Menjadikan Al Quran sebagai Sumber Pembentukan Generasi Mulia


1. Salah satu ciri buruk manusia, dan mungkin juga ciri buruk diantara kaum muslimin adalah kebiasaan melempar masalah kepada orang lain, atau mencari kambing hitam untuk dikorbankan. Tidak hanya pada masalah-masalah yang berkenaan dengan unsur-unsur fisik materi tetapi juga unsur-unsur transendental dalam qadha dan qadar Allah SWT.

2. Di dalam Qs. 2.286 Allah SWT tidak akan memberikan beban kepada seseorang kecuali sesuai dengan wus'un-nya. Ayat ini memberikan gambaran kepada kita bahwa segala akibat yang diterima seseorang adalah disebabkan dari aktifitas sebelumnya. Wus'un adalah buah yang dipetik dari tanaman. Wus'un adalah buah dari tanaman yang disemai sebelumnya.

3. Beban tugas yang diterima seseorang adalah karena ia telah menyemai pelaksanaan tugas sebelumnya. Jika seseorang suka mencibir, mencemooh, menjelek-jelekkan orang lain, kelak ia akan menyemai dikemudian hari.

4.

اَفَمَنۡ يَّمۡشِىۡ مُكِبًّا عَلٰى وَجۡهِهٖۤ اَهۡدٰٓى اَمَّنۡ يَّمۡشِىۡ سَوِيًّا عَلٰى صِرَاطٍ مُّسۡتَقِيۡمٍ

"Apakah orang yang merangkak dengan wajah tertelungkup yang lebih terpimpin (dalam kebenaran) ataukah orang yang berjalan tegap di atas jalan yang lurus?" QS. Al-Mulk Ayat 22

Qs. 67:22 ada orang yang berjalan dengan "ketebalan mukanya", ia menyatakan enak karena inderanya menyatakan enak. Dia mengatur pribadi, keluarga, masyarakat dan negara dengan pandangan inderanya, mereka ini seperti layaknya "burung unta". Sebaliknya ada orang yang berjalan pada tatanan konsep yang sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW (sawiyyan 'ala shirotol mustaqim).

5. Sawiyyan artinya selaras. Selaran dengan tatanan konsep yang sudah dibakukan oleh Allah SWT. Kisah orang-orang yang sawiyyan 'ala shirotol mustaqim dapat dilihat dari kisah-kisah shahabat. Kisah-kisah seperti Mush'ab bin Umair, Bilal bin Rabbah, Umar bin Khattab, Hamzah bin Abdul Muthalib dan masih banyak lagi.

6. Para shahabat pada mulanya adalah makhtuq-makhluq Allah yang berjalan dengan "ketebalan mukanya", kehidupan mereka sangat jahiliyyah dengan karakteristik, ciri dan perilaku yang sangat menyimpang dari shirotol mustaqim. Namun ketika mereka bertemu dengan Rasulullah, mengikuti dirosah-dirosah Al Qur'an , mulasamatul qur'an, mulabasatul qur'an, dirosatul qur'an, terjadi perubahan revolutif pada ruhani dan sikap tingkah laku mereka. Hanya beberapa ayat saja yang disampaikan Rasulullah mampu merubah secara drastis dan total kehidupan mereka, amal-amal mereka, akhlaq mereka dan kehidupan mereka keseharian.

7. Sejumlah sahabat yang mengalami perubahan total tersebut pada zaman Rasulullah sehingga membentuk sebuah generasi yang sangat agung, generasi yang tak tertandingi sepanjang zaman.

8. Sekarang bagaimana dengan kaum muslimin muta'akhkhirin ? Sudah berapa banyak kita ta'lim, sudah berapa kali kita khatam al Qur'an, sudah berapa lama kita berjama'ah, namun mengapa belum lahir figur-figur semacam Bilal bin Rabbah, Mush'ab bin Umair, Abdullah bin Umm Maktum, Umar bin Khattab, Aisyah, Khadijah, Fatimah, Ummu Habibah, Asiyah dan lain sebagainya. Dengan demikian maka apalagi dengan hadirnya generasi agung semacam generasi shahabat pada zaman kini.

9. Jadi apa sebabnya belum muncul pribadi-pribadi semacam diatas? Apakah Al Qur'an-nya yang berbeda, tentu tidak mungkin, sebab Allah yang menurunkan Al Qur'an sudah memberikan jaminan akan kesucian Al Qur'an ini dari perubahan-perubahan tekstual (QS. 15:9). Paling tidak ada dua sebab yang melatar belakangi permasalahan ini.

10. Pertama, Cara Pandang Terhadap Al Qur'an. Saat ini jika orang berbicara Al Qur'an maka yang diukirkannya adalah Al Qur'an dalam pengertian teks buku (mushaf). Perhatikan Qs. 25:30 dimana Rasulullah menjerit kepada Allah tentang ditinggalkannya bleid yang disampaikannya selaku pimpinan. Mahjuro berasal dari kata hajaro artinya sesuatu yang ditinggalkan. 

Saat itu belum ada Al Qur'an cetakan, masih terserpih dalam serpihan-serpihan ayat, jadi ayat ini berbicara bukan tentang Al Qur'an dalam pengertian cetakan. Ayatun artinya aturan-aturan, bleid/ketentuan-ketentuan/ maklumat-maklumat. Fish-shudur artinya yang terpancar dari dada orang beriman, dari Rasul selaku penanggung jawab dan pemikul risalah di wilayah dimana ia bertanggung jawab. 

Jadi pengertian Qs. 25:30 adalah fenomena ketika Rasul sebagai pimpinan ditinggalkan bleid dan maklumat-maklumatnya. Sementara sikap ketika menerima maklumat seharusnya seperti yang disebutkan didalam Qs. 7:204. (Kondisi yang sama terjadi dialami bahtera tahun enam lima dan tujuh tujuh, ketika hampir tidak ada satu bata merah pun yang tersedia.)

11. Al Quran sebagai barang cetakan tidak bisa mencelup ruhani sebagai sesuatu yang hidup, barang mati tidak bisa memberikan kehidupan kepada kehidupan itu sendiri. Agar manusia bisa beranjak dari fish-shuthur kepada fish-shudur, agar manusia bia beranjak dari fakultas fikir kepada fakultas dzikir diperlukan adanya washilah, dan hukum mencari washilah ini wajib Qs. 5:35. Ruh yang bisa memberikan kehidupan adalah washilah bukan zat mati seperti barang cetakan. 

Hanya washilah yang bisa menghidupkan ruhani yang hidup. Karena itu pada zaman Rasulullah, para shahabat mengetahui secara persis pentingnya melakukan dirosah dengan Rasulullah, tidak ada shahabat yang ketika sudah datang waktunya untuk dirosah (seperti ketika datangnya ayat baru), mereka menunda-nunda, semuanya berebut untuk duduk didepan Rasulullah mendengarkan taushiyah dan dirosah.

12. Kedua, Cara Pandang Terhadap Tafsir Al Qur'an. Yang disebut dengan tafsir Al Qur'an adalah kebijakan-kebijakan, cara-cara, bleid-bleid dalam rangka menegakkan hukum Allah dan menggapai mardhatillah. Dikalangan shahabat, manakala ada shahabat yang tidak mengetahui tafsir sebuah ayat, maka mereka akan bertanya kepada shahabat yang lain bagaimana penjelasan Rasulullah tentang ayat tersebut, bagaimana konteks ayat tersebut diturunkan sebagai solusi atas permasalahan yang dihadapi Rasulullah, dalam bahasa lain adalah maklumat Rasulullah. Dikalangan sahabat yang disebut tafsir Al Qur'an adalah kebijakan, ucapan dan bleid pimpinan yaitu Muhammad Rasulullah.

13. Tafsir Al Qur'an adalah Shiroh Nabawiyah. Kehidupan Rasulullah adalah kehidupan seorang pembina urnmat, pimpinan jama'ah dan kepala negara dalam membangun masyarakat., jama'ah dan nagara yang dibangunnya. Seluruh ayat yang turun selalu berada dalam konteks ini.

14. Sekarang pertanyaannya, bagaimana kita bisa menemukan konteks ayat atau tafsir sebuah ayat jika belum mempelajari Shiroh Nabawiyah? Sudah berapa buku shiroh yang sudah kita tamatkan, paling tidak ada satu buku shiroh yang perlu kita tamatkan, apakah Munawar Khalil, Muhammad Haikal, Shiroh Nabawiyah atau lainnya. Dengan demikian kita akan mengetahui dan mengenal tafsir ayat dengan tanpa nahwu shorof, balaghah, mantiq atau lainnya.

15. Yang paling berbahaya adalah orang yang menafsirkan ayat dengan ro'yunya sendiri, keluar dari konteks ayat ketika diturunkan, keluar dari konteks shiroh nabi SAW. Apalagi jika ada yang menjadikan ayat sebagai dalil bagi bleid dan kebijakan Thagut. Mereka adalah ahlun naar. Tidak peduli mereka disebut ustad atau ulama sekalipun.

16. Sebuah himbauan program yang perlu dijalankan adalah menggulirkan kajian shiroh nabi didalam majlis ta'lim. Setiap orang ditugaskan membuat resume, catatan dan menyampaikannya kepada forum, dibuat secara bergilir sehingga semuanya mengenal dengan baik Shiroh Nabawiyah tersebut.

17. Setiap warga harus mengambil salah satu figur sahabat. Arti him dalam shirotolladzina an'amta 'alayhim menunjuk kepada orang-orang yang sawiyyan 'ala shirotol mustaqim, yaitu para shahabat. Yang Allah sediakan hanya empat model figur : Nabi, Shiddiqin, Syuhada, Sholihin. Panggilan pada yaumil akhir ketika dibangkitkan adalah furoda, panggilan individual. Jika dipanggil para Nabi, kita jelas bukan Nabi, jika ingin menjadi shiddiqin, maka ikuti karakteristik, amal dan ciri-ciri Abu Bakar, jika ingin menjadi syuhada maka meninggal dimedan perang sebagai syuhada, begitu juga sholihin, ini yang paling "rendah".

18. Ketika dihari akhir diserukan kepada Anbiyaullah dan Rasulullah maka hadirlah Adam AS sampai Rasulullah SAW, ketika diserukan Shiddiqin maka hadirlah Abu Bakar dan orang-orang yang

19. Pilih sejak sekarang, kita hendak menjadi apa, menjadi Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Hamzah, Abdurrahman bin Auf, Bilal, Amr, dan lainnya atau Khadijah, Sumayyah, Fatimah,, Aisyah, Ummu Habibah, Asiyah, atau lainnya. Para aimmah wajib memiliki catatan tentang figur-figur shahabat yang dipilih anggotanya. Setiap muslim yang sudah mengambil figur sahabat harus meneliti apa karakteristik, ciri-ciri dan amal-amal yang dilakukan shahabat figurnya tersebut, diinfentarisir dan dilihat kemajuannya sudah berapa banyak item/point yang dimilikinya. Aimmah juga harus melakukan monitoring dan evaluasi mingguan dari mereka yang berada dibawah tanggung jawabnya, seberapa banyak kemajuan yang dicapai anggotanya, atau mungkin juga terjadi kemunduran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.