Kerajaan Aceh (920-1322 H/1514-1904 M)
Pada abad ke-16, Aceh mulai memegang peranan penting dibagin utara pulau Sumatra. Pengaruh Aceh ini meluas dari Barus di sebelah utara hingga sebelah selatan di daerah Indrapura. Indrapura sebelum di bawah pengaruh Aceh, yang tadinya merupakan daerah pengamh Minangkabau. Yang menjadi pendiri kerajaan Aceh adalah Sultan Ibrahim (1514-1528), ia berhasil melepaskan Aceh dari Pidie. Aceh menerima Islam dari Pasai yang kini menjadi bagian wiliyah Aceh dan pergantian agama diperkiraan terjadi mendekati pertengahan abad ke-14.
Kerajaan Aceh yang letaknya di daerah yang sekarang dikenal dengan Kabupaten Aceh Besar. Di sini pula terletak ibu kotanya. Aceh mengalami kemajuan ketika saudagar-saudagar Muslim yang sebelumnya dagang di Malaka kemudian memindahkan perdagangannya ke Aceh, ketika Portugis menguasai Malaka tahun 1511.
Ketika Malaka di kuasa Portugis tahun 1511, maka daerah pengaruhnya yang terdapat di Sumatera mulai melepaskan diri dari Malaka. Hal ini sangat menguntungkan kerajaan Aceh yang mulai berkembang. Di bawah kekuasaan Ibrahim, kerajaaan Aceh mulai melebarkan kekuasaannya ke daerah-daerah sekitamya. Operasi-operasi militer diadakan tidak saja dengan tujuan agama dan politik, akan tetapi juga dengan tujuan ekonomi.
Kebesaran kerajaan Aceh ketika diperintah oleh Alauddin Riayat Syah. Kekuasaannya sampai ke wilayah Barus. Dua putra Alauddin Riayat Syah kemudian diangkat menjadi Sultan Aru dan sultan Parlaman dengan nama resmi Sultan Ghori dan Sultan Mughal. Dalam menjaga keutuhan kerajaan Aceh, maka di mana-mana di daerah pengaruh kekuasaan Aceh terdapat wakil-wakil Aceh.
Aceh menjalin hubungan yang baik dengan Turki dan negara-negara Islam lain di Indonesia, hal ini terbukti di mana ketika Aceh mengahadapi balatentara Portugis Aceh meminta bantuan Turki tersebut. Dalam membangun aggkatan perangnya yang baik hal ini pun berkat bantuan Turki.
Kejayaan kerajaan Aceh pada puncaknya ketika diperintahkan oleh Iskandar Muda. Ia mampu menyatukan kembali wilayah yang telah memisahkan diri dari Aceh ke bawah kekuasaannya kembali. Pada masanya Aceh menguasai seluruh pelabuhan di pesisir Timur dan Barat Sumatera. Dari Aceh tanah Gayo yang berbatasan di Islamkan, juga Minangkabau. Dimasa pemerintahannya. Sultan Iskandar muda tidak bergantung kepada Turki Usmani. Untuk mengalahkan Portugis, Sultan kemudian bekerjasama dengan musuh Portugis, yaitu Belanda dan Inggris
Setelah Iskandar Muda digantikan oleh penggantinya, Iskandar Tsani, bersikap lebih libeh, lembut dan adil. Pada masanya, Aceh terus berkembang untuk masa beberapa tahun. Pengetahuan agama maju dengan pesat. Akan tetap tatkala beberapa sultan perempuan menduduki singgasana tahun 1641-1699, beberapa wilayah taklukannya lepas dan kesultanan menjadi terpecah belah. Pada abad 18 Aceh hanya sebagai kenangan masa silam dari bayngannya sendiri. Akhimya kesultanan Aceh menjadi mundur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.