Latar Belakang Futuh Mekkah

 


Latar belakang kebijakan Muhammad SAW sebagai Pimpinan Negara Madinah tentang : Penaklukan Pembebasan Kota Mekah”.

1. Landasan normatif tentang mutlaknya kedaulatan Allah eksis di bumi, dan hanya orang-orang mukmin (Muttaqin/Sholihin) sebagai pewaris dan penguasa bumi.

Salah satu konsep terpenting dalam Islam adalah al-hakimiyyah lillah. Menurut Abul Ala Maududi, 

“Hak Hakimiyah adalah segara urusan manusia adalah milik-Nya sendiri, dan tidak suatu kekuatan pun selain-Nya, baik yang berhubungan dengan manusia atau bukan manusia, memiliki kekuasaan untuk menetapkan hukum atau menjatuhkan hukumnya sendiri”.   

Al Hakimiyah lillah dengan demikian berarti kekuasaan untuk menetapkan hukum hanya dimiliki oleh Allah SWT. Al Hakimiyah lillah dengan demikian berarti kekuasaan untuk menetapkan hukum hanya dimiliki oleh Allah SWT. Hussain bin Muhammad bin Ali Jabir dalam tesisnya Ath Thoriqi Ila Jama’atil Muslimin menyebutkan konsepsi Al Hakimiyah Lillah sebagai berikut : 

Allah SWT menjadikan kedaulatan (al-hakimiyyah) sebagai salah satu karakteristik-Nya.

مَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِهِ إِلا أَسْمَاءً سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ إِنِ الْحُكْمُ إِلا لِلَّهِ أَمَرَ أَلا تَعْبُدُوا إِلا إِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُونَ (٤٠)

“Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) Nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang Nama-nama itu. Hukum itu hanyalah milik Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." Qs.12/40.


وَقَالَ يَا بَنِيَّ لا تَدْخُلُوا مِنْ بَابٍ وَاحِدٍ وَادْخُلُوا مِنْ أَبْوَابٍ مُتَفَرِّقَةٍ وَمَا أُغْنِي عَنْكُمْ مِنَ اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ إِنِ الْحُكْمُ إِلا لِلَّهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ 

وَعَلَيْهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُتَوَكِّلُونَ (٦٧)

“Dan Ya'qub berkata: "Hai anak-anakku janganlah kamu (bersama-sama) masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berlain-lain; Namun demikian aku tiada dapat melepaskan kamu barang sedikitpun dari pada (takdir) Allah. keputusan menetapkan (sesuatu) hanyalah hak Allah; kepada-Nya-lah aku bertawakkal dan hendaklah kepada-Nya saja orang-orang yang bertawakkal berserah diri". Qs. 12/67

ثُمَّ رُدُّوا إِلَى اللَّهِ مَوْلاهُمُ الْحَقِّ أَلا لَهُ الْحُكْمُ وَهُوَ أَسْرَعُ الْحَاسِبِينَ (٦٢)

“Kemudian mereka (hamba Allah) dikembalikan kepada Allah, Penguasa mereka yang sebenarnya. ketahuilah bahwa segala hukum kepunyaanNya. dan Dialah Pembuat perhitungan yang paling cepat”. Qs. 6/62

قُلْ إِنِّي عَلَى بَيِّنَةٍ مِنْ رَبِّي وَكَذَّبْتُمْ بِهِ مَا عِنْدِي مَا تَسْتَعْجِلُونَ بِهِ إِنِ الْحُكْمُ إِلا لِلَّهِ يَقُصُّ الْحَقَّ وَهُوَ خَيْرُ الْفَاصِلِينَ (٥٧)

“Katakanlah: "Sesungguhnya aku berada di atas hujjah yang nyata (Al Quran) dari Tuhanku, sedang kamu mendustakannya. tidak ada padaku apa (azab) yang kamu minta supaya disegerakan kedatangannya. menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia pemberi keputusan yang paling baik". Qs. 6/57.

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ (٥٠)

“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ?” Qs. 5/50.

أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا نَأْتِي الأرْضَ نَنْقُصُهَا مِنْ أَطْرَافِهَا وَاللَّهُ يَحْكُمُ لا مُعَقِّبَ لِحُكْمِهِ وَهُوَ سَرِيعُ الْحِسَابِ (٤١)

“Dan Apakah mereka tidak melihat bahwa Sesungguhnya Kami mendatangi daerah-daerah (orang-orang kafir), lalu Kami kurangi daerah-daerah itu (sedikit demi sedikit) dari tepi-tepinya? dan Allah menetapkan hukum (menurut kehendak-Nya), tidak ada yang dapat menolak ketetapan-Nya; dan Dia-lah yang Maha cepat hisab-Nya”. Qs. 13/41.


2. Futuh Mekah merupakan janji Allah SWT kepada Rasul-Nya, bahwa dinyatakan sebagai : Sunnatullah  bagi orang-orang mukmin. Futuh, bukan hanya janji Allah SWT, namun ia merupakan keniscayaan sejarah dan hak bagi orang-orang mukmin.

كَتَبَ اللَّهُ لأغْلِبَنَّ أَنَا وَرُسُلِي إِنَّ اللَّهَ قَوِيٌّ عَزِيزٌ (٢١)

“ Allah telah menetapkan: "Aku dan rasul-rasul-Ku pasti menang". Sesungguhnya Allah Maha kuat lagi Maha Perkasa”. Qs. 58:21

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ (٧)

“ Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu”. Qs 47:7

وَإِنَّ جُنْدَنَا لَهُمُ الْغَالِبُونَ (١٧٣)

“Dan Sesungguhnya tentara Kami[1293] Itulah yang pasti menang”, Qs. 37:173

وَنَصَرْنَاهُمْ فَكَانُوا هُمُ الْغَالِبِينَ (١١٦)

“Dan Kami tolong mereka, Maka jadilah mereka orang-orang yang menang”. Qs. 37:116

وَمَنْ يَتَوَلَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا فَإِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْغَالِبُونَ

“Dan Barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, Maka Sesungguhnya pengikut (agama) Allah[423] Itulah yang pasti menang”. Qs 5:56

قَالَ رَجُلانِ مِنَ الَّذِينَ يَخَافُونَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمَا ادْخُلُوا عَلَيْهِمُ الْبَابَ فَإِذَا دَخَلْتُمُوهُ فَإِنَّكُمْ غَالِبُونَ وَعَلَى اللَّهِ فَتَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (٢٣)

“Berkatalah dua orang diantara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya: "Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, Maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman". Qs. 5:23

3. Landasan empirik/historis bahwa penguasa Quraisy Mekah secara yuridis telah mengkhianati dan membatalkan perjanjian Hudaibiyah, dimana terjadi kasus pembunuhan Bani Khuzaah (suku yang bergabung dengan Madinah) oleh Bani Bakar Klan Quraisy Mekah

Meskipun ada perjanjian, beberapa orang Bakr tetap melanjutkan perseteruan mereka dengan Khuza'ah. Tak lama setelah penaklukan Amr ke Suriah, suatu kabilah Bakr menyerang Khuza'ah pada malam hari, hingga se¬orang di antara mereka terbunuh. Dalam pertempuran selanjutnya, ada yang terjadi di dalam kawasan suci. 

Quraisy menolong sekutu mereka itu dengan memberi senjata; dan satu-dua orang Quraisy terlibat dalam per-tempuran di tengah kegelapan malam itu. Bani Ka'b dari Khuza'ah segera mengirim deputasi ke Madinah untuk menginformasikan apa yang terjadi kepada Nabi dan meminta pertolongannya. Beliau mengatakan kepada mereka supaya menyerahkan persoalan itu kepadanya dan menyuruh mereka pulang ke wilayahnya. Ketika mereka pergi, beliau menemui 'A'isyah, yang melihat beliau tampak geram. Be¬liau meminta air untuk berwudu dan 'A'isyah mendengar beliau berkata seakan berkata pada dirinya sendiri, "Aku tak akan ditolong jika aku tidak menolong keturunan Ka'b."

Sementara itu, penduduk Mekah menghadapi kesulitan besar sebagai konsekuensi dari apa yang terjadi. Karena Abu Sufyan telah kembali dari Suriah, mereka mengirimnya untuk membujuk Nabi, jika perlu. Dalam perjalanannya, ia bertemu orang-orang Khuza'ah kembali dari Madinah. Ia khawatir dirinya telah terlambat. Lebih khawatir lagi, ketika melihat sikap Nabi yang tidak acuh. "Wahai Muhammad," katanya, "aku tidak hadir pada saat perjanjian gencatan senjata Hudaybiyah, maka marilah kita sekarang memperkuat perjanjian tersebut dan mem-perpanjang masa berlakunya." Nabi menjawab, "Bukankah pihakmu yang melanggar perjanjian tersebut?" "Tuhan melarangnya!" kata Abu Sufyan tegang. "Demikian pula kami," kata Nabi, "menjaga gencatan senjata sampai pada periode yang ditentukan pada Hudaybiyah. Kami tidak akan mengubahnya, tidak pula menerima perubahannya."

Karena jelas-jelas Nabi tidak mau membicarakan hal itu lagi, maka Abu Sufyan pergi menemui putrinya, Umm Habibah, berharap ia mau turut campur demi kepen-tingannya. Keduanya tidak bertemu selama lima belas tahun. Tempat duduk yang terbaik adalah tikar Nabi. Maka, ketika Abu Sufyan hendak duduk di atas tikar itu, putrinya segera menariknya. 

"Putri kecilku," katanya, "apakah kaupikir tikar ini terlalu bagus untukku, atau aku terlalu bagus untuknya?" "Ini tikar Nabi," katanya, "dan engkau seorang musyrik, orang yang tidak suci." Lalu, ia menambahkan, "Ayahku, engkau pemimpin Quraisy Bagaimana bisa engkau tidak masuk Islam dan engkau menyembah batu yang tidak dapat mendengar ataupun melihat?" "Mengherankan," sahut Abu Sufyan, "haruskah aku mengabaikan apa yang disembah nenek moyangku untuk mengikuti agama Muhammad?" 

Setelah diri¬nya merasa tak akan mendapat bantuan dari putrinya itu, ia menemui Abu Bakr dan sahabat yang lain, meminta campur tangan mereka untuk memperbaharui perjanjian tersebut. Sebab, ia sekarang yakin, meskipun Nabi tidak mengatakannya, beliau menganggap perjanjian itu telah batal karena pertempuran yang baru terjadi itu. Meski¬pun demikian, ia tetap berharap perjanjian itu diperbarui sehingga dapat mencegah terjadinya pertumpahan darah. Itu akan terjadi jika beberapa orang yang berpengaruh mau memberikan perlindungan umum kepada setiap orang. Abu Sufyan mengusulkan alternatif ini kepada Abii Bakr, tetapi ia hanya menjawab, 'Aku menjamin perlindungan hanya sesuai dengan yang dijamin oleh Rasulullah."

Karena yang lain juga menjawab sama, akhirnya Abu Sufyan pergi ke rumah Ali, mengingat kedekatan hubungan antara mereka, keduanya sama-sama keturunan dua bersaudara, Hasyim dan Abd al-Syams. Namun Ali menjawab, "Kasihan engkau hai Abu Sufyan! Rasulullah telah memutuskan untuk tidak menerima permintaanmu, dan tidak ada seorang pun berani berbicara kepadanya untuk memenangkan sesuatu yang telah beliau putuskan." Para sahabat betul-betul tahu bahwa Allah berkata kepada Nabi, "Tanyailah mereka tentang urusan mereka dan jika eng¬kau telah memutuskan, maka percayalah pada Tuhan"; dan berdasarkan pengalaman, mereka juga tahu bahwa ketika Nabi mencapai satu keyakinan tertentu, maka akan sia-sia untuk mengubah pendapatnya. 

Abu Sufyan kini beralih kepada Fathimah, yang saat itu duduk di lantai bersama putranya, Hasan. "Wahai putri Muhammad," katanya, "tawarkan putramu untuk memberikan perlindungan kepada setiap orang, ia akan menjadi raja kaum Arab selamanya." Namun, Fathimah menjawab bahwa anak kecil tidak dapat memberikan perlindungan. Abu Sufyan kembali ke Ali dengan putus asa, dan memohonnya agar mengusulkan apa yang mesti dilakukan. 

"Aku lihat tidak ada faedahnya," kata Ali, "tapi engkau harus bangkit dan menjamin per¬lindungan setiap orang. Engkau adalah penguasa Kinanah." 'Akankah itu tidak membantuku sama sekali?" tanya Abu Sufyan. "Demi Tuhan, aku tidak berpikir begitu," kata Ali, "namun aku lihat tidak ada lagi yang dapat kau-lakukan." Akhirnya, Abu Sufyan pergi ke masjid dan berteriak dengan lantang, "Lihatlah, aku menjamin per¬lindungan setiap orang dan aku pikir Muhammad akan mendukungku." Kemudian, ia menemui Nabi dan ber¬kata, "Wahai Muhammad, aku kira engkau tidak akan mengabaikan perlindunganku." Nabi hanya menjawab, "Itu menurut pikiranmu, Abu Sufyan;" dan pemimpin Bani Umayyah itu dengan sangat waswas kembali ke Mekah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.