Hijrah sebagai Kewajiban Muslim

 


Ketika bay’at aqabah kedua selesai dilaksanakan, Rasulullah SAW mengarahkan orang-orang mukmin untuk berhijrah ke Yatsrib, sehingga berjumpa dengan saudara-saudara mereka disana. Selanjutnya Rasulullah SAW berkata,

اِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ قَدْ جَعَلَ لَكُمْ اِخْوَانًا وَدَارًا تَأْمَنُوْنَ بِهَا

“Sesungguhnya Allah SWT telah mempersaudarakan masing-masing kalian dan mengaruniai suatu negeri (daaran) yang membuat kalian aman di dalamnya”.

Inilah awal dari motivasi dan taujih yang disampaikan Rasulullah kepada sahabatnya di Mekkah untuk melakukan hijrah ke Yatsrib.


Hijrah ke Yatsrib dilatarbelakangi oleh munculnya penindasan dan penyiksaan yang terjadi terus menerus tanpa henti selama sepuluh tahun sejak proklamasi nubuwah Rasulullah SAW di bukit Shafa pada tahun ke tiga bi’tsah nubuwah.. Maka Rasulullah SAW memerintahkan kaum muslimin untuk berlari menyelamatkan aqidah mereka ke negeri Yatsrib. Riwayat yang menguatkan faktor ini, tersirat dalam perkataan Bilal Radhiyallahu anhu ketika ia hendak berhijrah:

اللَّهُمَّ الْعَنْ شَيْبَةَ بْنَ رَبِيعَةَ وَعُتْبَةَ بْنَ رَبِيعَةَ وَأُمَيَّةَ بْنَ خَلَفٍ كَمَا أَخْرَجُونَا مِنْ أَرْضِنَا إِلَى أَرْضِ الْوَبَاءِ

“Ya Allah ! Laknatlah Syaibah bin Rabî’ah, ‘Utbah bin Rabî’ah, dan Umayyah bin Khalaf, sebagaimana mereka telah menyebabkan kami keluar dari negeri kami ke negeri derita. (HR al-Bukhâri/al-Fath, 18/232, no. 1889)


Juga hadits ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma tentang hijrahnya orang tuanya. Beliau Radhiyallahu anhuma berkata:

اسْتَأْذَنَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ أَبُو بَكْرٍ فِي الْخُرُوجِ حِينَ اشْتَدَّ عَلَيْهِ الْأَذَى

Abu Bakr Radhiyallahu anhu meminta izin kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berhijrah, ketika penderitaannya terasa berat.[ HR al-Bukhâri/al-Fath, 15/271, no. 4093)


Ketika ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma ditanya tentang hijrah, beliau Radhiyallahu anhuma berkata:

كَانَ الْمُؤْمِنُونَ يَفِرُّ أَحَدُهُمْ بِدِينِهِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى وَإِلَى رَسُولِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ مَخَافَةَ أَنْ يُفْتَنَ عَلَيْهِ

Kaum mukminun pada masa dahulu, mereka pergi membawa agama mereka menuju Allah dan Rasul-Nya karena khawatir terfitnah.( HR al-Bukhâri/al-Fath, 15/81-82, no. 3900)

Menurut riwayat, kaum muslim berangkat menuju Madinah secara berkelompok-kelompok dan Rasulullah tetap tinggal di Mekah sambil menanti izin dari Allah. Hijrah kaum muslim ke Madinah dimulai bulan Dzulhijjah, tahun 13 dari kenabian.  Pada bulan tersebut, ayat-ayat tentang hijrah turun kepada kaum muslimin diantaranya:

وَإِذْ يَمْكُرُ بِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا لِيُثْبِتُوكَ أَوْ يَقْتُلُوكَ أَوْ يُخْرِجُوكَ وَيَمْكُرُونَ وَيَمْكُرُ اللَّهُ وَاللَّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ (٣٠)

“Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. dan Allah Sebaik-baik pembalas tipu daya”. (Qs 8:30)

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللَّهِ وَاللَّهُ رَءُوفٌ بِالْعِبَادِ (٢٠٧)

“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya. (Qs 2:207)

وَجَعَلْنَا مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ سَدًّا وَمِنْ خَلْفِهِمْ سَدًّا فَأَغْشَيْنَاهُمْ فَهُمْ لا يُبْصِرُونَ (٩)

“ Dan Kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding (pula), dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat” (Qs 36:9).

 Ayat 9 dalam surat Yasin ini adalah ayat yang turun ketika malam Rasulullah hijrah bersama Abu Bakar. 

إِلا تَنْصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللَّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُوا ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا فَأَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُ بِجُنُودٍ لَمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِينَ كَفَرُوا السُّفْلَى وَكَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ (٤٠)

“Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) Maka Sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang Dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu Dia berkata kepada temannya: "Janganlah kamu berduka cita, Sesungguhnya Allah beserta kita." Maka Allah menurunkan keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Al-Quran menjadikan orang-orang kafir Itulah yang rendah. dan kalimat Allah Itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana[643]. (Qs 9:40)

[643] Maksudnya: orang-orang kafir telah sepakat hendak membunuh Nabi SAW, Maka Allah s.w.t. memberitahukan maksud jahat orang-orang kafir itu kepada Nabi SAW. karena itu Maka beliau keluar dengan ditemani oleh Abu Bakar dari Mekah dalam perjalanannya ke Madinah beliau bersembunyi di suatu gua di bukit Tsur.

Nash-nash yang shahîh menunjukkan, pilihan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menetapkan Yatsrib sebagai negeri hijrah, merupakan pilihan yang berdasarkan wahyu ilahi. Sebagaimana hal ini tertera dalam hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

رَأَيْتُ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أُهَاجِرُ مِنْ مَكَّةَ إِلَى أَرْضٍ بِهَا نَخْلٌ فَذَهَبَ وَهَلِي إِلَى أَنَّهَا الْيَمَامَةُ أَوْ هَجَرُ فَإِذَا هِيَ الْمَدِينَةُ يَثْرِبُ

“Aku pernah mimpi berhijrah (pindah) dari Makkah menuju suatu tempat yang ada pohon kurmanya. Lalu aku mengira daerah itu ialah Yamamah atau Hajr (Ahsâ`), (namun) ternyata daerah itu adalah Yatsrib. (HR al-Bukhâri/al-Fath (7/226) dan Imam Muslim (4/1779)

Juga hadits berikut,

إِنِّي أُرِيتُ دَارَ هِجْرَتِكُمْ رَأَيْتُ ذَاتَ نَخْلٍ بَيْنَ لَابَتَيْنِ

“Aku diperlihatkan negeri hijrah kalian, yaitu satu negeri yang memiliki pohon kurma di antara dua harrah. (HR al-Bukhâri/al-Fath, 7/231). Az-Zuhri menjelaskan, yang dimaksud dengan kalimat labatain dalam hadits di atas ialah dua hurrah.


Mendengar penuturan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, maka kaum muslimin pun kemudian bergegas melakukan hijrah ke Madinah. Begitu juga sebagian kaum muslimin yang sedang berada di Habsyah, mereka segera berangkat menuju Madinah.

Imam Bukhari menyebutkan, yang pertama kali berangkat hijrah ke Madinah ialah Mush’ab bin Umair dan ‘Abdullah bin Ummi Maktûm. Sedangkan Ibnu Ishâq dan Ibnu Sa’ad menyebutkan, yang pertama kali berhijrah ialah Abu Salamah bin al Asad. Musa bin ‘Uqbah memilih yang kedua.

Ibnu Hajar menyebutkan, di antara hadits-hadits yang dibawakan penulis kitab al-Maghazi, Syiyar, dan hadits-hadits yang dibawakan oleh Imam al-Bukhâri masih bisa dipertemukan, dengan membawa pengertian “yang pertama kali” pada sisi tertentu. Yaitu Abu Salamah meninggalkan Makkah tidak dengan niatan menetap di Madinah, namun hanya menghindari penindasan kaum kafir Quraisy. Berbeda dengan Mush’ab yang memang sejak awal berniat menetap di Madinah untuk memberi pengajaran kepada penduduk Madinah atas perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Jadi, masing-masing di antara dua orang ini dilihat dari sisi berbeda. Abu Salamah ialah orang yang pertama kali hijrah ke Madinah untuk menghindari penindasan kaum kafir Quraisy. Sedangkan Mush’ab ialah orang yang pertama kali hijrah ke Madinah dengan niat menetap di Madinah.

Kemudian setelah itu, kaum muslimin berdatangan ke Madinah. Bilal bin Rabbah datang bersama Sa’ad bin Abi Waqash dan ‘Ammâr bin Yasir, kemudian menyusul ‘Umar bin al-Khaththab. Sebagian besar kaum muslimin hijrah dengan cara sembunyi-sembunyi, sedangkan Umar bin Khattab hijrah secara terang-terangan.

Melihat kaum muslimin melakukan hijrah ke Madinah, maka ini menjadi pemandangan ini sangat menyakitkan hati kaum kafir Quraisy. Sehingga mendorong mereka melakukan berbagai cara untuk menghalangi kaum muslimin hijrah. Ada yang menahan harta kaum muslimin dan melarang membawanya. Mereka juga menahan dan mengurung sebagian anggota keluarga kaum muslimin. Disamping itu, mereka juga melakukan supaya kaum muslimin yang sudah berada di Madinah agar kembali ke Makkah.

Namun upaya kaum kafir Quraisy ini tidak membuat kaum muslimin bergeming dari niat semula. Mereka benar-benar sudah siap berpisah dengan harta benda miliknya, keluarganya, dan kenikmatan dunia dan penghidupan lainnya yang telah mereka peroleh di Makkah, demi menyambut panggilan aqidah. 

Pendapat terkait para muhajirin pertama ke Madinah amatlah beragam. Nampaknya orang pertama dari kalangan sahabat Rasulullah saw yang pergi ke Yatsrib, adalah anak paman beliau, Abu Salamah, yang kembali dari Habasyah dan datang ke Mekah. Saat Quraisy menganiayanya dan mendapat berita bahwa masyarakat Madinah telah memeluk Islam, satu tahun sebelum baiat ‘Aqabah kedua ia berhijrah ke Madinah. Setelah itu disusul oleh ‘Amir bin Rabi’ah, bersama istrinya Laila binti Abu Hasymah al-Adawi, Abdullah bin Jahsy bin Riab al-Asadi, dengan keluarga dan saudaranya Abu Ahmad bin Abd bin Jahsy; dengan demikian rumah Bani Jahsy kosong dan tidak ada seorangpun yang mendiaminya. Abu Salamah, ‘Amir, Abdullah dan saudaranya, kesemuanya memasuki Quba, menemui kabilah Bani Amr bin ‘Auf bin Mubasyyir bin Abdul Mundzir. Kemudian para muhajir tiba di Madinah secara berkelompok-kelompok, seperti suku Bani Ghanam bin Dudan bin Asad bin Khuzaimah, baik laki-laki maupun perempuan kesemuanya berhijrah.


Selain Abdullah dan saudaranya: ‘Ukasyah bin Mihshan, Syuja’ dan ‘Uqbah putra Wahab, Arbad bin Humayyir, Munqiz bin Nubatah, Said bin Ruqaisy, Muhzir bin Nadhlah, Yazid bin Ruqaisy, Qais bin Jabir, ‘Amr bin Mihshan, Malik bin ‘Amr, Shafwan bin ‘Amr, Tsaqf bin ‘Amr, Rabi’ah bin Aktsam, Zubair bin Ubaidah, Tammam bin Ubaidah, Sakhbarah bin ‘Ubaidah, Muhammad bin Abdullah bin Jahsy, dan dari kalangan wanita: Zainab binti Jahsy, Ummu Habib binti Jahsy, Jazzamah binti Jandal, Ummu Qaisy binti Mihshan, Ummu Habib binti Tsumamah, Aminah binti Ruqaisy, Sakhbarah binti Tamim, Hamnah binti Jahsy. Kemudian Umar bin Khattab dan ‘Iyasy bin Abi Rabi’ah al-Makhzumi. 

Pada kenyataannya sekalipun perintah hijrah ini sudah disampaikan Rasulullah, masih saja ada sebagian kecil muslim yang masih tinggal di Mekkah karena alasan-alasan duniawi. Hal ini terjadi sampai tahun ke 3 hijrah ketika terjadi Perang Badar.

Dalam Qs 4:97 disebutkan bahwa ada orang-orang Islam yang masih tidak hijrah padahal sudah berdiri Madinah. Kepada mereka inilah kembali diserukan untuk segera berhijrah  ke Madinah. Namun karena mereka tidak mau hijrah, mereka akhirnya bergabung dalam barisan Pasukan Kafir Quraisy melawan pasukan Islam Madinah.

إِنَّ الَّذِينَ تَوَفَّاهُمُ الْمَلائِكَةُ ظَالِمِي أَنْفُسِهِمْ قَالُوا فِيمَ كُنْتُمْ قَالُوا كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِي الأرْضِ قَالُوا أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوا فِيهَا فَأُولَئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَسَاءَتْ مَصِيرًا (٩٧)   

“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan Malaikat dalam Keadaan Menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) Malaikat bertanya: "Dalam Keadaan bagaimana kamu ini?". mereka menjawab: "Adalah Kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)". Para Malaikat berkata: "Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?". orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali,”


Yang dimaksud dengan orang yang Menganiaya diri sendiri di sini, ialah orang-orang muslimin Mekah yang tidak mau hijrah bersama Nabi sedangkan mereka sanggup. mereka ditindas dan dipaksa oleh orang-orang kafir ikut bersama mereka pergi ke perang Badar; akhirnya di antara mereka ada yang terbunuh dalam peperangan itu.

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يَزِيدَ الْمُقْرِئُ قَالَ حَدَّثَنَا حَيْوَةُ وَغَيْرُهُ قَالَا حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَبُو الْأَسْوَدِ قَالَ قُطِعَ عَلَى أَهْلِ الْمَدِينَةِ بَعْثٌ فَاكْتُتِبْتُ فِيهِ فَلَقِيتُ عِكْرِمَةَ مَوْلَى ابْنِ عَبَّاسٍ فَأَخْبَرْتُهُ فَنَهَانِي عَنْ ذَلِكَ أَشَدَّ النَّهْيِ ثُمَّ قَالَ أَخْبَرَنِي ابْنُ عَبَّاسٍ أَنَّ نَاسًا مِنْ الْمُسْلِمِينَ كَانُوا مَعَ الْمُشْرِكِينَ يُكَثِّرُونَ سَوَادَ الْمُشْرِكِينَ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْتِي السَّهْمُ فَيُرْمَى بِهِ فَيُصِيبُ أَحَدَهُمْ فَيَقْتُلُهُ أَوْ يُضْرَبُ فَيُقْتَلُ فَأَنْزَلَ اللَّهُ: {إِنَّ الَّذِينَ تَوَفَّاهُمْ الْمَلَائِكَةُ ظَالِمِي أَنْفُسِهِمْ......................}. (قَالَ الْبُخَارِيْ): رَوَاهُ اللَّيْثُ عَنْ أَبِي الْأَسْوَدِ.

“Telah bercerita kepada kami (Bukhârî) ‘Abdullâh bin Yazîd al-Muqri-u, katanya (‘Abdullâh bin Yazîd al-Muqri-u): “Haywah dan yang lainnya telah bercerita kepada kami (‘Abdullâh bin Yazîd al-Muqri-u), keduanya (Haywah dan al-Laits) berkata: “Muhammad bin ‘Abdurrahmân Abû al-Aswad telah bercerita kepada kami (Haywah dan al-Laits), katanya (Muhammad bin ‘Abdurrahmân Abû al-Aswad): “Ditetapkan atas penduduk Madînah satu pasukan, lalu saya (Muhammad bin ‘Abdurrahmân Abû al-Aswad) mendaftarkan diri di dalamnya, lalu aku (Muhammad bin ‘Abdurrahmân Abû al-Aswad) bertemu ‘Ikrimah dan saya (Muhammad bin ‘Abdurrahmân Abû al-Aswad) menceritakan hal itu, maka dia (‘Ikrimah) pun melarangku (melarang Muhammad bin ‘Abdurrahmân Abû al-Aswad) dengan hebat, kemudian (‘Ikrimah) berkata: “’Abdullâh bin ‘Abbâsmmengabarkan kepadaku (kepada ‘Ikrimah): “Bahwa dahulu kala (pada peperangan Badar) ada sekelompok (segolongan) kaum Muslimîn ikut serta bersama kaum Musyrikîn memperbanyak jumlah (pasukan) kaum Musyrikîn (untuk) menyerang Rasûlullâh SAW; kemudian datanglah panah mengenai salah seorang dari mereka dan membunuhnya. Maka Allah SWT. menurunkan Ayat (Surat an-Nisâ’, Ayat: 97-98):

إِنَّ الَّذِينَ تَوَفَّاهُمُ الْمَلائِكَةُ ظَالِمِي أَنْفُسِهِمْ ........................(٩٧)

97. Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan Malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri……………………………….”.

“(Kata Bukhârî): “(Hadis di atas) juga diriwayatkan oleh al-Laits dari Abû al-Aswad (dari ‘Ikrimah dari ‘Abdullâh bin ‘Abbâs)”.

Imâm Jalâluddîn as-Suyûthî mengeluarkan dalam Lubâb an-Nuqûl fî Asbâb an-Nuzûlnya (Juz. 5, 4/an-Nisâ’) dengan menisbahkan kepada Ibnu Jarîr dalam Jâmi’ al-Bayân fî at-Ta-wîl al-Qurânnya (14/184); Serta menisbahkan kepada Ibnu al-Mundzir dalam Tafsîr Ibn al-Mundzirnya:

“Ahmad bin Manshûr telah bercerita kepada kami (Ibnu Jarîr dan Ibnu al-Mundzir), katanya (Ahmad bin Manshûr): “Abû Ahmad az-Zubairî telah bercerita kepada kami (Ahmad bin Manshûr), katanya (Abû Ahmad az-Zubairî): “Muhammad bin Syarik telah bercerita kepada kami (Abû Ahmad az-Zubairî) dari ‘Amr bin Dînâr dari ‘Ikrimah dari ‘Abdullâh bin ‘Abbâs, katanya (‘Abdullâh bin ‘Abbâs): “Dahulu kala satu kelompok (segolongan) penduduk Makkah masuk Islam dan menyembunyikan keislamannya; pada waktu (perang) Badar kaum Musyrikîn memaksa mereka (sisa-sisa kaum Muslimîn yang masih tinggal di Makkah yang menyembunyikan keislamannya) ikut keluar (untuk perang Badar melawan Nabi SAW). Akhirnya sebagian mereka (sebagian sisa-sisa kaum Muslimîn yang masih tinggal di Makkah) terkena musibah (yaitu: terluka) dan sebagian lagi (ada) yang terbunuh. Kata kaum Muslimîn: “Dahulu teman-teman kami yang muslim dipaksa (agar mau bertempur bersama kaum Musyrikîn dalam perang Badar melawan Nabi SAW), maka mohonkanlah ampun untuk mereka (kaum Muslimîn yang dipaksa bertempur bersama kaum Musyrikîn dalam perang Badar melawan Nabi SAW). Maka turunlah (Surat an-Nisâ’, Ayat: 97-98):

إِنَّ الَّذِينَ تَوَفَّاهُمُ الْمَلائِكَةُ ظَالِمِي أَنْفُسِهِمْ ........................(٩٧)

“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan Malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri……………………………….”.


“Kata beliau (‘Abdullâh bin ‘Abbâs): “Lalu ditulislah Ayat (Surat an-Nisâ’, Ayat: 97-98) ini kepada sisa-sisa kaum Muslimîn yang masih tinggal di Makkah, dan tidak ada lagi ‘uzur (alasan/halangan) bagi mereka (bagi sisa-sisa kaum Muslimîn yang masih tinggal di Makkah untuk tidak berhijrah)”. Mereka (sisa-sisa kaum Muslimîn yang masih tinggal di Makkah) pun keluar (hijrah dari Makkah menuju Madînah) dan dikejar oleh kaum Musyrikîn; kemudian (kaum Musyrikîn) memfitnah mereka (memfitnah sisa-sisa kaum Muslimîn yang hendak berhijrah menuju Madînah hingga mereka kembali ke Makkah lagi disebabkan fitnah kaum Musyrikîn). Kemudian turunlah Ayat (Surat al-‘Ankabût, Ayat: 10):

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ آمَنَّا بِاللَّهِ فَإِذَا أُوذِيَ فِي اللَّهِ جَعَلَ فِتْنَةَ النَّاسِ كَعَذَابِ اللَّهِ وَلَئِنْ جَاءَ نَصْرٌ مِنْ رَبِّكَ لَيَقُولُنَّ إِنَّا كُنَّا مَعَكُمْ أَوَلَيْسَ اللَّهُ بِأَعْلَمَ بِمَا فِي صُدُورِ الْعَالَمِينَ (١٠)

10. Dan di antara manusia ada yang berkata: "Kami beriman kepada Allah"; maka apabila ia disakiti (karena ia beriman) kepada Allah, ia menganggap fitnah manusia itu sebagai azab Allah[27]. Dan sungguh jika datang pertolongan dari Tuhanmu (dari Allah), mereka pasti akan berkata: "Sesungguhnya kami bersama-Mu". Bukankah Allah lebih mengetahui apa yang ada dalam dada semua manusia?”.


“(‘Abdullâh bin ‘Abbâs melanjutkan): “Kaum Muslimîn pun menuliskannya (menuliskan Surat al-‘Ankabût, Ayat: 10) kepada mereka (kepada sisa-sisa kaum Muslimîn yang masih tinggal di Makkah), dan mereka (sisa-sisa kaum Muslimîn yang masih tinggal di Makkah) pun keluar (hijrah menuju Madînah) dan (mereka merasa) putus asa dari segenap kebaikan. Akhirnya turunlah (Surat an-Nahl, Ayat: 110) tentang mereka (tentang ujian /cobaan yang diderita sisa-sisa kaum Muslimîn yang masih tinggal di Makkah):

ثُمَّ إِنَّ رَبَّكَ لِلَّذِينَ هَاجَرُوا مِنْ بَعْدِ مَا فُتِنُوا ثُمَّ جَاهَدُوا وَصَبَرُوا إِنَّ رَبَّكَ مِنْ بَعْدِهَا لَغَفُورٌ رَحِيمٌ (١١٠)

“Dan Sesungguhnya Tuhanmu (pelindung) bagi orang-orang yang berhijrah sesudah menderita cobaan, kemudian mereka berjihad dan bersabar. Sesungguhnya Tuhanmu (Allah) sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.


“(‘Abdullâh bin ‘Abbâs melanjutkan): “Mereka pun menulis semua itu (maksudnya menulis Surat an-Nahl, Ayat: 110) bahwa sesungguhnya Allah SWT. telah menjadikan (memberi) jalan keluar bagi mereka (bagi sisa-sisa kaum Muslimîn yang masih tinggal di Makkah). Akhirnya mereka (sisa-sisa kaum Muslimîn yang masih tinggal di Makkah) keluar (hijrah menuju Madînah) dan dikejar lagi oleh kaum Musyrikîn, maka mereka (sisa-sisa kaum Muslimîn yang hendak berhijrah menuju Madînah) memerangi kaum Musyrikîn tersebut; maka selamatlah bagi yang selamat (atau bagi yang dapat meloloskan diri), dan gugurlah bagi mereka yang terbunuh”.

Berdasarkan penjelasan diatas bahwa asbabun nuzul Qs 4:97 adalah ketika pada akhir perang Badar ditemukan adanya mayat-mayat kaum muslim yang sudah bersyahadat tewas sebagai bagian dari pasukan kafir Quraisy Mekkah. Mereka inilah yang selama itu tidak berhijrah ke Madinah. Mereka kemudian karena dipaksa atau terpaksa ikut bergabung di bawah bendera Kuffar, bersama barisan kafir Qurais Mekkah. Mereka ini adalah orang yang sudah bersyahadah tetapi tidak tinggal di wilayah hukum Islam. 

‘Abdullâh bin ‘Abbâs melanjutkan: “Dahulu di Makkah ada seseorang yang bernama Jundûb bin Dhamrah adh-Dhamar dari Banî Bakr sedang sakit, lalu (Jundûb bin Dhamrah adh-Dhamar) berkata kepada keluarganya (kepada keluarga Jundûb bin Dhamrah adh-Dhamar): “Keluarkanlah aku (Jundûb bin Dhamrah adh-Dhamar) dari Makkah, karena saya (Jundûb bin Dhamrah adh-Dhamar) merasa panas”. Mereka (keluarga Jundûb bin Dhamrah adh-Dhamar) berkata: “Ke mana kami (keluarga Jundûb bin Dhamrah adh-Dhamar) mengeluarkan engkau (Jundûb bin Dhamrah adh-Dhamar)?”. Dia (Jundûb bin Dhamrah adh-Dhamar) mengisyaratkan ke arah Madînah, maka turunlah Ayat (Surat an-Nisâ’, Ayat: 100) ini: Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud (tujuan) berhijrah kepada Allah dan Rasûl-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju); maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

Setelah turun ayat ini, maka diketahui bahwa ternyata masih ada kaum muslimin yang tinggal di Mekkah. Maka kepada mereka inilah memerintahkan untuk segera mengirim ayat-ayat hijrah kepada kepada kaum muslimin di Mekkah. Kaum muslimin yang belum hijrah kemudian mencoba untuk berhijrah ke madinah, namun usaha mereka ini diketahui kafir musyrik Mekkah dan mereka dicegat. Akhirnya kaum muslimin Mekkah kembali tidak bisa hijrah karena dicegat tidak bisa berangkat ke Madinah, mereka kemudian lemah mental dan terhalangi ke Madinah. 

Ketika sampai informasi ini ke Rasul maka turun kembali Qs 29:1-3, bahwa mereka harus tetap hijrah ke Madinah, bahwa kalau ada pencegatan dan usaha pembunuhan maka itu merupakan resiko namun mereka tetap harus hijrah ke Madinah. 

الم (١)أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ (٢)   

1. Alif laam miim 2. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?

وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ (٣)   

3. dan Sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, Maka Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan Sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.


Mereka harus berangkat ke Madinah apapun yang terjadi sekalipun mereka harus terbunuh di perjalanan. Sehingga ada yang berhasil lolos ke Madinah, ada yang tertangkap, dan ada yang diseret kembali ke Mekkah. Mari kita perhatikan asbabun nuzul ayat Qs 29:2-3 secara lengkap sebagai berikut.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari asy-Syu’bi bahwa orang-orang yang berada di kota Mekah yang telah masuk Islam, mendapat surat dari sahabat-sahabat Rasulullah saw. yang berada di Madinah. (Isi surat tersebut menyatakan) bahwa keislaman mereka tidak akan diterima kecuali jika mereka berhijrah. Maka berhijrahlah mereka ke Madinah. Akan tetapi mereka dapat disusul oleh kaum musyrikin, sehingga digiring kembali ke Mekah. Setelah turun ayat ini (al-‘Ankabuut: 1-2) orang-orang yang berada di Madinah mengirim surat kembali kepada mereka, yang menegaskan bahwa Allah telah menurunkan ayat berkenaan dengan keadaan mereka. Dalam ayat itu dikemukakan bahwa hijrah dengan segala penghalangnya adalah ujian terhadap keimanan mereka. Merekapun berangkat kembali berhijrah dan bertekad untuk memerangi orang-orang yang menghambatnya. Pada waktu itu kaum musyrikin mengikuti kaum Muslimin yang berhijrah itu, dan karenanya merekapun memerangi kaum musyrikin itu. Sebagian dari kaum Muslimin ada yang terbunuh dan sebagian lagi dapat menyelamatkan diri. Maka turunlah surah an-Nahl ayat 110.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Qatadah bahwa ayat ini (al-Ankabut: 1-2) turun berkenaan dengan orang-orang Mekah yang berhijrah ke Madinah menyusul Nabi saw., tetapi dicegat dan digiring kembali oleh kaum musyrikin ke Mekah. Kaum Muslimin yang ada di Madinah mengirim surat yang isinya memberitahukan kepada mereka perihal ayat yang disebutkan di atas. Setelah menerima surat tersebut, merekapun berangkat kembali berhijrah, sehingga di antara mereka ada yang gugur dan ada yang selamat (dari sergapan kaum musyrikin). Maka turunlah ayat selanjutnya (al-Ankabuut: 69) sebagai jaminan bahwa Allah akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang berjihad demi mencari keridhaan-Nya.


Sekalipun jalan hijrah menuju Madinah itu merupakan jalan yang penuh berat karena apabila ketahuan penguasa Quraisy Mekkah akan menyiksa mereka. Dalam kondisi seperti itulah turun Qs 16:110

ثُمَّ إِنَّ رَبَّكَ لِلَّذِينَ هَاجَرُوا مِنْ بَعْدِ مَا فُتِنُوا ثُمَّ جَاهَدُوا وَصَبَرُوا إِنَّ رَبَّكَ مِنْ بَعْدِهَا لَغَفُورٌ رَحِيمٌ (١١٠)   

“dan Sesungguhnya Tuhanmu (pelindung) bagi orang-orang yang berhijrah sesudah menderita cobaan, kemudian mereka berjihad dan sabar; Sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Qs 16:110)

Ayat ini  menegaskan bahwa sekalipun kaum muslimin ada yang tertangkap dan kembali di siksa di Mekkah, mereka tetap wajib untuk berhijrah ke Madinah. Itulah langkah jihad dan kesabaran mereka, yang apabila dilakukan mereka akan menemui Allah sebagai Maha Pengampun dan Penyayang. Intinya tetap wajib hijrah.

Mereka ini adalah kelompok lain, yaitu kelompok kaum mustadhafiin (orang-orang yang lemah) di Makkah yang dihinakan di tengah-tengah masyarakatnya dengan diserang berbagai macam fitnah. Kemudian Allah memberikan kesempatan kepada mereka untuk menyelamatkan diri dengan berhijrah. Maka mereka pun meninggalkan tanah kelahiran mereka dan juga keluarga serta harta benda mereka, dalam rangka mencari keridhaan dan ampunan Allah Ta’ala. 

Mereka berbaris di jalan orang-orang yang beriman dan berjihad bersama mereka melawan orang-orang kafir seraya bersabar. Mereka adalah golongan lain yang dahulu di Mekah dalam keadaan lemah dan tertindas oleh kaumnya, keadaan mereka yang lemah itu membuat mereka terpaksa menyetujui fitnah yang menimpa mereka. Kemudian mereka dapat meloloskan dirinya dengan berhijrah. Mereka rela meninggalkan negerinya, keluarga, dan harta bendanya demi mencari keridaan Allah dan ampunan-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.