Tuntunan Menguburkan Janazah

 

1. Mengantarkan Janazah

Sunnah-sunnah Rasulullah SAW dalam mengantarkan janazah adalah sebagai berikut :

a. Berjalan relatif cepat membawa janazah, tetapi tidak dengan lari-lari.

عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَرَسُوْلُ اللهِ ص.م. أَسْرشعُوْا بٍالْجنَازَةِ,فَإِنْ كَانَتْ صَالِحَةً قَرَّبْتُمُوْهَا اِلَى الْخَيْرِ,وَاِنْ كَانَتْ غَيْرَ ذَالِكَ فَشَرٌّ تَضَعُوْنَهُ عَنْ رِقَابِكُمْ. 

“Dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Cepatkanlah janazah itu, karena kalau itu orang yang saleh maka berarti kamu mendekatkannya kepada kebaikan, dan kalau ia tidak demikiran, maka berarti keburukan telah kamu lepaskan dari pundakmu”. HR Bukhari dan Muslim


وَعَنْ مَحْمُوْدِبْنِ لَبِيْدٍ عَنْ رَافِعٍ, قَالَ:اَسْرَعَ النَّبِيُّ ص.م. حَتَّى تَقَطَّعَتْ نِعَالُنَا يَوْمَ مَاتَ سَدُبْنُ مُعَاذٍ.

“Dan dari Mahmud bin Labid dari Rafi’ ia berkata, “Nabi SAW pernah berjalan cepat ketika hari matinya Sa’id bin Muadz sehingga sandal-sandal kami putus”. HR Bukhari


b. Membawa janazah dengan keranda. 

Membawa janazah dapat dilakukan dengan bermacam cara, baik dengan berjalan maupun dengan berkendaraan. Semuanya bertujuan untuk mempercepat membawa janazah sampai ke pekuburan. Jika membawa sambil berjalan, maka dengan meletakkan janazah di atas pundak di semua sisinya, ini disebut dengan Tarbii’. 


عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ قَالَ : مَنِ اتَّبَعَ جَنَازَةً فَلْيَحْمِلْ بِجَوَانِبِ السَّرِيْرِ كُلِّهَا,فَإِنَّهُ مِنَ السُّنَّةِ, ثُمَّ اِنْ شَاءَ فَلْيَطَوَّعْ , وَاِنْ شَاءَ 

فَلْيَدَعْ.

 “Dari Ibnu Mas’ud ia berkata, “Siapa yang mengantarkan janazah maka bawalah pada sisi-sisi usungannya semuanya karena begitulah menurut sunnah (Nabi SAW), kemudian siapa suka kerjakanlah dengan sukarela dan barangsiapa tidak, maka tinggalkanlah”. HR Ibnu Majah


Adapun bentuk keranda yang seperti sekarang ini adalah berasal dari sebuah riwayat bahwa Fatimah puteri Rasulullah SAW adalah perempuan pertama yang dibuatkan penutup keranda seperti kubah tersebut atas perintahnya sendiri. Pada awalnya Mukibbah dibuat dari batang kayu atau pelepah kurma atau batang tumbuhan, melengkung seperti kubah diatas keranda dan diatasnya ditutupi kain. 

Jadi Mukibbah adalah tutup keranda berbentuk cekung seperti kubah, dan diletakkan diatas keranda perempuan lalu ditutupi kain agar janazah perempuan tertutup dari pandangan manusia. Namun dalam perkembangannya, janazah laki-laki juga ditutupi mukibbah ini. 


c. Berdiri ketika janazah lewat.

Ketika janazah diusung, disunnahkan bagi yang mengirinya atau melihatnya untuk berdiri.

عَنِ ابْنِ عُمَرَ عَنْ عَامِرِبْنِ رِبِيعَةَ عَنِ النَّبِيِّ ص.م. قَلَ : اِذَا رَأَيْتُمُ الْجَنَازَةَ فَقُوْمُوْالَهَا,حَتَّى تَخَلِّفَكُمْ اَوْ تُوْضَعَ.

“Dari Ibnu Umar dari Amir bin Rabi’ah dari Nabi SAW, ia bersabda, “Apabila kamu melihat janazah maka berdirilah untuk menghormatinya sehingga janazah meninggalkan kamu atau diletakkan”. HR Bukhari dan Muslim


d. Tidak boleh mengiringi janazah dengan ratapan (suara), api atau apa saja yang bertentangan dengan syariat. 

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ : نَهَى رَسُوْلُ اللهِ ص.م. أَنْ تُتَّبِعَ جَنَازَةً مَعَهَا رَانَةٌ.

“Dari Ibnu Umar ia berkata, “Rasulullah SAW melarang diantarkannya janazah dengan diiringi suatu ratapan”. HR Ahmad dan Ibnu Majah


e. Mengiringi janazah dengan berjalan dan berkendaraan. 

وَعَنْ اَبِيْ بَرْدَةْ قَالَ : اَوْصَى اَبُوْ مُوْسَى حِيْنَ حَضَرَهُ الْمَوْتُ فَقَالَ : لاَتَتَّبِعُوْنِيْ بِمَجْمَرٍ . قَالُوْا اَوَسَمِعْتَ فِيْهِ شَيْئًا؟ قَالَ : نَعَمْ , مِنْ رَسُوْلِ اللهِ ص.م.

“Dan dari Abi Burdah ia berkata, “Abu Musa ketika akan mati berwasiat, lalu ia berkata (yaitu), “Janganlah kamu mengantarkan (janazah)-ku dengan membawa pedupaan. Teman-temannya bertanya, “Apakah hal itu pernah kamu dengar dari Rasulullah SAW ? Ia menjawab, “Ya (aku dengar) dari Rasulullah SAW”. HR Ibnu Majah


وَعَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ رَأَى النَّبِيَّى ص.م. وَأَبَابَكْرٍ وَعُمَرَ يَمْشُوْنَ اَمَامَ الْجَنَازَةِ.

“Dan dari Ibnu Umar bahwa ia pernah melihat Nabi SAW, Abu Bakar dan Umar berjalan di depan janazah”. HR Imam yang Lima

Bagi yang berkendaraan untuk mengiringi di belakang janazah. Namun ada beberapa situasi khusus di daerah-daerah tertentu dimana sering terjadi kemacetan kendaraan bermotor. Untuk situasi itu, kendaraan yang mengiringi janazah perlu berada di depan, agar kendaraan yang membawa janazah tidak terjebak kemacetan dan pada akhirnya proses pengurusan (penguburan) janazah menjadi tersendat atau terhalang. 


Dari Mughiroh bin Syu’bah, dari Nabi SAW bahwa beliau bersabda,

الرَّاكِبُ (يَسِيْرُ ) خَلْفَ الْجَنَازَةِ , وَالْمَاشِى حَيْثُ شَاءَ  مِنْهَا(خَلْفَ,وَأَمَامَهَا, وَعَنْ يَمِيْنِهَا, وَعَنْ يَسَارِهَا,قَرِيْبًا مِنْهَا)  وَالطِّفْلُ يُصَلَّى عَلَيْهِ (وَيُدْعَى لِواَلِدَيْه بِالْمَغْفِرَةِ وَالرَّحْمَةِ)

“Bagi yang berkendaraan, mengiringi di belakang janazah, sedangkan bagi yang berjalan kaki, berjalan di sisi mana saja yang dia kehendaki darinya (di belakangnya, di depannya, di sisi kanannya, di sisi kirinya, ataupun juga yang dekat dengannya). Janazah anak kecil di shalati, (dan kedua orang tuanya di doakan semoga mendapat ampunan dan rahmat)”. HR Abu Daud, Tirmidzi, Ahmad dan Nasai


f. Jika mengiringi janazah, janganlah ia duduk sehingga janazah diletakkan di tanah. 

Dari Mughiroh bin Syu’bah, dari Nabi SAW bahwa beliau bersabda,

الرَّاكِبُ (يَسِيْرُ ) خَلْفَ الْجَنَازَةِ , وَالْمَاشِى حَيْثُ شَاءَ  مِنْهَا(خَلْفَ,وَأَمَامَهَا, وَعَنْ يَمِيْنِهَا, وَعَنْ يَسَارِهَا,قَرِيْبًا مِنْهَا)  وَالطِّفْلُ يُصَلَّى عَلَيْهِ (وَيُدْعَى لِواَلِدَيْه بِالْمَغْفِرَةِ وَالرَّحْمَةِ)

“Bagi yang berkendaraan, mengiringi di belakang janazah, sedangkan bagi yang berjalan kaki, berjalan di sisi mana saja yang dia kehendaki darinya (di belakangnya, di depannya, di sisi kanannya, di sisi kirinya, ataupun juga yang dekat dengannya). Janazah anak kecil di shalati, (dan kedua orang tuanya di doakan semoga mendapat ampunan dan rahmat)”. HR Abu Daud, Tirmidzi, Ahmad dan Nasai

عَنْ اَبِيْ سَعِيْدٍ قَالَ:قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص.م. اِذَا رَأَيْتُمُ الْجَنَازَةَ فَقُوْمُوْا لَهَا,فَمَنِ اتَّبَعَهَافَلاَيَجْلِسْ حَتَّى تُوْضَعَ.

“Dari Abi Sa’id ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “Apabila kamu melihat janazah maka berdirilah untuk (menghormati) dia, tetapi siapa yang mengantarkannya maka hendaklah dia tidak duduk sehingga janazah itu diletakkan”. HR Bukhari dan Muslim


g. Kaum perempuan hendaknya tidak boleh mengiringi janazah. 

عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : نُهِيْنَاعَنِ اتَّبَاعِ الْجَنَائِزِ وَلَمْ يُعْزَمْ عَلَيْنَا.

“Dari Ummu Athiyah RA, dia berkata, Kami dilarang mengantar jenazah namun Beliau tidak menekankan hal tersebut kepada kami.” HR Bukhari Muslim


2. Menguburkan Janazah

a. Waktu mengubur. 

لَمَّا دَخَلَ رَسُوْلُ اللهِ ص.م. الْمَدِيْنَةَ جَمَعَ النِّسَاءَ فِيْ بَيْتٍ ثُمَّ بَعَثَ اِلَيْنَا عُمَرَ فَقَالَ : اِنِّي رَسُوْلُ اللهِ إِلَيْكُنَّ بَعَثَنِيْ إِلَيْكُنَّ لاُبَايِعُكُنَّ عَلَى أَنْ لاَتُشْرِكْنَ بِاللهِ شَيْئًا.

“Ketika Rasuylullah SAW memasuki Madinah, maka beliau mengumpulkan para wanita di suatu rumah, kemudian mengutus Umar kepada kami dan berkata, “Sesungguhnya aku adalah utusan Rasulullah SAW kepada kalian. Beliau SAW telah mengutusku kepada kalian untuk membai’at agar kalian tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatupun. Di akhir hadits ini disebutkan, “Dan kami diperintah pada hari Id untuk mengeluarkan gadis-gadis pingitan. Lalu beliau SAW melarang kami  keluar mengantarkan janazah”. HR Ath Thabrani

عَنِ الشَّعْبِيِّى عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : مَاتَ اِنْسَانٌ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص.م. يَعُوْدُهُ فَمَاتَ بِاللَّيْلِ, فَدَفَنُوْهُ لَيْلاً, فَلَمَّااَصْبَحَ اَخْبَرُوْهُ,فَقَالَ : مَامَنَعَكُمْ أَنْ تُعْلِمُوْنِيْ؟.قَالُوْاكَانَ اللَّيْلُ فَكَرِهْنَا-كَانَتْ ظُلْمًا-أَنْ نَشُقَّ عَلَيْكَ. فَأَتَى قَبْرَهُ فَصَلَّى عَلَيْهِ قَالَ البُخَارِيُّ: وَدُفِنَ اَبُوْبَكْرٍ لَيْلاً.

“Dari As Sya’abi dari Ibnu Abbas ia berkata, “Ada seseorang meninggal dunia pada malam hari yang baru saja ia dijenguk oleh Rasulullah SAW pada malam itu juga, lalu mereka tanam pada malam itu, kemudian setelah pagi harinya mereka memberitahukan kepada Rasulullah SAW, lalu ia bertanya, “Apa yang menghalangi kamu tidak memberitahukan aku ?” Mereka menjawab, “Karena waktu malam kami kurang enak sedang malam itu gelap. Kami kuatir menyusahkan engkau. Kemudian Rasulullah SAW datang ke kuburnya lalu ia menshalatinya”. 

Mengubur mayat diperbolehkan pada waktu siang hari atau malam hari. Para sahabat yang dikubur pada waktu malam diantaranya adalah Abu Bakar, Utsman, Aisyah, Ibnu Mas’ud dan Fatimah ra. HR Bukhari dan Ibnu Majah

Namun ada tiga waktu yang tidak diperbolehkan mengubur mayat. 

a. Tepat waktu terbitnya matahari sampai ia naik

b. Ketika tepat tengah hari sehingga ia tergelincir

c. Ketika hampir terbenamnya matahari sampai ia terbenam

Waktu-waktu diatas sangat singkat, sehingga menunggu sebentar saja insya Allah tidak berpengaruh terhadap janazah. 


b. Mendalamkan dan meluaskan kubur. 

ثَلاَثُ سَاعَاتٍ كَانَ النَّبِيُّ ص.م. يَنْهَانَا أَنْ نُصَلِّى فِيْهِنَّ أَوْ نَقْبُرَ فِيْهِنَّ مَوْتَاتًا:حِيْنَ تَطْلَعُ الشَّمْسُ بَازِغَةً حَتَّ تَرْفِعَ , وَحِيْنَ يَقُوْمُ قَائِمُ الظَّاهِيْرَةِ حَتَّى تَمِيْلَ الشَّمْسُ,وَحِيْنَ تَضَيَّفُ الشَّمْسُ لِلْغُرُوْبِ حَتَّى تَغْرَبُ.

“Ada tiga saat pada waktu itu kami dilarang oleh Nabi SAW buat melakukan shalat atau menguburkan mayat, yaitu tepat waktu terbitnya matahari sampai ia naik, ketika tepat tengah hari sehingga ia tergelincir dan ketika hampir terbenamnya matahari sampai ia terbenam”. . HR Ahmad dan Muslim

عَنْ رَجُلٍ مِنَ الاَْنْصَارِ قَالَ : خَرَجْنَا فِيْ جَنَازَةٍ فَجَلَسَ رَسُوْلُ الله ص.م. عَلَى حَفِيْرَةٍ الْقَبْرِ, فَجَعَلَ يُوْصِّى الْحَافِرَ وَيَقُوْلُ : أَوْسِعْ مِنْ قِبَلِ الرَّأْسِ , وَأَوْسِعْ مِنْ قِبَلِ الرِّجْلَيْنِ , رُبَّ عَذْقٍ لَهُ فِى الْجَنَّةِ.

“Dari seorang laki-laki golongan Anshar ia berkata, “Kami pernah keluar (mengantar) janazah, lalu Rasulullah SAW duduk di tepi lobang kubur, kemudian ia memesan kepada penggali sambil bersabda, “Luaskanlah pada bagian kepala, dan luaskan juga pada bagian kedua kaki. Ada beberapa korma baginya di surga”. HR Ahmad dan Abu Daud


c. Membuat lahad. 

وَعَنْ هِشَامِ بْنِ عَامِرٍ قَالَ : شَكَوْنَا اِلَى رَسُوْلِ اللهِ ص.م. يِوْمَ اُحُدٍ , فَقُلْنَا:يَارَسُوْلَ اللهِ , الْحَفْرُ عَلَيْنَا لِكُلِّ اِنْسَانٍ شَدِيْدٌ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص.م. أَعْمِقُوْا وَاحْفِرُوْا,وَأَحْسِنُوْا,وَادْفِنُوْاالاِْثْنَيْنِ وَالثَّلاَثَةِ فِى قَبْرٍ وَاحِدٍ قَالُوْا : فَمَنْ يُقَدَّمُ يَارَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ : قَدِّمُوْا اَكْثَرَهُمْ قُرْآنًا,وِكَانَ اًبِيْ ثَالِثَ ثَلاَثَةٍ فِ قَبْرٍ وَاحِدٍ.

“Dan dari Hisyam bin Amir ia berkata, “Kami pernah memberitahukan kepada Rasulullah SAW pada hari Perang Uhud, yaitu kami berkata, “Ya Rasulullah, menggali untuk setiap orang adalah berat sekali bagi kami. Kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Galilah dan dalamkanlah, baguskanlah dan tanamlah dua atau tiga orang di dalam satu liang kubur”. Mereka bertanya, “Siapa yang harus didahulukan ya Rasulullah ?” Ia menjawab, “Dahulukanlah orang yang paling banyak hafal AL Quran”. Sedang ayahku adalah termauk orang ketiga dari tiga orang yang ditanamkan dalam satu kubur”. HR Nasai dan Tirmidzi

وَعَنْ اَنَسٍ قَالَ : لَمَّا تُوُفِّيَ رَسُوْلُ اللهِ ص.م. كَانَ رَجُلٌ  يَلْحَدُ,وَآخَرُ يَضْرَحُ,فَقَالُوْا : نَسْتَخِيْرُ رَبَّنَا وَنَبْعَثُ اِلَيْهِمَا, فَأَيُّهُمَا  سَبَقَ تَرَكْنَاهُ. فَأُرْسِلُ اِلَيْهِمَا. فَسَبَقَ صَاحِبُ اللَّحْدِ,فَلَحَدُوْا. 

 “Dan dari Anas ia berkata, “Ketika Rasulullah SAW wafat, maka ada seorang laki-laki yang menggali lahad, dan yang lain menggali lobang tengah (syaqq) kemudian mereka bertanya, “Kami akan istikharah kepada rabb kami lalu kami akan mengutus kedua orang itu kemudian mana di antara keduanya yang lebih dahulu datang maka dialah yang kami tetapkan. Lalu mereka berdua diutus, tetapi penggali lahadlah yang lebih dahulu datang, lalu mereka menetapkan lahad itu”. HR Ahmad dan Ibnu Majah

Liang lahad adalah galian pada sisi dinding kubur ketika telah mencapai dasar liang kubur –sisi yang mengarah ke kiblat- seukuran tempat yang dapat memuat jasad, namun tidak dalam sehingga jasad tidak terlalu turun kedalamnya, tetapI seukuran jasad dapat menempel dengan batu bata. Maksud batu bata disini adalah bata, bambu atau kayu penutup lahad. Hal ini berlaku jika tanahnya keras/kompak, namun jika tidak maka dibuatkan sesuatu yang dapat menopangnya di liang kubur agar tanah tidak jatuh ke arah jasad.

Sedangkan liang Asy-Syaqq adalah galian memanjang di tengah kubur seperti sungai dan di kedua sisinya diletakkan batu bata, atau semisalnya, atau galian yang dibuat dengan membelah bagian di tengah kubur sehingga galian itu menjadi seperti telaga. Kemudian jasa diletakkan di dalamnya dan di atasnya diberi atap berupa batu atay semisalnya, dan atas tersebut sedikit diangkat seukuran ia tidak menyentuh janazah. Liang Asy Syaqq bisa dibuat jika tanah agak gembur sehingga tidak bisa membuat liang lahad.

Pengertian diatas mirip dengan penjelasan Sayid Sabiq berikut ini. Lahad artinya ialah liang di sisi kubur arah kiblat, di atasnya ditegakkan batu-batu bata – atau papan-papan kayu-, hingga upanya seakan-akan rumah yang beratap. Sedangkan Syaq artinya ialah liang di tengah-tengah kubur untuk tempat mayat, kelilingnya dipagari dengan batu-batu bata dan diatasnya ditutupi dengan sesuatu sebagai atap.


d. Petugas yang memasukkan mayit tidak boleh yang ”bercampur” pada malam sebelumnya. 

وَعَنْ عَامِرِابْنِ سَعْدٍ قَالَ : قَالَ سَعْدٌ : اَلْحِدُوْالِيْ لَحْدًا, وَانْصُبُوْا عَلَيَّ اللَّبِنَ نَصْبًا, كَمَا صُنِعَ بِرَسُوْلِ اللهِ ص.م.


“Dan dari Amir bin SA’ad ia berkata, “Sa’ad berkata, “Galikanlah lahad untukku, dan tancapkanlah batu bata pada (jasad)-ku sebagaimana dilakukan terhadap Rasulullah SAW”. . HR Ahmad, Muslim, Nasai dan Ibnu Majah

عَنْ اَنَسٍ قَالَ : شَهِدْتُ بِنْتَ رَسُوْلِ اللهِ ص.م. تُدْفَنَ-وَهُوَ جَالِسٌ عَلَى الْقَبْر- فَرَأَيْتُ عَيْنَيْهِ تَدْمَعَانِ , فَقَالَ : هَلْ فِيْكُمْ مِنْ اَحَدٍ لاَيُقَارِفُ اللَّيْلَةَ؟ فَقَالَ : اَبُوْ طَلْحَةَ : اَنَا.قَالَ : فَأَنْزِلْ فِيْ قَبْرِهَا.

 “Dari Anas ia berkata, “Aku menyaksikan putrid Rasulullah SAW ditanam, sedang Rasulullah SAW sendiri duduk di atas kubur kemudian kulihat kedua matanya meleleh, lalu ia bertanya, “Adakah di antara kamu orang yang tadi malam tidak mengumpuli istrinya ? Lalu Abu Thalhah menjawab, “Aku”. Rasulullah SAW bersabda, “Masuklah di dalam kuburnya”. HR Ahmad dan Bukhari

e. Memasukkan janazah ke dalam kubur. 

وَلاَِحْمَدَ عَنْ اَنَسٍ اَنَّ رُقَيَّةَ لَمَّا مَاتَتْ قَالَ النَّبِيُّى ص.م. لاَيَدْخُلُ الْقَبْرَ رَجُلٌ قَارَفَ اللَّيْلَ اَهْلَهُ.فَلَمْ يَدْخُلْ عُثْمَانُ ابْنُ عَفَّانَ الْقَبْرَ. 

 “Dan menurut riwayat Ahmad dari Anas bahwa Ruqayah ketika meninggal dunia maka Nabi SAW bersabda, “Tidak boleh masuk kubur laki-laki yang tadi malam mengumpuli istrinya”, lalu Utsman bin Affan tidak masuk ke dalam kubur”. HR Ahmad

عَنْ اَبِيْ اِسْحَاقَ قَالَ : اَوْصَى الْحَارِثُ اَنْ يُصَلِّيَ عَلَيْهِ عَبْدُ اللهِ

 ابْنُِ يَزِيْدَ, فَصَلَّى عَلَيْهِ, ثُمَّ أَدْخَلَهُ الْقَبْرَ مِنْ قِبَلِ رِجْلَيِ الْقَبْرِ,

 وَقَالَ : هَاذَا مِنَ السُّنَّةِ.

“Dari Abi Ishaq ia berkata, “Al Haris telah wasiat agar Abdullah bin Yazid menshalatinya, lalu Abdullah menshalatinya, kemudian ia memasukkannya ke dalam kubur dari jurusan bagian kaki kubur, dan ia berkata, “Ini menurut sunah (Nabi SAW)”. HR Abu Daud

وَعَنِابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا اَنَّ النَّبِيَّى ص.م. كَانَ اِذَا وُضِعَ الْمَيِّتُ قَالَ : بِسْمِ اللهِ عَلَى مِلَّةِ رَسُوْلِ اللهِ.

“Dan dari Ibnu Umar RA, bahwa Nabi SAW apabila meletakkan mayit ke dalam kubur maka ia membaca, “BISMILLAH WA ‘ALA MILLATI RASULILLAH” (Dengan nama Allah dan atas nama millah Rasulullah)”. HR Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah.

Orang yang menaruh janazah hendaknya menurunkan janazah dari arah kakinya, sambil membaca BISMILLAH WA ‘ALA MILLATI RASULILLAH atau bisa ditambah dengan WA ALA SUNNATI RASULILLAH.

Setelah mayat dimasukkan ke dalam kubur, hendaknya mayat itu dibaringkan dalam kuburnya pada sisinya yang kanan dengan mukanya ke arah kiblat. Agar bisa menghadap kiblat, badan mayit diganjal dengan tanah yang dikepalkan (dibuat seperti bola) sehingga badannya bisa miring menghadap kiblat. 

Setelah itu tali ikatan kain kafan janazah dilepaskan. Adapun membuka kain kafan kemudian menghadapkan wajah janazah hingga menempel tanah, hal itu hanya berlaku bagi janazah orang yang sedang ihram, sementara bagi janazah pada umumnya wajahnya tetap ditutupi oleh kain kafan. 

Setelah semua ikatan dilepaskan, pekerjaan selanjutnya adalah meletakkan batu bata, atau papan kayu yang cukup kuat untuk menahan tanah yang ditimbun atas tubuh janazah, juga untuk memberikan jarak antara tubuh/punggung janazah dengan tanah. Untuk hal ini perhatikan kembali hadits-hadits tentang liang lahad. Setelah itu sedikit demi sedikit tanah dimasukkan kembali ke dalam kubur sehingga menutupi liang lahad. 


f. Bentuk Kuburan. 

Tanah yang menutupi kuburan ditinggikan seukuran sejengkal dan diperbolehkan memberikan tanda pada kuburan tersebut.

وَفِيْ لَفْظٍ , وَعَلَى سُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ.

“Dan dalam satu lafal (ditambah), “WA ALA SUNNATI RASULILLAH” (Dan atas sunnah Rasulullah” HR Imam yang Lima kecuali Nasai

وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: بيْنَمَا رَجُلٌ وَافِقٌ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ ص.م. بِعَرَفَةَ, اِذْوَقَعَ عَنْ رَاحِلَتِهِ, فَوَقَصَتْهُ , فَذَكَرَ ذَالِكَ لِلنَّبِيِّ ص.م. , فَقَالَ اِغْسِلُوْهُ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ, وَكَفِّنُوْهُ فِيْ ثَوْبِهِ , وَلاَ تُحَنِّطُوْهُ وَلاَ تُخَمِّرُوْا رَأْسَهُ, فَإِنَّ اللهَ يَبْعَثُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مُلَبِّيًا.

”Dan dari Ibnu Abbas ia bekrata, ”Tatkala seorang laki-laki wuquf bersama Rasulullah SAW di Arafah, tiba-tiba ia jatuh dari kendaraannya, kemudian patah tulang lehernya, lalu peristiwa itu disampaikan kepada Nabi SAW, kemudian ia bersabda, ”Mandikanlah ia dengan air dan bidara, dan kafanilah dengan kedua pakaian ihramnya, janganlah kamu beri wangi-wangian dan jangan kamu tutup kepalanya karena Allah akan membangkitkannya pada hari Kiyamat nanti dalam keadaan ihram”. HR Jamaah

عَنْ جَابِرِ ابْنِ عَبْدِ اللهِ , اَنَّ النَّبِيَّى ص.م. أَلْحَدَ وَنَصَبَ عَلَيْهِ اللَّبَنَ نَصْبًا وَرَفَعَ قَبْرَهُ مَنَ الاَْرْضِ نَحْوًا مِنْ شِبْرٍ.

”Dari Jabir bin Abdullah bahwa Nabi SAW membuat liang lahad, menancapkan ubin dengan tegak, dan meniggikan permukaan tanah kuburan sekira satu jengkal”. HR Ibnu Hibban

عَنْ كَثِيْرِ بْنِ زَيْدٍ الْمَدَنِيِّ عَنِ الْمُطَلِّبِ قَالَ : لَمَّا مَاتَ عُثْمَانُ بْنُ مَظْعُوْنٍ أَخْرَجَ بِجَنَازَتِهِ فَدُفِنَ,أَمَرَ النَّبِيُّ ص.م. رَجُلاً أَنْ يَأْتِيْهِ بِحَجَرٍ فَلَمْ يَسْتَطِعْ حَمْلَهُ, فَقَامَ إِلَيْهَا رَسُوْلُ اللهِ ص.م. وَحَسَرَ عَنْ ذِرَاعَيْهِ, قَالَ كَثِيْرٌ قَالَ الْمُطَلِّبُ قَالَ الَّذِيْ يُخْبِرُنِيْ ذَلِكَ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ ص.م. كَأَنِّيْ أَنْظُرُ إَلَى بَيَاضِ ذِرَاعَيْ رَسُوْلِ اللهِ ص.م. حِيْنَ حَسَرَ عَنْهَاثُمَّ حَمَلَهَا فَوَضَعَهَاعِنْدَ رَأْسِهِ وَقَالَ لِيُعْلَمَبِهَا قَبْرُ أَخِيْ وَادْفِنْ إِلَيْهِ مَنْ مَاتَ مِنْ أَهْلِي. 

”Dari Kasir bin Zaid al-Madani dari Al-Muthalib, ia mengatakan, ”Ketika Usman bin Madz’un wafat, janazahnya dibawa keluar dan dikuburkan. Maka Nabi SAW memerintahkan kepada seseorang untuk dibawakan sebongkah batu, tetapi orang itu tidak mampu membawanya. Maka Rasulullah SAW berdiri mendekati batu itu dan menyingsingkan lengan bajunya. Kasir berkata, Al Muhtalib berkata, ”Telah berkata orang yang mengabariku tentang hal itu dari Rasulullah SAW. Aku melihat putih kedua hasta Rasulullah ketika menyingsingkan lengan baju beliau. Kemudian beliau membawa dan meletakkannya di dekat kepala janazah itu. Lalu bersabda, ”Agar diketahui bahwa ini kubur saudaraku dan kuburkanlah di dekatnya siapapun yang mati dari keluargaku”. HR Al Baihaqi

وَعَنْ جَابِرٍ قَالَ : نَهَى النَّبِيُّى ص.م. اَنْ يُحَصَّصَ الْقَبْرُ, وَاَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ,وَاَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ.

”Dan dari Jabir ia berkata, ”Rasulullah SAW melarang kubur dikapuri, diduduki dan didirikan bangunan di atasnya”. HR Ahmad, Muslim, Nasai dan Abu Daud

وَالتِّرْمِذِيُّ, وَصَحَّحَهُ . وَلَفْظُهُ : نَهَى اَنْ تُجَصَّصَ الْقُبُوْرُ,وَأَنْ يُكْتَبَ عَلَيْهَا,وَاَنْ يُبْنَى عَلَيْهَا وَاَنْ تُوْطَأَ.

”Dan (diriwayatkan juga oleh) Tirmidzi dan ia mengesahkannya, sedang lafalnya, ”Rasulullah SAW melarang kubur-kubur dikapuri, ditulisi di atasnya, didirikan bangunan di atasnya dan diinjak”. HR Tirmidzi


g. Berdoa setelah mengubur mayat. 

عَنْ عُثْمَانَ قَالَ: كَانَ النَّبِيُّى ص.م. اِذَا فَرَغَ مِنْ دَفْنِ الْمَيِّتِ, وَقَفَ عَلَيْهِ فَقَالَ : اِسْتَغْفِرُوْا لاَِخِيْكُمْ وَسَلُوْا لَهُ الثَّثْبِيْتَ, فَإِنَّهُ الاْ َنَ يُسْأَلُ.

“Dari Utsman, ia berkata, “Adalah Nabi SAW (biasa) apabila selesai mengubur mayit, berdiri (mendoakan) kepadanya. Lalu ia bersabda, “Mintakanlah ampun bagi saudaramu, dan mintakanlah ketetapan baginya, karena sesungguhnya ia sekarang (sedang) ditanya”. HR Abu Daud

Dengan demikian telah selesailah seluruh proses penguburan janazah seorang muslim. Adapun adanya nasehat dari seseorang di samping kuburan, hal itu dipandang tidak bertentangan dengan syariat, selama tidak ada hal-hal yang dilanggar seperti dengan duduk-duduk di atas kubur. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.