Sifat yang paling terkenal dari pribadi Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthallib semasa kecil hingga akhir hayatnya adalah sifat jujur (shidiq).
1. Sifat Kejujuran Muhammad bin Abdullah sejak kecil hingga remaja
Muhammad SAW adalah orang yang paling jujur di Mekkah. Sifat jujur ini sudah tertanam pada diri Rasulullah sejak kecil. Berikut adalah pernyataan Rasulullah tentang dirinya yang tidak mungkin berbohong kepada masyarakatnya.
قُلْ لَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا تَلَوْتُهُ عَلَيْكُمْ وَلا أَدْرَاكُمْ بِهِ فَقَدْ لَبِثْتُ فِيكُمْ عُمُرًا مِنْ قَبْلِهِ أَفَلا تَعْقِلُونَ (١٦)
“Katakanlah: “Jikalau Allah menghendaki, niscaya aku tidak membacakannya kepada kalian dan Allah tidak (pula) memberitahukannya kepada kalian. Sesungguhnya aku telah tinggal bersama kalian beberapa lama sebelumnya. Maka apakah kalian tidak memikirkannya?” (QS 10:16).
Dalam peristiwa pemugaran Ka’bah, suku-suku berselisih tentang siapa yang paling berhak memindahkan Hajar Aswad, sampai akhirnya diambil kesimpulan bahwa siapa yang datang paling pertama kesokan harinya maka apapun keputusannya, itulah yang akan diterima.
Keesokan harinya ternyata yang datang pertama kali adalah Nabi Muhammad saw. Maka mereka yang melihat Rasulullah saw yang datang pertama, mereka langsung mengatakan: – haadzal amiin (ini adalah orang yang jujur), kita senang karena orangnya adalah Muhammad (saw.)”.
Setelah Khadijah r.a mendengar perihal kebenaran tutur kata, kejujuran dan keluhuran budi pekerti beliau (saw) maka beliau (r.a.) mempercayakan kepada Nabi Muhammad saw untuk berniaga dengan menyerahkan hartanya kepada beliau saw.
Dalam perjalanan itu Maisarah, seorang lelaki pembantu Siti Khadijah r.a., juga ikut bersama beliau saw. Dengan kejujuran dan kemampuannya ternyata Muhammad mampu benar memperdagangkan barang-barang Khadijah, dengan cara bisnis yang lebih menguntungkan daripada yang dilakukan orang lain sebelumnya.
Pada saat kembalinya, Maisarah menceriterakan ihwal perjalanan beliau saw. Setelah mendengar kisah perjalanan itu Khadijah sangat terkesan dengan kisah perjalanan itu. Maka kemudian beliau menyuruh mengirim pinangan kepada Rasulullah saw. Beliau terkesan karena beliau (saw.) sangat memperhatikan ikatan tali kekerabatan, terpandang di masyarakat, seorang yang jujur dan memiliki budi pekerti yang luhur serta senantiasa berkata benar.
Ketika terjadi usaha stigmatisasi pada diri Nabi Muhammad saw, para pemuka Quraisy berkumpul yang di dalamnya terdapat Abu Jahal dan musuh yang paling besar beliau Al-Akhdhar bin Haris. Salah seorang berkata bahwa hendaknya Rasulullah (saw) dianggap sebagai tukang sihir atau beliau dinyatakan sebagai seorang yang pendusta.
Maka Nadhar bin haris berdiri lalu berkata, ”Hai kelompok Quraisy! Kalian terperangkap dalam suatu masalah yang untuk menghadapinya tidak ada cara yang kalian dapat tempuh. Muhammad (saw) di antara kalian adalah seorang pemuda yang kalian paling cintai, merupakan pemuda yang paling benar dalam ucapan. Di antara kalian merupakan orang yang paling jujur. Kini kalian telah melihat tanda-tanda umur di keningnya dan amanat yang dibawanya dan kalian mengatakan bahwa itu adalah sihir? Di dalam dirinya tidak ada bau-bau sihir. Kamipun telah melihat tukang tenung. Kalian mengatakan bahwa dia adalah seorang theosopi (yang berbicara dengan jin/kahin), kamipun telah melihat theosopi (tukang jin/kahin). Dia sama sekali bukanlah ahli teosopi (kahin). Kalian mengatakan bahwa dia adalah seorang penyair. Dia sama sekali bukanlah seorang penyair. Kalian mengatakan bahwa dia adalah orang gila, tetapi di dalam dirinya sama sekali tidak ada tanda-tanda orang gila. Hai kelompok Quraisy, renungkanlah, kalian tengah berhadapan dengan suatu masalah yang besar”.
Dalam sebuah riwayat bahwa Abu Bakar r.a ketika mendengar pendakwaan beliau sebagai nabi maka kendati berbagai penjelasan telah diberikan oleh Rasulullah saw., beliau ra tidak meminta argumentasi; sebab sepanjang hidup beliau ra inilah yang beliau saksikan bahwa beliau saw. senantiasa berkata jujur. Beliau hanya bertanya kepada Rasululah saw. bahwa apakah benar beliau saw. telah mendakwakan diri sebagai nabi?
Maka Rasulullah ingin terlebih dulu memberikan penjelasan, tetapi dalam setiap kali ingin memberikan keterangan, inilah yang beliau tanyakan bahwa “Berilah jawaban kepada saya ya atau tidak”. Atas jawaban ya yang Rasulullah saw berikan, beliau mengatakan: ”Di hadapan saya terbentang seluruh kehidupan Tuan di masa lalu. Oleh karena itu bagaimana saya bisa dapat mengatakan bahwa seorang hamba Allah yang senantiasa berkata benar tiba-tiba menjadi orang yang berdusta kepada Tuhan?”
Rasulullah menyambut firman Allah:” Maka siarkanlah apa yang diperintahkan kepadamu dan janganlah kamu pedulikan orang-orang yang musyrik.” maka beliau pergi ke atas bukit Shafa lalu memanggil,”Wahai Bani Fihr, wahai bani ‘adi,” Sehingga mereka berkumpul dan orang yang tidak bisa hadir mengirimkan orang untuk melihat apa yang terjadi. Maka Nabi saw berkata, “ Bagaimanakah pendapatmu jika aku kabarkan bahwa di belakang gunung ini ada sepasukan kuda musuh yang datang akan menyerangmu, apakah kamu mempercayaiku ?” Jawab mereka, “ Ya, kami belum pernah melihat kamu berdusta.” demikian kesaksian para pemuka-pemuka Quraisy.
2. Pernyataan Siti Khadijah, seorang wanita bangsawan Quraisy yang mengenal dekat kepribadian Nabi Muhammad.
Ia adalah Khadijah binti Khuwailid ibnu Asad ibnu Abdil Uzza ibnu Qushay.Khadijah muda adalah seorang gadis yang cantik dan berperilaku baik. Suami pertamanya adalah Abu Halah an- Nabbasy ibnu Zurarah at-Taymi.Pernikahan ini berakhir ketika Abu Halah wafat meninggalkan dua anak laki-laki,Hindun dan Halah!
Khadijah kemudian menikah lagi dengan Athiq ibnu Aid al-Makhzumi,dari suami kedua ini Khadijah memiliki seorang anak perempuan yang lagi-lagi diberi nama Hindun. Hindun menikah dengan sepupunya sendiri yang bernama Shafiy ibnu Umayyah ibnu Aidz al-Makhzumi. Keturunan Khadijah dari pernikahan keduanya ini sempat tinggal di Madinah dan sering disebut dengan Bani Thahirah yang berarti 'keturunan wanita suci'.
Pada masa Jahiliyah, Khadijah diberi gelar 'wanita yang suci' (thahirah). Setelah dua kali menikah banyak lelaki yang mencoba meminangnya dengan menawarkan sejumlah besar harta sebagai maskawin. Tetapi Khadijah menolak semua pinangan itu. Perhatiannya difokuskan pada upaya mengasuh anak dan mengelola perdagangan.
Dalam dunia perdagangan saat itu, Khadijah menjadi nama yang sangat diperhitungkan. Hampir setiap kafilah memuat barang dagangannya dalam jumlah besar. Khadijah juga mempekerjakan orang-orang Quraisy yang jujur dan terpercaya untuk mengawasi barang-barang dagangannya itu.
Suatu hari Khadijah hendak mengirim kafilah dagang ke negeri Syam. Ia mencari seseorang yang dapat diutusnya ke Syam untuk mengawasi dan memimpin rombongan dagang tersebut. Saat itu masyarakat Mekkah sedang ramai membicarakan Muhammad ibnu Abdillah, seorang pemuda yang bisa menjaga kejujuran dan keluhuran budi di tengah rekan-rekan sebayanya yang sibuk berfoya-foya. Khadijah berpikir mengapa tidak Muhammad saja yang ia utus untuk menangani urusan-urusan perdagangannya di Syam?
Muhammad saw adalah sosok yang jujur, dan kejujuran sangat penting dalam perdagangan. Tetapi Khadijah tidak pernah mendengar Muhammad memiliki pengalaman berdagang. Pilihan itu sebenarnya beresiko. Khadijah hanya mengandalkan firasat dan nalurinya yang jarang salah. Akhirnya Khadijah pun memanggil Muhammad dan mengajaknya berbincang-bincang mengenai perdagangan.
Dalam pembicaraan itu Khadijah menangkap kesan bahwa Muhammad merupakan seorang pemuda yang cerdas, santun, pandai menjaga diri, dan berpenampilan sempurna. Muhammad terlihat begitu tenang ketika diam dan terlihat begitu berpengaruh ketika berbicara. Ia selalu memperhatikan lawan bicaranya, mendengarkannya dengan teliti,dan tidak pernah memperlihatkan sikap setengah-setengah.
Sebagai seorang pedagang yang berpengalaman, Khadijah tahu bahwa Muhammad adalah orang yang ia cari. Khadijah berkata, ”Aku memanggilmu berdasarkan apa yang aku dengar dari orang-orang tentang perkataanmu yang jujur, integritasmu yang terpecaya, dan akhlakmu yang mulia. Aku memilihmu dan kubayar engkau dua kali lipat dari apa yang biasa diterima oleh orang lain dari kaummu.” Muhammad pun menerima tugas itu dengan senang hati.
Khadijah juga mengamati gambaran fisik Muhammad. Cara ia berjalan menunjukkan rasa percaya diri yang tinggi. Posturnya seimbang, tidak terlalu pendek dan tidak terlalu tinggi, tidak terlalu gemuk dan tidak pula terlalu kurus.Khadijah juga ingat bahwa selama berbincang dengannya, Muhammad selalu menundukkan wajahnya.
Hanya sekali seingatnya Muhammad mengangkat wajahnya yaitu ketika Khadijah menawarkan tugas menjalankan urusan perdagangan di Syam. Saat itu Muhammad tersenyum, mengangkat wajahnya sedikit, mengucapkan terima kasih lalu menunduk kembali.
Muhammad memiliki kening yang lebar, dagu yang lepas, dan leher yang jenjang, dadanya bidang, matanya indah dan lebar dengan bola mata yang hitam pekat, giginya putih cemerlang.
Agak mengherankan bahwa Khadijah memperhatikan semua itu. Ketampanan dan kegagahan Muhammad memang mampu memikat banyak orang. Tetapi bukankah Khadijah memanggilnya untuk urusan bisnis? Tampaknya Khadijah tertarik kepada pribadi pemuda ini. Alangkah lembutnya keindahan yang terpancar dari wajah Muhammad. Alangkah indah senyum tipis yang menghias wajahnya. Khadijah merasa bahwa apa yang ramai dibicarakan penduduk Mekkah tentang Muhammad bukan merupakan isapan jempol belaka.
Setelah menerima tugas dari Khadijah, Muhammad bergegas menuju pamannya, Abu Thalib, untuk menceritakan tawaran kerja yang baru saja diterimanya. Abu Thalib pun turut bergembira. Ia berkata:”Ini adalah rezeki yang Allah berikan kepadamu.” Hari keberangkatan pun tiba. Penduduk Mekah, termasuk para paman Muhammad, beramai-ramai mengantar kafilah ke perbatasan kota. Kafilahpun bertolak menuju Syam.
3. Pernyataan secara aklamasi pemuka-pemuka kabilah kaum Quraisy di bukit Sofa ketika akan diproklamasikan Nubuwah Muhammad.
Ibnu Hisyam berkata, “Kemudian secara berturut-turut manusia, wanita danlelaki , memeluk Islam, sehingga berita Islam tersiar di Mekkah dan menjadi bahan pembicaraan orang. Lalu Allah memerintahkan Rasul-Nya menyampaikan Islam dan mengajak orang kepadanya secara terang-terangan, setelah selama tiga tahun Rasulullah saw melakukan dakwah secara sembunyi.
Kemudian Allah berfirman kepadanya : “Maka siarkanlah apa yang diperintahkan kepadamu, dan janganlah kamu pedulikan orang musyrik.” QS al-Hijr : 94 “Dan berilah peringatan kepada kerabatmu yang terdekat, dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman.” QS asy-Syu’ara : 214-215 “Dan katakanlah “Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang menjelaskan.” QS al-Hijr : 89 Pada waktu itu pula Rasulullah saw segera melaksanakan perintah Allah.
Kemudian menyambut firman Allah:” Maka siarkanlah apa yang diperintahkan kepadamu dan janganlah kamu pedulikan orang-orang yang musyrik.” Dengan pergi ke atas bukit Shafa lalu memanggil,”Wahai Bani Fihr, wahai bani ‘adi,” Sehingga mereka berkumpul dan orang yang tidak bisa hadir mengirimkan orang untuk melihat apa yang terjadi.
Maka Nabi saw berkata, “ Bagaimanakah pendapatmu jika aku kabarkan bahwa di belakang gunung ini ada sepasukan kuda musuh yang datang akan menyerangmu, apakah kamu mempercayaiku ?” Jawab mereka, “ Ya, kami belum pernah melihat kamu berdusta.” Kata Nabi saw :”Ketahuilah , sesungguhnya aku adalah seorang pemberi peringatan kepada kalian dari siksa yang pedih.” Kemudian Abu Lahab memprotes, “Sungguh celaka kamu sepanjang hari , hanya untuk inikah kamu mengumpulkan kami.” Lalu turunlah firman Allah : “Binasalah kedua belah tangan Abu Lahab, dan sesungguhnya dia akan binasa”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.