Asal Mula Kekhalifahan Manusia

Konsep khilafah merupakan konsep paling awal yang dikenalkan Allah SWT kepada manusia, sebelum diturunkannya perintah ibadah. Sejak diciptakannya manusia pertama yaitu Adam Alayhissalam (AS), Allah SWT melantik Adam AS sebagai khalifah untuk mengatur urusan-urusan di bumi. 

Allah SWT berfirman, 

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لا تَعْلَمُونَ (٣٠)

 “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." ( Qs Al 2:30)


Penulis tafsir Fi Zhilalil Quran menjelaskan kandungan makna ayat ini. 

“Bahwa ketika Allah berfirman, "Ingatlah ketika Rabbmu berfir-man kepada para makikat, 'Sesungguhnya Aku hendak men-jadikan seorang khalifah di muka bumi”. Ini adalah sebuah kehendak yang luhur, yang hendak menyerahkan pengendalian bumi ini kepada makhluk yang baru. Dan, diserahkan kepadanya pelaksanaan kehendak Sang Maha Pencipta di dalam menciptakan dan mengadakan, menguraikan dan menyusun, memutar dan menukar, dan menggali apa yang ada di bumi baik berupa kekuatan, potensi, kandungan maupun bahan-bahan mentahnya. Serta, menundukkan semuanya itu-dengan izin Allah-untuk tugas besar yang di-serahkan Allah kepadanya.

Kalau begitu, Dia telah memberikan banyak potensi kepada makhluk baru ini; telah mem-berinya persiapan-persiapan memadai yang tersimpan di dalam bumi ini yang berupa kekuatan-kekuatan dan potensi-potensi, perbendaharaan-perbendaharaan dan bahan-bahan mentah; dan di berinya kekuatan tersembunyi yang dapat mereali-sasikan kehendak Ilahiah.

Kalau begitu, di sana terdapat kesatuan dan keharmonisan antara undang-undang yang mengatur bumi-dan seluruh alam-dan undang-undang yang mengatur makhluk (manusia) ini dengan segala kekuatan dan potensinya. Sehingga, tidak terjadi benturan antara undang-undang yang ini dan yang itu, dan potensi manusia tidak hancur di dalam menghadapi batu besar alam semesta.

Kalau begitu, ini adalah kedudukan yang tinggi bagi manusia dalam tatanan alam wujud di atas bumi yang luas ini. Dan, ini adalah kemuliaan yang dikehendaki untuknya oleh Sang Pencipta Yang Maha-mulia.

Semua ini adalah sebagian pengarahan dari ungkapan kalimat yang luhur dan mulia, "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan. seorang khalifah di muka bumi", ketika kita merenungkannya sekarang dengan perasaan yang sadar, mata hati yang terbuka, dan melihat apa yang terjadi di muka bumi melalui tangan makhluk yang menjadi khalifah dalam kerajaan yang luas ini.

"Mengapa engkau hendak menjadikan (khalifah) di muka bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyuci-kan Engkau?"

Perkataan malaikat ini memberi kesan bahwa mereka mempunyai bukti-bukti keadaan, atau berdasarkan pengalaman masa lalunya di bumi, atau dengan iiham pandangan batinnya, yang menyingkap sedikit tentang tabiat makhluk ini atau tentang tuntutan hidupnya di muka bumi, dan yang menjadikan mereka mengetahui atau memprediksi bahwa makhluk (manusia) ini kelak akan membuat kerusakan di bumi dan menumpahkan darah. 

Selanjutnya mereka -dengan fitrahnya sebagai malaikat suci yang tidak tergambar olehnya kecuali kebaikan yang mutlak dan kepatuhan yang menyeluruh- memandang tasbih dengan memuji Allah dan menyucikan-Nya itu sajalah yang menjadi tujuan mutlak penciptaan alam ini, dan ini sajalah yang menjadi alasan utama penciptaan makhluk. Hal yang demikian ini telah terealisasi dengan keberadaan mereka, yang senantiasa bertasbih dengan memuji Allah dan menyucikan-Nya, serta senantiasa beribadah kepada-Nya dengan tiada merasa letih.

Sungguh samar bagi mereka hikmah kehendak yang sangat tinggi di dalam membangun dan memakmurkan bumi ini, di dalam mengembangkan kehidupan dan memvariasikannya, dan di dalam merealisasikan kehendak Sang Maha Pencipta dan undang-undang alam di dalam perkembangan, peningkatan, dan penegakannya di tangan khalifah-Nya di muka bumi. 

Makhluk (manusia) ini kadang-kadang membuat kerusakan dan adakalanya menumpahkan darah, agar di balik keburukan parsial ini terwujud kebaikan yang lebih besar dan lebih luas, kebaikan pertumbuhan yang abadi, kebaikan perkembangan yang konstan, kebaikan gerakan, perusakan dan pembangunan, kebaikan usaha-usaha dan penelitian yang tidak pernah berhenti, dan perubahan serta perkembangan di dalam kerajaan besar (alam semesta) ini.”  

Surat Al Baqarah ayat 30 di atas berbicara tentang pengangkatan seorang manusia pertama bernama Adam AS menjadi khalifah, menjadi aparat Allah SWT yang akan ditempatkan di wilayah baru yang bernama bumi. Adam AS adalah nabi pertama dalam Islam. Adam AS adalah makhluk manusia pertama yang diciptakan oleh Allah SWT yang berasal dari tanah. Di dalam Al Quran, cukup banyak ayat yang berbicara penciptaan manusia pertama ini, diantaranya di dalam QS. 2:30-39, 7:11-25, 38:71-83 15: 28-44, 17:61-65, 18: 47-51, 20:115-127. 

Rangkaian ayat-ayat tersebut mengurai kejadian-kejadian awal penciptaan manusia sebagai berikut. Sebagai Maalikusawati Wal Ardly (raja langit dan bumi) Allah SWT memiliki malak (aparat, petugas). Pada awalnya, aparat Allah SWT itu hanya terdiri dari makluk Allah SWT yang diciptakan dari nar (api) dan dari nur (cahaya). Sedangkan wilayah otonominya adalah As-Samawat (langit).

Kemudian Allah SWT berencana menciptakan manusia sebagai aparat baru, yang di beri tugas untuk mengatur wilayah yang belum memiliki pengaturnya yaitu Al-Ardhy (Bumi). Barangkali, hal ini dimaksudkan karena manusia yang diciptakan dari Tin (tanah) lebih sesuai dengan unsur-unsur bumi. Selain memang karena Allah SWT sendiri hendak akan memberikan ilmu sebagai bekal tugas untuk aparat baru tersebut.

Ketika di beritakan hal ini kepada makluk Allah SWT yang lain (yaitu yang di beri golongan Naar dan Nuur), ternyata ada yang tidak setuju dan tidak menerimanya. Makhluk yang tidak setuju ini berasal dari naar (api), lihat Qs. 15:27. Hal ini karena ia merasa diri lebih baik, lebih “tinggi” dan lebih layak di beri kepercayaan untuk mengatur bumi. Meskipun kemudian diketahui kelak ia kalah dalam “cerdas cermat” oleh aparat baru ini.

Malak Allah SWT yang menolak pengangkatan manusia sebagai aparat Allah SWT untuk bumi itu, ternyata berasal dari golongan Nar (lihat QS. 18: 50). Ia merasa dirinyalah yang seharusnya menjadi aparat untuk bumi, meskipun hal ini tidak bisa dibuktikannya pada “tes” yang dilakukan Allah SWT. Karena penolakannya ini berarti ia telah membangkan kepada Allah SWT,meskipun hanya pada satu titah yaitu untuk sujud, mengakui keberadaan aparat baru. 

Sejak itulah makhluk tersebut disebutkan dengan gelar Iblis (berasal dari kata-kata balasa: membangkang). Dalam Al Qur’an hal ini dikarenakan dua sifatnya yaitu aba wastakbaro yaitu sombong dan takabur lihat QS. 2:34.

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلائِكَةِ اسْجُدُوا لآدَمَ فَسَجَدُوا إِلا إِبْلِيسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ (٣٤)

“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada Para Malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia Termasuk golongan orang-orang yang kafir. Qs. 2:34

Karena kedengkiannya pada malak dari tiin, Iblis senantiasa berupaya membuat makar agar malak dari Tiin (tanah) bisa tersingkir dari jabatannya, dan tergelincir dalam tugas pokoknya yaitu menjadi khalifah Allah di bumi.

Sementara itu, karena tugas sebagai aparat Allah SWT untuk bumi bukan hal yang enteng, Allah SWT akhirnya menghadirkan patnernya. Dia adalah Hawa  yang kemudian bersama Adam AS mengalami penggodokan di daerah yang disebut  “syurga” (al-Jannah, Qs. 2:35). Ibnu Katsir menyebutkan yang dimaksud al-jannah sebagai tempat kediaman Adam AS sebelum turun ke al-ardhi, adalah al-jannah al-ma’wa, bukan al-jannah al-khuldi (tempat abadi manusia kelak di akhirat). Dengan ini maka yang dimaksud dengan al-jannah al-ma’wa yang ditempati Adam AS bukanlah berada di langit (as-samawat) melainkan di bumi (al-ardhi). Di al-ardhi ini pula tumbuh pohon (syajarah al-khuld) di mana Adam AS tergoda untuk memakannya, ada  yang menyebutnya pohon thin dan ada ada yang mengatakan kurma.   

Apabila dilihat Qs. 68:17 maka kita melihat bahwa yang dimaksud dengan ashab al-jannah bukan “pemilik surga” tetapi pemilik kebun. Di sini al-jannah diartikan dengan al-bustaan (kebun). Ini menunjukkan al-jannah yang dimaksud adalah yang berada di al-ardhi. Ibnu Katsir, setelah memberikan penjelasan panjang lebar tentang hal ini kemudian menjelaskan bahwa posisi “al-jannah: tempat Adam AS itu lebih tinggi secara kontur dengan tempat permukaan lainnya di al-ardhi. 

Di tempat itu pulalah Iblis melancarkan tipu dayanya sehingga Adam AS. dan Hawa terbujuk hingga melanggar aturan dan disiplin pada masa penggodokan. Tindakan ini menyebabkan Allah SWT memerintahkan dan menitahkan untuk segera bertugas di bumi (7: 24). Mereka bertugas sebagai aparat Allah SWT (khalifah) untuk bumi, harus berusaha dengan sarana dan prasarana yang ada di bumi menjalankan tugas pokok sebagai khalifah.

قَالَ اهْبِطُوا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ وَلَكُمْ فِي الأرْضِ مُسْتَقَرٌّ وَمَتَاعٌ إِلَى حِينٍ (٢٤)

 “Allah berfirman: "Turunlah  kamu sekalian, sebahagian kamu menjadi musuh bagi sebahagian yang lain. dan kamu mempunyai tempat kediaman dan kesenangan (tempat mencari kehidupan) di muka bumi sampai waktu yang telah ditentukan".Qs. 7:24

Sedangkan Iblis, karena tindakan negatifnya ia bukan saja telah menjadi makhluk yang terbuang, terusir, tetapi juga tidak lagi punya kesempatan untuk mendapatkan ampunan Allah SWT. Bahkan ia di hukum  Allah SWT menjadi pengisi Neraka Jahaman lihat QS. 17:63.

قَالَ اذْهَبْ فَمَنْ تَبِعَكَ مِنْهُمْ فَإِنَّ جَهَنَّمَ جَزَاؤُكُمْ جَزَاءً مَوْفُورًا (٦٣)

“Tuhan berfirman: "Pergilah, Barangsiapa di antara mereka yang mengikuti kamu, Maka Sesungguhnya neraka Jahannam adalah balasanmu semua, sebagai suatu pembalasan yang cukup. QS. 17:63

Meskipun Allah SWT akhirnya mengizinkan Iblis untuk memiliki kemampuan menggoda aparat bumi, Allah SWT telah menetapkan bahwa tak akan ada satupun yang tergoda manakala aparat bumi, yang di beri gelar khalifah dan direpresentasikan oleh Adam dan Hawa, dan keturunannya berpegang teguh pada petunjuk Allah SWT (هُدًاى) dengan ikhlas. QS. 20:123, 5:105. 38:83  

قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لأغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ (٨٢)إِلا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ (٨٣)  

“Iblis menjawab: "Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya 83. Kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka”. (Qs. 38:82-83) 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا عَلَيْكُمْ أَنْفُسَكُمْ لا يَضُرُّكُمْ مَنْ ضَلَّ إِذَا اهْتَدَيْتُمْ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (١٠٥)

“Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; Tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk. hanya kepada Allah kamu kembali semuanya, Maka Dia akan menerangkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”. (Qs 5:105)

Pada ayat-ayat tentang penciptaan manusia inipun, diketahui, bahwa selain Iblis berlaku membangkang (pasif) ia juga secara aktif melancarkan ancaman tantangan hambatan  dan gangguan kepada khalifah Allah SWT sehingga sang khalifah tidak bisa melaksanakan tugas pokoknya atau bahkan tergelincir pada jalan yang salah. Karena tindakan negative tersebut  maka ia di beri gelar syaithan. 

Dalam ayat ini pula kita dapat menarik satu pengertian, bahwa ketidaktaatan terhadap satu perintah Allah SWT, sebagaimana dicontohkan oleh Iblis dengan ketidakmauannya mengakui Adam AS sebagai aparat di bumi, dapat memasukkannya ke dalam golongan kafir (QS. 2:34).

Tugas pokok Adam AS di bumi adalah menjadi khalifatullah yaitu wakil Allah SWT di bumi, mengatur bumi sesuai dengan perintah Allah SWT (Qs 2:30). Dalam melaksanakan tugasnya tersebut, Adam AS selaku khalifatullah harus senantiasa berpegang kepada petunjuk (Al-Huda) yang diberikan Allah SWT.

قُلْنَا اهْبِطُوا مِنْهَا جَمِيعًا فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنْ تَبِعَ هُدَايَ فَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ (٣٨)

“Kami berfirman: "Turunlah kamu semuanya dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati." (Qs Al Baqarah 2:38)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.