Sujud adalah merundukkan badan dan meletakkan kepala diatas tempat sujud. Pada saat turun dari i’tidal hendaklah bertakbir terlebih dahulu, kemudian badan turun ke alas. Nah, disilah terdapat perbedaan apakah lutut atau tangan dulu yang turun.
Bahwa yang mesti dipahami adalah kedua cara tersebut sesungguhnya dibolehkan berdasarkan kesepakatan para ulama. Namun para ulama berselisih pendapat manakah yang lebih afdhol di antara keduanya. Karena hadits yang membicarakannya hanyalah mengatakan,
إِذَا سَجَدَ أَحَدُكُمْ فَلاَ يَبْرُكْ كَمَا يَبْرُكُ الْبَعِيرُ
“Janganlah salah satu kalian turun untuk sujud sebagaimana bentuk turunnya unta ketika hendak menderum.” (HR. Abu Daud no. 840 dan An Nasai no. 1092).
Adapun lanjutan dari hadits inilah yang menimbulkan perbedaan. Ada tambahan dikatakan,
وَلْيَضَعْ يَدَيْهِ قَبْلَ رُكْبَتَيْهِ
“Hendaknya dia letakkan tangannya sebelum lututnya.”
Versi lain mengatakan,
وَلْيَضَعْ رُكْبَتَيْهِ قَبْلَ يَدَيْهِ
“Hendaknya dia letakkan dua lututnya sebelum dua tangannya.”
Sebuah hadits mengatakan,
عَنْ وَائِلِ بْنِ حُجْرٍ قَالَ : رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ إِذَا سَجَدَ وَضَعَ رُكْبَتَيْهِ قَبْلَ يَدَيْهِ وَإِذَا نَهَضَ رَفَعَ يَدَيْهِ قَبَل رُكْبَتَيْهِ . رواه خمسة إلا الأحمد
Dari Wail bin Hujur radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “ Aku pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila sujud beliau meletakkan kedua lututnya sebelum meletakkan kedua tangannya, dan apabila beliau bangkit, ia angkat kedua tangannya sebelum mengangkat kedua lututnya.” (H.R. Abu Daud, Tirmmidzi, Nasai, Ibnu Majah)
Namun dalam riwayat lain dikatakan sebaliknya. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إذا سجد أحدكم فلا يبرك كما يبرك البعير وليضع يديه قبل ركبتيه
“Apabila salah seorang sujud maka janganlah dia menderum seperti menderumnya unta, dan hendaklah dia meletakkan kedua tangannya sebelum kedua lututnya.” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzy, dan An-Nasa’I, sanadnya dibaguskan oleh An-Nawawy di Al-Majmu’ 3/396, dan dishahihkan oleh Syeikh Al-Albany di Al-Irwa 2/78)
Para ulama berselisih pendapat manakah riwayat tambahan ini yang shahih. Pendapat yang tepat, kedua versi tambahan tersebut adalah riwayat yang goncang, tidak ada satu pun yang sahih. Keduanya idhtirob (goncang), atau lemah. Sehingga riwayat yang valid hanyalah bagian awal hadits yang berbunyi, “Janganlah salah satu kalian turun untuk sujud sebagaimana bentuk turunnya unta ketika hendak menderum”.
Namun untuk memberikan tuntunan kepada ummat, dalam buku ini dipilih pendapat bahwa yang dimaksud larangan turun menderum seperti unta itu adalah turun dengan tangan terlebih dahulu. Sehingga yang lebih tepat ketika turun untuk sujud adalah mendahulukan kedua lutut sebelum tangan. Hadits ini dikuatkan oleh beberapa atsar shahih yang menyatakan bahwa ‘Umar ibn al-Khaththab dan ‘Abdullah ibn Mas’ud radhiyallahu ‘anhuma mendahulukan lutut daripada tangan saat turun untuk sujud.
Hadits ini juga dikuatkan karena ia merupakan hadits yang diamalkan oleh mayoritas ulama. Imam at-Tirmidzi berkata, “Mayoritas ulama beramal dengan hadits ini. Mereka berpendapat dengan meletakkan dua lutut sebelum meletakkan dua tangan, dan ketika bangkit mengangkat dua tangan sebelum dua lutut.”
Pada saat sujud, ada tujuh bagian tubuh yang mengenai tanah, yaitu
وَعَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : أَمَرَ النَّبِيَّىُ , أَنْ يَسْجُدَ , عَلَى سَبْعَةِ أَعْضَاءٍوَلاَيَكُفَّ شَعْرًاوَلاَثَوْبًا,الْجَبْحَةِ, وَالْيَدَيْنِ , وَالرُّكْبَتَيْنِ وَالرِّجْلَيْنِ. رواه البخاري و مسلم
Dan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ’anhu, ia berkata, Nabi shallalla ̅hu ‘alaihi wa sallam memerintahkan supaya (seseorang) sujud dengan tujuh tulang, dan tidak terhalang oleh rambut dan baju, yaitu dahi, dua tangan, dua lutut dan dua kaki”. (H.R. Bukhari dan Muslim)
Pada saat bersujud, tangan membuka seperti bersayap dan kedua tangan itu tidak merebahkan posisinya seperti anjing yang sedang istirahat.
وَعَنْ عَبْدِ اللهِ ابْنِ بُحَيْنَةَ قَالَ : كَانَ رَسُوْلُ اللهِ إِذَا سَجَدَ يُجَنِّحُ فِي سُجُوْدِهِ , حَتَّى يُرَى وَضْحُ إِبْطَيْهِ. متفق عليه
Dan dari Abdullah bin Buhainah, ia berkata, ”Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila sujud (seperti) bersayap dalam sujudnya itu sehingga nampak putihnya kedua ketiaknya”. (H.R. Ahmad, Bukhari dan Muslim)
وَعَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّىَ قَالَ : اِعْتَدِلُوْا فِى السُّجُوْدِ وَ لاَ يَبْسُطُ أَحَدُكُمْ ذِرَاعَيْهِ اِنْبِسَاطَ الْكَلْبِ. رواه البخارى و مسلم
Dan dari Anas RA, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia bersabda, ”Sujudlah kalian dengan lurus, jangan salah seorang di antara kamu membuka kedua lengannya seperti anjing”. (H.R. Bukhari dan Muslim)
Posisi kedua tangan pada saat sujud adalah merenggang dan tapak tangan sejajar dengan pundak.
وَعَنْ أَبِي حُمَيْدٍ فِي صِفَةِ صَلاَةِ رَسُوْلِ اللهِ قَالَ : إِذَا سَجَدَ فَرَّجَ بَيْنَ فَحِذَيْهِ غَيْرَ حَامِلٍ بَطْنَهُ عَلَى شَيْءٍمِنْ فَحِذَيْهِ. رواه أبوداود
Dan dari Abu Humaid, tentang sifat shalatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata, ”Apabila ia (Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) sujud, ia renggangkan (kedua tangannya) antara kedua pahanya, sedikitpun perutnya tidak menyentuh kedua pahanya. (H.R. Abu Dawud)
Posisi tapak tangan ketika sujud adalah sejajar dengan bahu.
وَعَنْ أَبِي حُمَيْدٍ أَنَّ النَّبِيَّى كَانَ إِذَا سَجَدَ أَمْكَنَ أَنْفَهُ وَجَبْهَتَهُ مِنَ الأَرْضِ, وَ نَـحَّى يَدَيْهِ عَنْ جَنْبَيْهِ , وَوَضَعَ كَفَّيْهِ حَذْوَ مَنْكِبَيْهِ.رواه ابوداودوالترمذي
Dan dari Abu Humaid RA, sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila sujud, ia tekankan hidung dan dahinya pada tanah dan ia jauhkan kedua tangannya dari pinggangnya, serta meletakkan kedua tapak tangannya (di atas tanah) sejajar dengan kedua pundaknya”. (H.R. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Nasai disebutkan posisi tapak tangan bisa pula sejajar dengan kedua telinga. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada saat sujud merapatkan jari-jari kedua tangannya dan mengarahkannya ke arah Kiblat. Adapun kedua kakinya berdiri tegak dan jari-jari kaki ditekuk menghadap kiblat. Kedua tumit kaki dirapatkan.
Sujud harus dilakukan dengan tenang (tuma’ninah). Rasululla ̅h shallalla ̅hu ‘alaihi wa sallam pernah memerintahkan orang yang kurang baik dalam shalatnya untuk bersikap tuma’ninah dalam shalatnya.
ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا
”Kemudian sujudlah sehingga engkau tuma’ninah dalam sujud”. (.H.R. Bukhari dan Muslim)
Ketika melakukan sujud yang dibaca adalah do’a-do’a sebagaimana yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beberapa do’a tersebut adalah sebagai berikut:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ :كَانَ رَسُوْلُ اللهِ يُكْثِرُ أَنْ يَقُوْلَ فِى رُكُوْعِهِ وَسُجُوْدِهِ ,سُبْحَانَكَ اَللهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اَللهُمَّ اغْفِرْلِي, يَتَأَوَّلُ الْقُرْآنَ . رواه الجماعة إِلا اترمذى
Dan dari Aisyah RA, ia berkata, “Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam seringkali membaca, “Subhanaka Allahumma wa bihamdika Allahummaghfirli” (Maha suci Engkau ya Allah, rabb kami, dan dengan memuji-Mu ya Allah ampunilah aku) dalam ruku’ dan sujudnya, sebagai menta’wil Al Qur’an”. (H.R. Bukari Muslim)
عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ :صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيِّ فَكَانَ يَقُوْلُ فِيْ رُكُوْعِهِ سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيْمِ,وَ فِيْ سُجُوْدِهِ: "سُبْحَانَ رَبِّيَ اْلأَعْلَى, وَمَامَرَّتْ بِهِ آيَةُ رَحْمَةٍ إِلاَّ وَقَفَ عِنْدَهَايَسْأَلُ , وَلاَ آيَةُ عَذَابٍ إِلاَّ تَعَوَّذَ مِنْهَا. رواه الخمسة وصححه الترمذي
Dari Huzaifah RA, ia berkata, “Aku pernah shalat bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ia membaca dalam ruku’nya, “Subhana rabbiyal azhiim” (Maha suci Rabb-ku Yang Maha Agung), dan dalam sujudnya ia baca “Subhana rabbiyal a’laa” (Maha suci Rabb-ku Yang Maha Tinggi), dan tidaklah ia baca ayat rahmat, melainkan ia berhenti (sebentar) pada ayat tersebut untuk berdoa dan tidak pula ayat azab, melainkan ia minta perlindungan daripadanya”. (H.R. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasai dan Ibnu Majah)
Begitu pula boleh mengucapkan,
سُبْحَانَ رَبِّىَ الأَعْلَى وَبِحَمْدِهِ
“Subhana robbiyal a’laa wa bi hamdih (artinya: Maha Suci Rabbku Yang Maha Tinggi dan pujian untuk-Nya)”. Ini dibaca tiga kali. (HR. Abu Daud no. 870)
Bacaan sujud lainnya yang bisa dibaca,
سُبُّوحٌ قُدُّوسٌ رَبُّ الْمَلاَئِكَةِ وَالرُّوحِ
“Subbuhun qudduus, robbul malaa-ikati war ruuh (artinya: Mahasuci, Maha Qudus, Rabbnya para malaikat dan ruh -yaitu Jibril-).” (HR. Muslim no. 487)
Setelah itu bertakbir bangkit dari sujud tanpa mengangkat tangan. Sebagaimana dalam hadits Muthorrif bin Abdullah, ia berkata,
صَلَّيْتُ خَلْفَ عَلِىِّ بْنِ أَبِى طَالِبٍ – رضى الله عنه – أَنَا وَعِمْرَانُ بْنُ حُصَيْنٍ ، فَكَانَ إِذَا سَجَدَ كَبَّرَ ، وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ كَبَّرَ ، وَإِذَا نَهَضَ مِنَ الرَّكْعَتَيْنِ كَبَّرَ ، فَلَمَّا قَضَى الصَّلاَةَ أَخَذَ بِيَدِى عِمْرَانُ بْنُ حُصَيْنٍ فَقَالَ قَدْ ذَكَّرَنِى هَذَا صَلاَةَ مُحَمَّدٍ – صلى الله عليه وسلم – . أَوْ قَالَ لَقَدْ صَلَّى بِنَا صَلاَةَ مُحَمَّدٍ – صلى الله عليه وسلم –
“Aku dan Imron bin Hushain pernah shalat di belakang ‘Ali bin Abi Tholib radhiyallahu ‘anhu. Jika turun sujud, beliau bertakbir. Ketika bangkit dari sujud, beliau pun bertakbir. Jika bangkit setelah dua raka’at, beliau bertakbir. Ketika selesai shalat, Imron bin Hushain memegang tanganku lantas berkata, “Cara shalat Ali ini mengingatkanku dengan tata cara shalat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Atau ia mengatakan, “Sungguh Ali telah shalat bersama kita dengan shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Bukhari no. 786 dan Muslim no. 393). Hadits ini menunjukkan bahwa takbir intiqol (berpindah rukun) itu dikeraskan. Dan itu juga jadi dalil adanya takbir setelah bangkit dari sujud.
Dalam hadits Abu Hurairah juga disebutkan,
ثُمَّ يُكَبِّرُ حِينَ يَسْجُدُ ، ثُمَّ يُكَبِّرُ حِينَ يَرْفَعُ رَأْسَهُ
“Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertakbir ketika turun sujud. Lalu beliau bertakbir ketika bangkit dari sujud.” (HR. Bukhari no. 789 dan Muslim no. 392).
Adapun tanpa mengangkat ketika turun sujud atau bangkit dari sujud adalah berdasarkan hadits,
وَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَرْكَعَ وَيَصْنَعُهُ إِذَا رَفَعَ مِنَ الرُّكُوعِ وَلاَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ فِى شَىْءٍ مِنْ صَلاَتِهِ وَهُوَ قَاعِدٌ
“Jika beliau ingin ruku’ dan bangkit dari ruku’ (beliau mengangkat tangan). Namun beliau tidak mengangkat kedua tangannya dalam shalatnya saat duduk.” (HR. Abu Daud no. 761, Ibnu Majah no. 864 dan Tirmidzi no. 3423. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.