Rasulullah SAW menyampaikan risalah selama 23 tahun, 10 tahun di Mekkah dan 13 tahun di Madinah. Selama 13 tahun tersebut, Rasulullah SAW membangun madinah sebagai pusat pemerintahan dan negara. Pada masa 13 tahun pertama, Muhammad Saw. menyampaikan dakwahnya kepada masyarakat Mekah dengan penekanan pada aspek akidah dan ibadah. Namun hal ini tidak berarti bahwa aspek sosial diabaikan sama sekali pada periode Mekah. Ayat-ayat Al-Quran yang diturunkan pada masa ini justru banyak berbicara tentang kecaman terhadap ketidakadilan, praktik-praktik bisnis yang curang, penindasan oleh kelompok elit ekonomi dan politik terhadap kelompok yang lemah serta berbagai ketimpangan sosial lainnya.
Tidak mengherankan kalau pada periode Mekah ini pengikut Rasulullah SAW sebagian besar terdiri dari orang-orang yang tertindas dan mengalami ketidakadilan dalam tatanan masyarakat. Mereka merasa dimuliakan di dalam Islam, karena Islam tidak mengenal stratifikasi sosial yang bersifat material dan artifisial. Semua orang sama dalam pandangan Islam. Hanya taqwa yang membedakan kualitas mereka di sisi Allah.
Namun karena jumlah dan kekuatan yang sangat kecil, sejak awal penguasa Mekkan melancarkan penindasan dan permusuhan terhadap Muhammad dan umat Islam, untuk membungkam gerakan Islam. Klimaksnya adalah peristiwa hijrahnya Muhammad bersama pengikut-pengikutnya ke Madinah pada 622 M.
Sebelumnya, di kalangan masyarakat Yatsrib, keberadaan Nabi dan “ajaran baru” yang dibawanya sudah mendapat tempat dan simpati di hati masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan peristiwa Bai'ah al Aqabah setahun sebelum beliau hijrah. Dalam peristiwa tersebut, sebanyak 12 orang penduduk Yatsrib (nama kota Madinah sebelum diganti), pada musim haji, menyatakan keislamannya. Dalam bai'ah tersebut mereka menyatakan bahwa mereka hanya akan menyembah Allah, meninggalkan segala perbuatan jahat dan menaati Nabi Muhammad.
Pada tahun berikutnya, sebanyak 73 orang Yatsrib yang sudah memeluk Islam datang kembali ke Mekah mempertegas pengakuan keislaman mereka dan pembelaan mereka kepada Nabi Muhammad sebagaimana mereka membela istri dan anak-anak mereka sendiri. Dalam kesempatan inilah mereka mengajak Nabi untuk berhijrah ke Madinah. Peristiwa ini dikenal dengan Bay'ah al-Aqabah kedua.
Bay’ah Aqobah memiliki makna khusus dalam konteks aqidah dan politik. Sebagaimana disebutkan oleh Ramli Kabi,
"Kedua bay’ah di atas merupakan proto sosial-politik untuk hijrah ke Madinah dan batu fundamen dalam pembinaan Negara Islam yang pertama. Bai'at ini merupakan aqad (transaksi) yang jelas antara orang-orang itu dengan Nabi Saw, dalam mendirikan Pemerintahan Islam, memberi kekuasaan kepada Nabi SAW, untuk patuh kepada Rasul dalam hal kekuasaannya yang langsung untuk mengatur pemerintahan baru, kewajiban membela dan mempertahankan Rasul, serta kesadaran baru berupa negara dan peraturan-peraturan (Undang-Undang Islam)".
Dua peristiwa bersejarah inilah yang merubah arah perjalanan Nabi Muhammad dan pengikutnya dari kelompok tertindas menjadi kekuatan politik yang kokoh, solid dan disegani. Kedua peristiwa ini juga merupakan titik awal bagi Nabi Muhammad untuk menegakkan supremasi aqidah Islamiyah dan mendirikan Negara Madinah.
Dengan berbasiskan kepada masyarakat muhajirin dan anshar, Nabi Muhammad SAW menghadirkan sebuah kekuatan sosial-politik baru di Jazirah Arabiyah, dengan sebuah nama “Madinah Munawwarah”. Hal yang pertama dilakukan oleh Nabi Muhammad di Madinah dalam rangka pembentukan sebuah negara adalah membuat Piagam Madinah pada tahun Pertama Hijriyah.
Negara Madinah dapat dikatakan sebagai negara dalam pengertian vang sesungguhnya, karena telah memenuhi syarat-syarat pokok pendirian suatu negara; yaitu wilayah, rakyat, pemerintah dan undang-undang dasar. Menurut Munawir Sjadzali, Piagam Madinah sebagai konstitusi Negara Madinah memberi landasan bagi kehidupan bernegara dalam masyarakat yang majemuk di Madinah.
Sekalipun kemudian sejarah mencatat bahwa Piagam Madinah akhirnya tidak berlaku dengan diusirnya kaum Yahudi yang mengkhianati perjanjian tersebut. Itulah hukum Allah, pada awalnya Piagam Madinah mengakomodir kekuatan Yahudi sebagai institusi politik dan komunitas aqidah, namun kemudian Yahudi diusir dan dibuang dari Madinah, sehingga Madinah hanya dikuasai oleh pemerintahan Islam secara tunggal dan dipimpin oleh supremasi wahyu.
Negara Madinah adalah bukti empirik dan fakta historis dari hadirnya konstruksi qiyadah/daulah pada masa Rasulullah SAW. Kehadiran negara ini bukan sekedar “alat/washilah”, namun ia merupakan “washilah suci”, hal mana yang jika ummat Islam bergabung kedalamnya menjadi bukti dari wujudnya aqidah. Sebaliknya siapa yang keluar daripadanya walau sejengkal (syibran) maka itu dimaknai sebagai at-tark ad-diin al-mufariqu li jama’ah, yaitu keluar dari Din atau keluar dari al-jamaah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.