Tafsir bi al-ma’tsur (التفسير بالمأثور) atau juga disebut dengan tafsir bi ar-riwayat (التفسير بالرواية) adalah penafsiran atas ayat Al-Quran yang disandarkan kepada riwayat. Maksudnya sumber penafsiran itu bukan hasil dari renungan atau pemikiran si penafsirnya, melainkan bersumber dari atsar. Oleh karena itu istilah yang digunakan adalah tafsir bil-ma’tsur yang artinya adalah tafsir dengan bersumber pada atsar.
Istilah atsar ini sebenarnya istilah yang digunakan untuk perkataan shahabat, sedangkan perkataan Nabi SAW disebut hadits. Namun atsar dalam konteks ini digunakan sebagai lawan dari kata ra’yu (pemikiran).
Dan yang dimaksud dengan atsar dalam konteks tafsir ini tidak sebatas perkataan para shahabat saja, tetapi meliputi juga perkataan Nabi SAW, bahkan juga termasuk perkataan Allah SWT sendiri. Sehingga kalau diuruntukan, yang termasuk atsar ada 4 hal, yaitu Al-Quran, perkataan Nabi SAW, perkataan para shahabat dan perkataan para tabi’in.
Sekalipun secara historis Tafsir bil Ma’tsur merupakan tafsir-tafsir awwal yang lahir, namun ada beberapa kelemahan dalam tafsir ini. Yusuf Qardhawi menyebutkan beberapa kelemahan sebagai berikut:
a. Adanya riwayat dhaif, mungkar, dan maudhu dari riwayat yang didapat dari Rasul, para sahabat, dan para tabi'in.
b. Pertentangan riwayat satu sama lain. Misalnya kita mendapatkan riwayat dari Ibnu Abbas tentang tafsir firman Allah SWT, "... dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak darinya.... "(an-Nur: 31). Ia adalah celak mata dan cincin; atau wajah dan dua telapak tangan. Ini ada perbedaan riwayatnya.
c. Di antara riwayat adalah pendapat seseorang yang tidak terjaga dari kesalahan. Oleh karena itu, kita mendapati para sahabat dan tabi'in kadang-kadang berbeda satu sama lain. Dalam banyak kesempatan perselisihan itu adalah perselisihan keberagaman, namun pada sebagian kesempatan perselisihan itu adalah perselisihan benturan. Ini menunjukkan bahwa mereka menafsirkan dengan rasio mereka.
d. Tafsir bil Ma’tsur bukanlah tafsir metodologis yang mengkaji Al-Quran surat per surat, dan dalam satu surat mengkaji ayat per ayat, dan dalam satu ayat dikaji kalimat per kalimat.
Dengan adanya beberapa kelemahan tersebut, maka menjadi sangat penting dalam berinteraksi dengan Al Quran adalah selalu tetap mengikuti makna-makna yang jelas yang terkandung dalam berbagai tafsir Al Quran, khususnya yang menggunakan pendekatan bil matsur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.