Pada saat duduk tasyahud ada tiga macam cara melakukan isyarat dengan jari telunjuk Pertama yaitu mengangkat jari telunjuk yang kanan.
وَعَنْ أَبِي ابْنِ عُمَرَ قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, إِذَا جَلَسَ فِى الصَّلاَةِ وَضَعَ يَدَيْهِ عَلَى رُكْبَتَيْهِ , وَرَفَعَ اِصْبِعَهُ الْيُمْنَى الَّتِى تَلِى الإِبْهَامَ فَدَعَا بِهَاوَيَدَهُ الْيُسْرَى عَلَى رُكْبَتِهِ, بَاسِطُهَا عَلَيْهَا. رواه احمد مسلم والنسائى
Dan dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila duduk dalam shalat, ia meletakkan kedua tangannya di atas kedua lututnya dan ia mengangkat jarinya yang kanan yang terletak sesudah ibu jari itu (yakni jari telunjuk), maka ia berdoa dengannya. Sedang tangannya yang kiri di atas lututnya yang kiri pula, ia bentangkan jari-jarinya itu di atas lututnya. (H.R. Ahmad, Muslim dan Nasai)
Kedua, melingkarkan ibu jari pada jari tengah, menggenggam jari manis dan kelingking, serta menunjuk dengan jari telunjuk.
عَنْ وَائِلِ بْنِ حُجْرٍ أَنَّهُ قَالَ : فِي صِفَةِ صَلاَةِ رَسُوْلِ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَعَدَ فَافْتَرَشَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى ,وَوَضَعَ كَفَّهُ الْيُسْرَى عَلَى فَخِذِهِ وَرُكْبَتِهِ الْيُسْرَى وَجَعَلَ حَدَّ مِرْفَقِهِ الأَيْمَنِ عَلَى فَخِذِهِ الْيُمْنَى ,ثُمَّ قَيَضَ ثِنْتَيْنِ مَنْ أَصَابِعِهِ وَحَلَّقَ حَلْقَةً ثُمَّ وَرَفَعَ اِصْبِعَهُ , فَرَأَيْتَهُ يُحَرِّكُهَايَدْعُوْبِهَا. رواه احمد والنسائى وابوداود
Dari Wail bin Hujr, sesungguhnya ia berkata – tentang shifat shalatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sbb, kemudian ia duduk meletakkan telapak tangannya yang kiri di atas pahanya dan lututnya yang kiri pula, sedang batas sikunya yang kanan di atas pahanya yang kanan, kemudian ia menggenggam dua jari-jarinya dan dibentuknya menjadi satu lingkaran, kemudian ia mengangkat jarinya itu, maka kulihat dia menggerak-gerakkannya dan berdoa dengannya. (H.R. Ahmad, Nasai dan Abu Dawud)
Ketiga, menggenggam semua jari dan berisyarat dengan jari telunjuk.
وَفِي لَفْظٍ : كَانَ إِذَا جَلَسَ فِي الصَّلاَةِ وَضَعَ كَفَّهُ الْيُمْنَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُمْنَى وَقَبَضَ أَصَابِعَهُ كُلَّهَا , وَأَشَارَبِإِصْبِعِهِ الّتِى تَلِي الإْبْهَامَ , وَ وَضَعَ كَفَّهُ الْيُسْرَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُسْرَى . رواه احمدومسلم والنسائى
Dan dalam satu lafazh, “Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila duduk dalam shalat ia meletakkan telapak tangannya yang kanan di atas pahanya yang kanan, dan menggenggam semua jari-jarinya, lalu ia berisyarat dengan jarinya yang terletak sesudah ibu jari. Dan ia meletakkan telapak tangannya yang kiri di atas pahanya yang kiri. (H.R. Ahmad, Muslim dan Nasai)
Berkenaan dengan cara berisyarat dengan jari telunjuk terdapat beberapa perbedaan pendapat sebagai berikut. Imam Syafi’i menegaskan bahwa berisyarat dengan jari telunjuk dihukumi sunnah sebagaimana didukung dari berbagai hadits. (Al Majmu’, 3: 301). Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim (5: 73-74), “Berisyarat dengan jari telunjuk dimulai dari ucapan “illallah” dari ucapan syahadat. Berisyarat dengan jari tangan kanan, bukan yang lainnya. Jika jari tersebut terpotong atau sakit, maka tidak digunakan jari lain untuk berisyarat, tidak dengan jari tangan kanan atau pun jari tangan kiri. Disunnahkan pandangan tidak lewat dari isyarat jari tadi karena ada hadits shahih disebutkan dalam sunan Abi Daud yang menerangkan hal ini. Isyarat tersebut dengan mengarah kiblat. Isyarat tersebut sebagai pertanda tauhid dan ikhlas.”
Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa isyarat jari itu ada ketika penafian dalam kalimat tasyahud, yaitu pada kata “laa”. Ketika sampai pada kalimat penetapan (itsbat) yaitu “Allah”, maka jari tersebut diletakkan kembali. Ulama Malikiyah berisyarat kanan dan kiri dari awal hingga akhir shalat. Ulama Hambali berisyarat ketika menyebut nama jalalah “Allah”.
Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah berkata:
وقد سئل ابن عباس عن الرجل يدعو يشير بإصبعه؟ فقال: هو الاخلاص. وقال أنس بن مالك: ذلك التضرع، وقال مجاهد: مقمعة للشيطان. ورأى الشافعية أن يشير بالاصبع مرة واحدة عند قوله (إلا الله) من الشهادة، وعند الحنفية يرفع سبابته عند النفي ويضعها عند الاثبات، وعند المالكية، يحركها يمينا وشمالا إلى أن يفرغ من الصلاة، ومذهب الحنابلة يشير بإصبعه كلما ذكر اسم الجلالة، إشارة إلى التوحيد، لا يحركها.
“Ibnu Abbas ditanya tentang seorang yang memberikan isyarat dengan telunjuknya. Beliau menjawab: ‘Itu menunjukkan ikhlas.’ Anas bin Malik berkata: ‘Itu menunjukkan ketundukan.’ Mujahid berkata: ‘Untuk memadamkan syetan.’ Sedangkan golongan syafi’iyah memberikan isyarat dengan jari hanya sekali yakni pada ucapan Illallah (kecuali Allah) dari kalimat syahadat. Sedangkan menurut golongan hanafiyah, mengangkat jari telunjuk ketika ucapan pengingkaran (laa ilaha/tiada Tuhan) lalu meletakkan lagi ketika ucapan penetapan (Illallah/ kecuali Allah). Sedangka menurut Malikiyah menggerak-gerakan ke kanan dan ke kiri hingga shalat selesai. Sedangkan madzhab Hanabilah (hambali) memberikan isyarat dengan jari telunjuk ketika disebut lafzul jalalah (nama Allah) sebagai symbol tauhid, tanpa menggerak-gerakkannya.”
Memang ada perbedaan pendapat dikalangan ulama tentang apakah ketika berisyarat tersebut, jari digerak-gerakkan atau tidak. Hal ini berpangkal kepada hadits berikut.
Dari Wail Bin Hujr Radhiallahu ‘Anhu, dia berkata:
وَوَضَعَ كَفَّهُ الْيُسْرَى عَلَى فَخِذِهِ وَرُكْبَتِهِ الْيُسْرَى وَجَعَلَ حَدَّ مِرْفَقِهِ الْأَيْمَنِ عَلَى فَخِذِهِ الْيُمْنَى ثُمَّ قَبَضَ اثْنَتَيْنِ مِنْ أَصَابِعِهِ وَحَلَّقَ حَلْقَةً ثُمَّ رَفَعَ إِصْبَعَهُ فَرَأَيْتُهُ يُحَرِّكُهَا يَدْعُو بِهَا
Bahwa Rasulullah meletakkan tangannya yang kiri di atas pahanya dan lututnya yang kiri, dan meletakkan siku kanan di atas paha kanannya, kemudian dia menggenggam jari jemarinya dan membentuk lingkaran. Lalu dia mengangkat jarinya (telunjuk) dan aku melihat dia menggerak-gerakkannya, sambil membaca doa.” (HR. An Nasa’i, Kitab Al Iftitah Bab Maudhi’ Al Yamin minasy Syimali fish Shalah, Juz. 3, Hal. 433 No hadits. 879. Ahmad, Juz.38, Hal. 331, No hadits. 18115)
Syaikh Al-Albani mengomentari hadits ini:
أولا : مكان المرفق على الفخذ. ثانيا : قبض إصبعيه والتحليق بالوسطى والإبهام .ثالثا : رفع السبابة وتحريكها .رابعا : الاستمرار بالتحريك إلى آخر الدعاء
Pertama, tempat siku adalah di paha. Kedua, menggenggam jari jemari dan membentuk lingkaran antara jari tengah dan jempol. Ketiga. Mengangkat jari telunjuk. Keempat. Terus-menerus menggerakkannya sampai akhir do’a.
Sangat berbeda dengan Syaikh Al Albany, Imam Al Baihaqi mengomentari demikian:
يحتمل أن يكون المراد بالتحريك الاشارة بها. لا تكرير تحريكها، ليكون موافقا لرواية ابن الزبير: أن النبي صلى الله عليه وسلم كان يشير بإصبعه إذا دعا لا يحركها. رواه أبو داود بإسناد صحيح.
“Mungkin yang dimaksud dengan menggerakkan itu adalah memberikan isyarat menunjuk, bukan menggerak-gerakkan secara berulang-ulang, agar hadits ini sesuai dengan riwayat dari Ibnu Zubeir, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberikan isyarat dengan jarinya jika dia berdoa tanpa menggerak-gerakkannya.” Diriwayatkan Abu Daud dengan sanad shahih.
Lalu Imam An-Nawawi Rahimahullah mengatakan:
واما الحديث المروى عن ابن عمر عن النبي صلي الله عليه وسلم ” تحريك الاصبع في الصلاة مذعرة للشيطان ” فليس بصحيح قال البيهقى تفرد به الواقدي وهو ضعيف
“Adapun hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar, dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: ‘Menggerakan jari dalam shalat adalah hal yang ditakuti syetan,’ tidaklah shahih. Berkata Al Baihaqi: Al Waqidi meriwayatkannya sendiri, dan dia dha’if.”
Adapun Zaidah bin Qudamah, beliau meriwayatkan hadits dengan lafazh, “Kemudian beliau mengangkat jarinya, maka aku melihat beliau menggerak-gerakkan jarinya lantas beliau berdoa dengannya.” Zaidah rahimahullah bersendirian dalam meriwayatkan hal ini berbeda dengan perawi yang lain. Bedanya beliau adalah karena adanya tambahan lafazh “yuharrikuhaa”, artinya beliau menggerak-gerakkan jarinya. Beliau juga dipandang sebagai orang yang tsiqoh (kredibel) dan muthqin (kokoh hafalannya).
Akan tetapi, mayoritas perawi tidak menyebutkan sebagaimana yang disebutkan oleh Zaidah. Sehingga dari sini kita diamkan tambahan yang dibuat oleh Zaidah yaitu tambahan “yuharrikuhaa”, artinya beliau menggerak-gerakkan jarinya. Zaidah hanya bersendirian dalam meriwayatkan lafazh “yuharrikuha” (beliau menggerak-gerakkan jarinya). Ibnu Khuzaimah rahimahullah berkata, “Tidak ada dalam satu riwayat yang menyebutkan “yuharrikuha” kecuali dari riwayat Zaidah di mana beliau (bersendirian) menyebutkannya.”
Al Baihaqi rahimahullah berkata, “Boleh jadi yang dimaksud dengan yuharrikuha (menggerak-gerakkan jari) adalah hanya berisyarat dengannya, bukan yang dimaksud adalah menggerak-gerakkan jari. Sehingga jika dimaknai seperti ini maka jadi sinkronlah dengan riwayat Ibnu Az Zubair. Wallahu a’lam.” Mushthofa Al ‘Adawi) berkata, “Riwayat Ibnu Az Zubair yang dikeluarkan oleh Muslim hanya menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya berisyarat saja dan tidak disebutkan menggerak-gerakkan jari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.