1. Syarat Wajib
a. Muslim
Shaum hanya dilaksanakan oleh muslim. Orang kafir amalannya tertolak walaupun dia banyak mengamalkan ibadah.
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الإسْلامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ (٨٥)
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS Aali ‘Imraan 3:85)
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ (٦٥)
“Dan Sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu Termasuk orang-orang yang merugi.” (Qs 39:65)
Berkenaan dengan keislaman ini, ada sedikit perbedaan antara al-Hanafiyah dengan jumhur ulama. Al-Hanafiyah berpendapat bahwa status keislaman bukan syarat wajib, sedangkan jumhur ulama berpendapat bahwa status keislaman merupakan syarat sah.
b. Baligh
artinya telah sampai pada usia tertentu dimana bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Mereka yang belum sampai pada usia baligh seperti anak kecil tidak mendapat kewajiban shaum Ramadhan. Setiap orang tua muslim hendaknya sudah membiasakan dan mengajarkan anaknya untuk melaksanakan shaum sejak usia 7 tahun.
عَنْ عَمْرِوبْنِ شُعَيْبٍ عَنْ اَبِيْهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم مُرُوْا صِبْيَانَكُمْ بِالصَّلاَةِ لِسَبْعِ سِنِيْنَ وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا لِعَشْرِسِنِيْنَ وَفَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ.رواه احمد وابوداود
Dari Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari datuknya, ia berkata, ” Rasululla ̅h shallalla ̅hu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Perintahlah anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat ketika mereka berumur tujuh tahun, pukullah mereka (karena enggan mengerjakan shalat) pada saat mereka berusia sepuluh tahun, dan pisahkanlah mereka dalam tempat tidur mereka”. (H.R. Ahmad dan Abu Dawud) (HR. Abu Daud no. 495)
حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ أَنْبَأَنَا يُونُسُ عَنِ الْحَسَنِ عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ عَنْ الصَّغِيرِ حَتَّى يَبْلُغَ وَعَنْ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنْ الْمُصَابِ حَتَّى يُكْشَفَ عَنْهُ
Telah menceritakan kepada kami Hutsaim telah memberitakan kepada kami Yunus dari Al Hasan dari Ali radhialla ̅hu ‘anhu aku mendengar Rasululla ̅h shallalla ̅hu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Diangkat pena dari tiga hal; anak kecil sampai dia mencapai akil baligh, orang yang tertidur sampai dia terjaga dan orang yang sakit (gila) sampai dia sembuh." (HR Ahmad No.896)
c. Berakal
Berakal disini maksudnya adalah mampu untuk berfikir. Sudah menjadi ijma’ ulama bahwa orang gila adalah orang yang tidak berakal, sehingga orang gila tidak diwajibkan melaksanakan shaum.
حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ أَنْبَأَنَا يُونُسُ عَنِ الْحَسَنِ عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ عَنْ الصَّغِيرِ حَتَّى يَبْلُغَ وَعَنْ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنْ الْمُصَابِ حَتَّى يُكْشَفَ عَنْهُ
Telah menceritakan kepada kami Hutsaim telah memberitakan kepada kami Yunus dari Al Hasan dari Ali radhialla ̅hu ‘anhu aku mendengar Rasululla ̅h shallalla ̅hu ‘alaihi wa sallam: "Diangkat pena dari tiga hal; anak kecil sampai dia mencapai akil baligh, orang yang tertidur sampai dia terjaga dan orang yang sakit (gila) sampai dia sembuh." (HR Ahmad No.896)
d. Sehat
Orang yang sakit tidak diwajibkan untuk shaum Ramadhan, namun apabila ia sudah sehat maka ia wajib menggantinya di hari lain.
وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
“ ... dan Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. ...” (Qs AL Baqarah 2:185)
3. Mampu
Shaum Ramadhan hanya dikerjakan bagi mereka yang mampu mengerjakannya. Adapun orang yang tidak mampu mengerjakannya, seperti orang sangat lemah atau orang tua jompo, maka mereka tidak wajib mengerjakannya.
وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ
“... dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi Makan seorang miskin. “(Qs AL Baqarah 2:184)
e. Tidak dalam perjalanan
Orang yang sedang dalam perjalanan tidak wajib shaum, namun ia harus menggantinya di hari lain. Perjalanan yang dimaksud disini adalah perjalanan yang memiliki ketentuan-ketentuan sendiri.
وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
“ ... dan Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. ...” (Qs Al Baqarah 2:185)
و حَدَّثَنِي أَبُو الطَّاهِرِ وَهَارُونُ بْنُ سَعِيدٍ الْأَيْلِيُّ قَالَ هَارُونُ حَدَّثَنَا و قَالَ أَبُو الطَّاهِرِ أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي عَمْرُو بْنُ الْحَارِثِ عَنْ أَبِي الْأَسْوَدِ عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ أَبِي مُرَاوِحٍ عَنْ حَمْزَةَ بْنِ عَمْرٍو الْأَسْلَمِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَجِدُ بِي قُوَّةً عَلَى الصِّيَامِ فِي السَّفَرِ فَهَلْ عَلَيَّ جُنَاحٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هِيَ رُخْصَةٌ مِنْ اللَّهِ فَمَنْ أَخَذَ بِهَا فَحَسَنٌ وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَصُومَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ
Telah menceritakan kepadaku Abu Thahir dan Harun bin Sa'id Al Aili -Harun berkata- Telah menceritakan kepada kami -sementara Abu Thahir berkata- telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb telah mengabarkan kepadaku Amru bin Harits dari Abul Aswad dari Urwah bin Zubair dari Abu Murawih dari Hamzah bin Amru Al Aslami radhialla ̅hu ‘anhu, bahwa ia berkata, "Wahai Rasulullah, aku kuat untuk berpuasa dalam perjalanan. Berdosakah jika aku berpuasa?" Rasululla ̅h shallalla ̅hu ‘alaihi wa sallam menjawab: "Berbuka puasa saat dalam perjalanan merupakan rukhshah (keringanan) dari Allah. Siapa yang mengambilnya maka itu adalah baik, namun siapa yang lebih suka untuk berpuasa, maka tidak ada dosa atasnya." (HR Muslim No.1891)
f. Suci dari haid dan nifas
Untuk wanita ada syarat tersendiri yaitu suci dari haid dan nifas, wanita yang masih haidh dan nifas tidak wajib berpuasa. Dan apabila dikerjakan maka haram hukumnya.
و حَدَّثَنَا عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ عَاصِمٍ عَنْ مُعَاذَةَ قَالَتْ سَأَلْتُ عَائِشَةَ فَقُلْتُ مَا بَالُ الْحَائِضِ تَقْضِي الصَّوْمَ وَلَا تَقْضِي الصَّلَاةَ فَقَالَتْ أَحَرُورِيَّةٌ أَنْتِ قُلْتُ لَسْتُ بِحَرُورِيَّةٍ وَلَكِنِّي أَسْأَلُ قَالَتْ كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلَا نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلَاةِ
Dan telah menceritakan kepada kami Abd bin Humaid telah mengabarkan kepada kami Abdurrazzaq telah mengabarkan kepada kami Ma'mar dari Ashim dari Mu'adzah dia berkata, "Saya bertanya kepada Aisyah seraya berkata, 'Kenapa gerangan wanita yang haid mengqadha' puasa dan tidak mengqadha' shalat? ' Maka Aisyah menjawab, 'Apakah kamu dari golongan Haruriyah? ' Aku menjawab, 'Aku bukan Haruriyah, akan tetapi aku hanya bertanya.' Dia menjawab, 'Kami dahulu juga mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk mengqadha' puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha' shalat'." (HR Muslim No.508)
2. Syarat Sah
Syarat sah adalah hal-hal yang menjadi syarat atas sahnya shaum.
a. Niat
Niat adalah keinginan yang kuat dalam hati untuk melaksanakan sesuatu. Niat tempatnya di dalam hati bukan pada lidah. Seseorang yang melafazkan niat di lidahnya belum tentu berniat dalam hatinya. Adapun seseorang yang meniatkan dalam hatinya, sekalipun tidak dilafazkan, maka ia sudah berniat.
Niat shaum harus sudah ditanamkan sejak malam hari sebelum subuh, ini merupakan syarat mutlak. Bila seseorang shaum Ramadhan lupa atau tidak berniat maka shaum nya tidak sah dan wajib di qadha. Berbeda dengan shaum sunnah yang boleh diniatkan pada pagi hari karena tidak adanya makanan. Niat shaum hanya untuk satu jenis shaum saja, tidak boleh untuk dua jenis shaum.
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ مَخْلَدٍ الْقَطَوَانِيُّ عَنْ إِسْحَقَ بْنِ حَازِمٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي بَكْرِ بْنِ عَمْرِو بْنِ حَزْمٍ عَنْ سَالِمٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ حَفْصَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا صِيَامَ لِمَنْ لَمْ يَفْرِضْهُ مِنْ اللَّيْلِ
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah berkata, telah menceritakan kepada kami Khalid bin Makhlad Al Qathawani dari Ishaq bin Hazim dari Abdullah bin Abu Bakr bin Amru bin Hazm dari Salim dari Ibnu Umar dari Hafshah ia berkata, " Rasululla ̅h shallalla ̅hu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Tidak ada puasa bagi yang tidak berniat di waktu malam. " (HR Ibnu Majah No.1690)
أَخْبَرَنِي الْقَاسِمُ بْنُ زَكَرِيَّا بْنِ دِينَارٍ قَالَ حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ شُرَحْبِيلَ قَالَ أَنْبَأَنَا اللَّيْثُ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَيُّوبَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ عَنْ حَفْصَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ لَمْ يُبَيِّتْ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ
Telah mengabarkan kepadaku Al Qasim bin Zakaria bin Dinar dia berkata; telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Syurahbil dia berkata; telah memberitakan kepada kami Al Laits dari Yahya bin Ayyub dari 'Abdullah bin Abu Bakr dari Salim bin 'Abdullah dari 'Abdullah bin 'Umar dari Hafshah dari Nabi shallalla ̅hu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: "Barangsiapa yang tidak berniat puasa pada malam hari sebelum terbit fajar, tidak ada puasa baginya." HR Nasai No.2291)
عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللهِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ حَفْصَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ لَمْ يُجْمِعْ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ
Dari Salim bin Abdullah dari ayahnya dari Hafshah dari Nabi Shallallaahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: " Barangsiapa yang belum niat sebelum fajar maka puasanya tidak sah". (HR Tirmidzi No.662, Abu Daud No. 2098)
b. Muslim
Para ulama menempatkan keislamam bukan hanya sebagai syarat wajib tetapi juga menjadi syarat sah shaum Ramadhan.
c. Suci dari haidh dan nifas
Berkata Aisyah
قَالَتْ كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلَا نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلَاةِ
'Kami dahulu juga mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk mengqadha' puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha' shalat'." (HR Muslim No.508)
Para ulama sepakat bahwa wanita yang nifas sama hukumnya dengan wanita yang haidh.
d. Pada hari-hari yang diperboleh shaum
Shaum hanya diperbolehkan pada hari-hari tertentu. Sehingga apabila shaum dilaksanakan di hari-hari yang terlarang maka shaumnya tidak sah. Hari yang terlarang shaum adalah:
Hari Idul Fithri
Hari Idul Adha
Hari-hari Tasyrik
Termasuk terlarang untuk melaksanakan shaum khusus hanya pada hari jumat.
حَدَّثَنَا أَبُو الْوَلِيدِ وَعَفَّانُ قَالَا ثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ إِيَادِ بْنِ لَقِيطٍ سَمِعْتُ إِيَادَ بْنَ لَقِيطٍ يَقُولُ سَمِعْتُ لَيْلَى امْرَأَةَ بَشِيرٍ تَقُولُ إِنَّ بَشِيرًا سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَصُومُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَلَا أُكَلِّمُ ذَلِكَ الْيَوْمَ أَحَدًا فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَصُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ إِلَّا فِي أَيَّامٍ هُوَ أَحَدُهَا أَوْ فِي شَهْرٍ وَأَمَّا أَنْ لَا تُكَلِّمَ أَحَدًا فَلَعَمْرِي لَأَنْ تَكَلَّمَ بِمَعْرُوفٍ وَتَنْهَى عَنْ مُنْكَرٍ خَيْرٌ مِنْ أَنْ تَسْكُتَ
Telah menceritakan kepada kami Abu Al Walid dan 'Affan, keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami 'Ubaidullah bin Iyad bin Laqith, ia berkata; Saya mendengar Iyad bin Laqith berkata; saya mendengar Laila, istri Basyir berkata; Basyir bertanya kepada Nabi shallalla ̅hu ‘alaihi wa sallam; 'Bolehkan saya puasa pada hari jum'at dan tidak berbicara pada hari itu pada siapa pun.' Nabi Shallallahu'alaihi wasallam bersabda; "Jangan puasa khusus hari jum'at, kecuali puasa beberapa hari dan jumat menjadi salah satunya atau puasa sebulan. Adapun masalahmu engkau berniat tidak berbicara kepada siapa pun, sungguh bila kau berbicara kebaikan dan mencegah kemungkaran itu lebih baik dari pada diam." (HR Ahmad No.20948)
Juga terlarang melaksanakan shaum pada hari syak (ragu) yaitu satu atau dua hari menjelang Ramadhan. Hal ini akan dijelaskan secara khusus.
Adapun untuk wanita terlarang untuk shaum sunnah kecuali mendapat izin dari suaminya.
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ حَدَّثَنَا مَعْمَرٌ عَنْ هَمَّامِ بْنِ مُنَبِّهٍ قَالَ هَذَا مَا حَدَّثَنَا أَبُو هُرَيْرَةَ عَنْ مُحَمَّدٍ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ أَحَادِيثَ مِنْهَا وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَصُمْ الْمَرْأَةُ وَبَعْلُهَا شَاهِدٌ إِلَّا بِإِذْنِهِ وَلَا تَأْذَنْ فِي بَيْتِهِ وَهُوَ شَاهِدٌ إِلَّا بِإِذْنِهِ وَمَا أَنْفَقَتْ مِنْ كَسْبِهِ مِنْ غَيْرِ أَمْرِهِ فَإِنَّ نِصْفَ أَجْرِهِ لَهُ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Rafi' telah menceritakan kepada kami Abdurrazaq telah menceritakan kepada kami Ma'mar dari Hammam bin Munabbih ia berkata; ini adalah hadits yang telah diceritakan oleh Abu Hurairah kepada kami, dari Muhammad Rasulullah shallalla ̅hu ‘alaihi wa sallam -ia pun menyebutkan beberapa hadits, di antaranya adalah- Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Seorang wanita janganlah berpuasa (sunnah) ketika suaminya ada, kecuali dengan seizinnya. Dan jangan pula ia membolehkan orang lain masuk ke rumahnya melainkan dengan izin suaminya. Dan sesuatu yang disedekahkan oleh sang isteri dari usaha suaminya tanpa perintah suami, maka setengah dari pahala sedekah itu bagi suaminya."(HR Muslim No.1704)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.