyu Allah SWT yang turun kepadanya. Ini ciri utama seorang Nabi, ia mendapat wahyu dari Allah SWT.
إِنَّا أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ كَمَا أَوْحَيْنَا إِلَى نُوحٍ وَالنَّبِيِّينَ مِنْ بَعْدِهِ وَأَوْحَيْنَا إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالأسْبَاطِ وَعِيسَى وَأَيُّوبَ وَيُونُسَ وَهَارُونَ وَسُلَيْمَانَ وَآتَيْنَا دَاوُدَ زَبُورًا (١٦٣)
“Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Isma'il, Ishak, Ya'qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. dan Kami berikan Zabur kepada Daud”. Qs. 4/163
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلا صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا (١١٠)
“Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya". Qs. 18:110
ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ (١٢٣)
“Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): "Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif" dan bukanlah Dia Termasuk orang-orang yang mempersekutukan tuhan. Qs. 16:123
Seorang Nabi juga melakukan perjanjian dengan Allah SWT, perjanjian yang sangat kuat sehingga disebut Mitsaqan Ghalizan.
وَإِذْ أَخَذْنَا مِنَ النَّبِيِّينَ مِيثَاقَهُمْ وَمِنْكَ وَمِنْ نُوحٍ وَإِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ وَأَخَذْنَا مِنْهُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا (٧)
“Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil Perjanjian dari nabi-nabi dan dari kamu (sendiri) dari Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa putra Maryam, dan Kami telah mengambil dari mereka Perjanjian yang teguh[1202].[1202] Perjanjian yang teguh ialah kesanggupan menyampaikan agama kepada umatnya masing-masing. Qs. 33/7
Salah satu isi perjanjian yang dilakukan oleh seorang Nabi adalah untuk menerima Kitab dan Hikmah, juga untuk beriman dan menolong Rasul yang membenarkan apa yang ada padanya. Para Nabi berjanji kepada Allah SWT bahwa bilamana datang seorang Rasul bernama Muhammad mereka akan iman kepadanya dan menolongnya. Perjanjian nabi-nabi ini mengikat pula kepada ummatnya.
وَإِذْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ النَّبِيِّينَ لَمَا آتَيْتُكُمْ مِنْ كِتَابٍ وَحِكْمَةٍ ثُمَّ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَكُمْ لَتُؤْمِنُنَّ بِهِ وَلَتَنْصُرُنَّهُ قَالَ أَأَقْرَرْتُمْ وَأَخَذْتُمْ عَلَى ذَلِكُمْ إِصْرِي قَالُوا أَقْرَرْنَا قَالَ فَاشْهَدُوا وَأَنَا مَعَكُمْ مِنَ الشَّاهِدِينَ (٨١)
“Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil Perjanjian dari Para nabi: "Sungguh, apa saja yang aku berikan kepadamu berupa kitab dan Hikmah kemudian datang kepadamu seorang Rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya"[209]. Allah berfirman: "Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?" mereka menjawab: "Kami mengakui". Allah berfirman: "Kalau begitu saksikanlah (hai Para Nabi) dan aku menjadi saksi (pula) bersama kamu". (Qs 3:81)
Nubuwah merupakan anugerah tertinggi yang Allah SWT berikan kepada manusia-manusia tertentu yang telah dipilih-Nya dari sekian banyak manusia yang ada di bumi untuk menjalankan misi suci dan tugas risalah menyampaikan wahyu Allah SWT.
“Mereka itu adalah orang-orang yang telah di beri nikmat oleh Allah, Yaitu Para Nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. apabila dibacakan ayat-ayat Allah yang Maha Pemurah kepada mereka, Maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.Qs. 19/58
“Allah berfirman: "Hai Musa, Sesungguhnya aku memilih (melebihkan) kamu dan manusia yang lain (di masamu) untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku, sebab itu berpegang teguhlah kepada apa yang aku berikan kepadamu dan hendaklah kamu Termasuk orang-orang yang bersyukur." Qs.7/144
“Apabila datang sesuatu ayat kepada mereka, mereka berkata: "Kami tidak akan beriman sehingga diberikan kepada Kami yang serupa dengan apa yang telah diberikan kepada utusan-utusan Allah". Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan. orang-orang yang berdosa, nanti akan ditimpa kehinaan di sisi Allah dan siksa yang keras disebabkan mereka selalu membuat tipu daya. Qs. 6/124
Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil Perjanjian dari nabi-nabi dan dari kamu (sendiri) dari Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa putra Maryam, dan Kami telah mengambil dari mereka Perjanjian yang teguh[1202]. Qs. 33/7
[1202] Perjanjian yang teguh ialah kesanggupan menyampaikan agama kepada umatnya masing-masing.
Kriteria seorang Nabi adalah dianugerahi al-kitab/suhuf, al-hukmu dan nubuwah sebagaimana disebutkan dalam Qs. 6/89,
أُولَئِكَ الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ فَإِنْ يَكْفُرْ بِهَا هَؤُلاءِ فَقَدْ وَكَّلْنَا بِهَا قَوْمًا لَيْسُوا بِهَا بِكَافِرِينَ (٨٩)
“Mereka itulah orang-orang yang telah Kami berikan kitab, hikmat dan kenabian Jika orang-orang (Quraisy) itu mengingkarinya, maka sesungguhnya Kami akan menyerahkannya kepada kaum yang sekali-kali tidak akan mengingkarinya.” (Qs 6:89)
Menurut ayat ini, seorang Nabi itu mempunyai 3 (tiga) kriteria yaitu:
a. menerima wahyu yang kemudian terhimpun dalam sebuah kitab;
b. membawa syariat dan hukum sebagai pedoman cara hidup, sehingga keteladanan rasul menjadi sumber hukum pula;
c. memiliki kemampuan memprediksi (forecasting) berbagai hal yang akan datang kemudian, seperi Nabi Ibrahim, Nabi Nuh dan Nabi Luth yang telah memperingatkan kaumnya sekalipun telah didustakan.
Berkaitan dengan nubuwah dalam pengertian menyampaikan berita tentang hal-hal yang akan terjadi pada masa yang akan datang ini, Sayid Hawa mengatakan,
“Kenabian yang dengannya memberitahukan kepada kita akan perkara-perkara yang ghaib telah menunjukkan kepada kita bahwa pemilik kenabian (nubuwah) tersebut punya hubungan yang utuh dengan Allah SWT. Jika tidak demikian, mustahil dalam pembicaraannya tampak pengaruh ilmu-ilmu Allah Yang Maha Mengetahui tentang masa lalu dan masa sekarang, yang seolah hal ihwal masa depan terpampang di depannya karena Allah SWT menyingkapkan hal itu kepadanya.”
Pada beberapa nabi, Allah SWT memberikan kepada mereka beberapa bayyinat (tanda-tanda yang nyata) Qs.10:75 2:92 2:87 3:184 35:25, atau aayat (keterangan) yang ghaib Qs.10:20, ayat yang mubzhirotan Qs.27:13. Al Quran tidak menggunakan istilah mukjizat, tetapi Al Quran menggunakan istilah aayat atau bayyinat. Nabi Musa As termasuk yang mendapat mukjizat paling banyak dari Allah sejumlah 9 mukjizat Qs. 27:12.
Nabi terakhir adalah Rasulullah SAW Qs 33:40, kata yang digunakan adalah khatama dan bukan khatim, yang berarti bukan sekedar penutup tetapi juga melengkapi, menggenapi dan menyempurnakan.
Quraish Shihab menyebutkan di dalam Al-Qur'an persoalan nabi dan kenabian diungkap dengan menggunakan kata nabiy sebanyak 54 kali, kata nabiyyiin/nabiyyin sebanyak 16 kali, kata anbiya' sebanyak 5 kali, dan kata nubuwwah sebanyak 5 kali. Sedangkan menurut catatan Dawam Rahardjo, Kata nabi disebutkan 75 kali dalam 20 surat, sedangkan kata naba’ sendiri disebutkan sebanyak 29 kali dalam 21 surat.
Dalam penelitian kami terhadap kitab Mu’jamul Mufahrats li Alfadz Quranil Karim karya Muhammad Fuad Abdul Baqi, tercatat bahwa:
a. kata An-Nabi النبي disebutkan dalam 43 tempat;
b. kata Nabiyyan نَبِيًّاdisebutkan dalam 8 tempat (Qs. 3:39 19:30 19:41 19:49 19:51 19:53 19;56 37:112);
c. kata Nabiyyuhum نَبِيُّهُمdisebutkan dalam 2 tempat (Qs. 2:247 2:248);
d. kata Annabiyyun اَلنَّبِيُّونdigunakan dalam 16 tempat (Qs. 2:136 3:84 5:44 2:61 2:177 2:213 3:21 3:80 3:81 4:69 4:163 17:55 19:58 33:7 33:40 39:69);
e. kata alAnbiya الأَنْبِيَاءdisebutkan dalam 5 tempat (Qs. 2:91 3:112 3:181 4:155 5:20);
f. kata Nubuwah النُّبُوَّةdisebutkan dalam 5 tempat (Qs. 3:79 6:89 29:27 45:16 57:26).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.