Mempelajari Al Quran melalui Tafsir

 


Al Quran sekalipun dimudahkan oleh Allah menjadi pelajaran, bukan berarti bisa dipelajari langsung, namun ia memerlukan ilmu alat. Salah satu ilmu alat untuk mempelajari Al Quran adalah tafsir. Tafsir merupakan alat utama untuk mempelajari makna-makna Al Quran, dengan usianya yang sudah seribu tahunan, maka pemaknaan Al Quran juga sudah dilakukan pada ulaman selama itu pula.

Secara etimologi kata ‘tafsir’ berasal dari al-fasru (الفسر) yang berarti jelas dan nyata. Contohnya terdapat pada firman Allah SWT

وَلَا يَأْتُوْنَكَ بِمَثَلٍ اِلَّا جِئْنٰكَ بِالْحَقِّ وَاَحْسَنَ تَفْسِيْرًا ۗ

“  Dan mereka (orang-orang kafir itu) tidak datang kepadamu (membawa) sesuatu yang aneh, melainkan Kami datangkan kepadamu yang benar dan penjelasan yang paling baik.  (Qs Al Furqon 25:33)

 Tafsir di sini berarti penjelasan dan keterangan.

Kata tafsir yang diambilkan dari kata al-fasr berarti pengungkapan dan menampakkan. Disebutkan di dalam Al-Qamus: Al-fasr berarti menampakkan dan mengungkap sesuatu yang tertutup, sama dengan kata at-tafsir. Disebutkan di dalam Al-Bahrul-Muhith: Kata at-tafsir juga bisa diartikan pelepasan dan pembebasan. Menurut Tsa'lab, jika engkau katakan, "Fasartu al-faras", artinya aku melepaskan kuda agar ia menjadi bebas berkeliaran. Pengertian ini juga kembali kepada makna pengungkapan, yang seakan-akan penampakannya diungkap dan disibak agar ia bisa berlari-lari.

Dalam Lisan al-Arab Ibnu Manzur menyebutkan al-fasru berarti membuka tabir, sedangkan at-tafsir artinya menyibak makna dari kata yang tidak dimengerti. Dari definisi tafsir secara etimologi itu maka tafsir bisa dimaknai membuka tabir untuk sesuatu yang kasat mata dan juga berarti menyingkap makna kata.

Dari sini kita mendapat kejelasan bahwa makna tafsir menurut pengertian bahasa berlaku untuk pengungkapan yang bersifat inderawi seperti yang dinyatakan Tsa'lab. Adapun untuk pengungkapan yang bersifat abstrak berarti penjelasan makna-makna yang logis dari balik perkataan. Penggunaannya di sini lebih banyak dan lebih masyhur.


Sedangkan tafsir menurut pengertian terminologis, seperti yang disebutkan Az-Zarkashi (w. 794 H) di dalam kitabnya Al-Burhan fi Ulum Al-Quran mendefinisikan tafsir sebagai:

اﻟﺘﻔﺴﲑ ﻋﻠﻢ ﻳﻌﺮف ﺑﻪ ﻓﻬﻢ ﻛﺘﺎب اﷲ اﳌﻨﺰل ﻋﻠﻰ ﻧﺒﻴﻪ ﳏﻤﺪ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ و ﺳﻠﻢ وﺑﻴﺎن ﻣﻌﺎﻧﻴﻪ واﺳﺘﺨﺮاج أﺣﻜﺎﻣﻪ وﺣﻜﻤﻪ

"Tafsir adalah ilmu untuk mengenal kitabullah (Al-Quran) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SA, menjelaskan makna-maknanya serta mengeluarkan hukum-hukum serta hikmah-hikmah yang terkandung di dalamnya."

Sedangkan Abu Hayyan dalam Al-Bahru Al-Muhith menyebutkan bahwa Tafsir adalah 

علم يبحث عن كيفية النطق بألفاظ القرآن ومدلولاتها وأحكامها الإفرادية والتركيبية ومعانها التي تحمل عليها حالة التركيب وتتمات لذلك

"Ilmu yang membahas tentang bagaimana mengucapkan lafadz Al-Quran, madlulnya, hukum-hukumnya baik yang bersifat tunggal atau dalam untaian kalimat, dan makna-maknanya yang terkandung dalam tarkib, serta segala terkait dengan itu".


Dengan demikian Tafsir itu sesungguhnya merupakan ilmu yang dipergunakan untuk memahami Al Quran dengan maksud menjelaskan makna-maknanya, menyimpulkan hikmah dan hukum-hukum yang terkandung di dalamnya.

Ada orang yang menanyakan apa kegunaan dari ilmu tafsir itu, padahal Al-Qur an adalah "kitab yang jelas" seperti difirmankan oleh Allah SWT yaitu dimudahkan untuk diingat, dan dipaharni. Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya Kami mudahkan Al-Qur an itu dengan bahasamu supaya mereka rnendapat pelajaran." (Qs. Ad-Dukhan: 58)

Jawabannya terdapat pada firman Allah SWT berikut, "...Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu...." (Qs. An-Nahl: 89)

Ini berarti bahwa Allah SWT menjelaskan dalam Al-Qur'an itu pokok-pokok akidah. kaidah-kaidah syariat, dasar-dasar akhlak, dan menunjukkan kepada manhaj yang paling lurus dalam berpikir dan beramal. Namun, Al-Qur'an tidak mengandung perincian masalah-masalah itu dan memberikan tugas itu kepada Sunnah Nabi pada waktu tertentu, dan kepada akal kaum muslimin pada waktu lain. 

Oleh karena itu, tidak aneh jika banyak lafal-lafal Al-Qur'an yang membutuhkan penjelasan dan penafsiran terutama karena ia banyak menggunakan redaksi yang ringkas yang menyatukan makna-makna yang banyak dalam lafal-lafal yang sedikit. 


Al-Qur'an diturunkan dengan bahasa Arab yang mengandung banyak kemungkinan makna dan pengertian. Untuk itulah diperlukan tafsir Al Quran, karena dengan tafsir Al Quran, kaum muslimin dapat mempelajari hukum-hukum di dalamnya dan menemukan pengertian-pengertian yang mendalam tentang ayat-ayat didalamnya.

اَفَلَا يَتَدَبَّرُوْنَ الْقُرْاٰنَ ۗ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللّٰهِ لَوَجَدُوْا فِيْهِ اخْتِلَافًا كَثِيْرًا

"Maka tidakkah mereka menghayati (mendalami) Al-Qur'an? Sekiranya (Al-Qur'an) itu bukan dari Allah, pastilah mereka menemukan banyak hal yang bertentangan di dalamnya." (Qs An Nisa 4:82)

وَتِلْكَ الْاَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِۚ وَمَا يَعْقِلُهَآ اِلَّا الْعٰلِمُوْنَ

"Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tidak ada yang akan memahaminya kecuali mereka yang berilmu". (Qs Al Ankabut 29:43)

كِتٰبٌ اَنْزَلْنٰهُ اِلَيْكَ مُبٰرَكٌ لِّيَدَّبَّرُوْٓا اٰيٰتِهٖ وَلِيَتَذَكَّرَ اُولُوا الْاَلْبَابِ

"Kitab (Al-Qur'an) yang Kami turunkan kepadamu penuh berkah agar mereka menghayati ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal sehat mendapat pelajaran." (Qs Shaad 38:29)


Tafsir sendiri terbagi dalam beberapa jenis. Ath-Thabari meriwayatkan dengan sanadnya kepada Ibnu Abbas, ia mengatakan bahwa ada empat macam tafsir. Pertama, tafsir yang diketahui oleh orang Arab dari kalamnya. Kedua, tafsir yang tidak seorang pun dimaafkan atasketidaktahuannya Ketiga, tafsir yang diketahui oleh para ulama. Keempat, tafsir yang hanya diketahui oleh Allah SWT.

Tafsir yang pertama maksudnya adalah Al-Quran diturunkan dengan bahasa Arab, dan ia datang dengan bahasa yang biasa mereka pakai, dari hakikat, majas, sharih, kinayah, dan sebagainya. Orang Arab mengetahui makna Al-Quran dengan pengetahuan mereka akan gaya redaksionalnya.

Tafsir kedua adalah makna yang amat jelas sehingga langsung dipahami oleh akal manusia, tanpa perlu memusatkan pikiran dan memeras otak. Dan dapat juga dikatakan yang berkenaan dengan dasar-dasar agama, sehingga tidak seorang pun dimaafkan akan ketidaktahuannya.

Tafsir ketiga adalah yang hanya diketahui oleh ulama, yang membutuhkan penyimpulan, pengkajian, dan pengetahuan akan ilmu-ilmu yang lain, sehingga ia menarik yang mutlak atas yang muqayyad, yang ‘aam dan khas, dan memilih kemungkinan yang dikuatkan oleh penguat tertentu dan sebagainya.

Tafsir keempat adalah tafsir yang hanya diketahui oleh Allah SWT. Misalnya, perkara-perkara yang gaib, yang hanya diketahui oleh Allah SWT hakikat-hakikatnya, seperti alam barzah, masalah akhirat, malaikat, Arsy, dan terjadinya hari kiamat. Pengetahuan tentang itu tertutup bagi manusia. Hal itu dapat masuk ke dalam ayat-ayat mutasyabihat seperti firman Allah SWT,


هُوَ الَّذِيْٓ اَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتٰبَ مِنْهُ اٰيٰتٌ مُّحْكَمٰتٌ هُنَّ اُمُّ الْكِتٰبِ وَاُخَرُ مُتَشٰبِهٰتٌ ۗ فَاَمَّا الَّذِيْنَ فِيْ قُلُوْبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُوْنَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاۤءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاۤءَ تَأْوِيْلِهٖۚ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيْلَهٗٓ اِلَّا اللّٰهُ 

"Dialah yang menurunkan Kitab (Al-Qur'an) kepadamu (Muhammad). Di antaranya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok Kitab (Al-Qur'an) dan yang lain mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong pada kesesatan, mereka mengikuti yang mutasyabihat untuk mencari-cari fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah." (Qs Ali Imran 3:7)

Kebutuhan akan adanya tafsir sendiri sudah ada sejak masa Rasulullah saw, Adi bin Hatim ath-Thai memahami firman Allah SWT, "Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam," (al-Baqarah: 187) bahwa "benang putih" dan "benang hitam" itu diartikan dengan zahirnya. Kemudian Rasulullah saw. menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah putihnya siang dan hitamnya malam. 

Dengan semakin berkembangnya waktu dan zaman, yang juga menimbulkan banyak problematika kehidupan, maka kebutuhan akan tafsir menjadi semakin nyata dalam kehidupan kaum muslimin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.