Masih di tahun yang sama di bulan Ramadhan, Nabi ﷺ keluar dari Masjidil Haram, begitu sampai keluar, di dapati oleh Nabi sekelompok pembesar kaum Quraisy yang secara kebetulan berada di tempat yang sama pula. Ketika Nabi Muhammad sampai di hadapan mereka, beliau lantas membacakan surah an-Najm yang belum pernah orang-orang kafir dengar sebelumnya.
Indahnya kalam Ilahi saat itu mampu membuat gendang telinga mereka bergetar, mereka dibuat terketuk dengannya, sehingga mereka terbawa dari dalam karena keindahan yang sulit dilukiskan dari al-Quran, mereka hanya diam terkesima sehingga tidak sempat terlintas di benak mereka hal lain selain gambaran keindahan kalam Allah. Hati mereka seakan terbang ketika Nabi sampai pada akhir ayat.
“Maka bersujudlah kepada Allah dan sembahlah (Dia).” (an-Najm: 62)
Tak seorang pun dari mereka mampu menguasai dirinya, maka mereka pun sujud seketika. Cahaya kebenaran telah masuk ke dalam relung hati dan perasaan terdalam kumpulan orang sombong dan suka mengumpat itu. Ketikmampuan mereka menahan sujud adalah bukti keagungan Allah SWT.
Tetapi cercaan dari beberapa orang Quraisy yang tidak ikut sujud waktu itu membuat mereka berdusta pada Nabi Muhammad ﷺ dan mengada-adakan perkataan untuk memojokkan beliau. Keahlian mereka membuat kedustaan benar-benar nyata sebagai alasan untuk menutupi sujudnya bersama Nabi. Tindakan seperti ini sangat biasa dilakukan orang kafir Quraisy, maka tak heran atas kepiawaian mereka mengarang cerita-cerita bohong.
Kabar berita tentang orang-orang musryrik yang sujud bersama Nabi terdengar oleh muhajirin di Habasayah, tetapi lebih diada-adakan sehingga membuat para muhajirin ikut senang mendengarnya. Kabar yang terdengar adalah bahwa orang-orang kaum Quraisy telah masuk Islam.
Dengan mendengar kabar tersebut maka mereka memutuskan berkunjung dan kembali ke Mekah pada bulan Syawal masih di tahun yang sama. Begitu sebelum tengah hari dan akan mendekati Mekah, mereka pun tahu kebenaran atas kabar palsu itu. Maka sebagaian dari mereka berbalik arah bertolak menuju Habasyah kembali, sedangkan sisanya yang memutuskan melanjutkan kunjungannya ke Mekah masuk dengan cara menyelinap.
Setelah itu ternyata orang-orang Quraisy semakin menindas orang-orang Muslim, maka tidak cara lain bagi Nabi Muhammad untuk mereka agar melakukan hijrah kembali dengan membawa pasukan hijrah yang lebih banyak menuju Habasyah. Tentu saja dalam hijrah kedua ini lebih sulit daripada hijrah pertama, karena kewaspadaan orang-orang Quraisy lebih diperketat agar rencana kali ini dapat digagalkan.
Hijrah yang kedua ini lebih banyak dari sebelumnya, kali ini jumlah orang yang ikut hijrah mencapai delapan pulu tiga orang laki-laki dan delapan belas atau sembilan belas wanita. akhirnya mereka bertemu dengan Raja Najasyi, Raja negeri Habasyah. Raja Najasyi adalah laki-laki yang cerdas, baik cara berpikirnya, mengenal Allah, serta berakidah. Disana mereka mendapat keamanan lingkungan dan perlakuan yang baik yang merupakan hal didambakan atas penyiksaan yang selama ini menimpa kaum muslimin. (Al-Mubarakfuri S. , 2012, hal. 100)
Rasulullah dan para sahabat yang tidak ikut ke Habasyah menetap di Syi’ib keluar dari kota Mekah yang terletak di celah bukit. Disitulah saksi bisu atas perjuangan Rasulullah bersama keluarganya serta segenap keluarga Bani Hasyim dan Bani Muthalib juga sisa kaum muslimin yang tidak ikut ke Habasyah. Selama sekitar tiga tahun mereka menetap disana dan terpencilkan oleh kaum Quraisy.
Mendengar bahwa orang-orang Islam hijrah ke Habasyah membuat para pembesar Quraisy semakin marah dan ingin sesegera mungkin mengakhiri perbuatan yang menurut mereka (kaum Quraisy) kaum muslimin telah mengukuti ajaran baru yang bertentangan dengan ajaran nenek moyang yang mereka yakini.
Kesepakatan kaum musyrikin untuk membunuh nabi Muhammad ﷺ dan menjemput orang-orang muslimin agar kembali ke Mekah dengan tujuan agar tidak semakin menyulitkan orang-orang Quraisy, maka diutuslah dua orang dari mereka yaitu, Amr bin Ash dan Umarah bin Walid dengan tujuan membujuk Raja Najasyi agar mau mengembalikan kaum muslimin dengan hadiah-hadiah yang mereka bawa.
Ketika Raja Najasyi bertanya kepada mereka apa maksud dari kedatangannya kemari, kemudian mereka menjawab kepada Raja Najasyi agar orang-orang yang hijrah supaya dikembalikan dan dipulangkan karena orang-orang ini adalah menganut ajaran dari seorang pendusta yang telah memecah belah kaum keluarganya. Maka dipanggillah pemimpin orang Islam waktu itu oleh Raja Najasyi.
Bertanyalah Sang Raja kepada pimimpin rombongan tersebut yaitu Ja’far bin Abi Thalib, “Apakah ajaran yang dibawa oleh Nabimu itu?” Ja’far menjawab “Dia membawa Kitab kepada kami, yang disana tertulis bahwa manusia harus menjalankan keadilan dan kejujuran, tentu tidak dibenarkan ketidakadilan membatasi umat manusia. Dia menyerukan agar manusia berlaku baik, saling menolong, menyenangkan anak-anak yatim, dan mengesakan Allah.”
Sungguh senang Raja Najasyi dengan pernyataan Ja’far. Tak terkecuali saat Ja’far membacakan beberapa ayat dari al-Quran, surah ke sembilan belas yang menceritakan tentang kelahiran Isa as dari seorang wanita yang suci bernama Maryam. Begitu memikatnya kalimat yang dilantunkan Ja’far sampai membuat air mata Sang Raja berlinag jatuh di atas kitabnya, tidak terkecuali para pendeta dan padri pun ikut merasakan hal yang sama.
Lalu berkatalah Sang Raja “Demi Allah, sungguh ajaran dan perkataan keduanya adalah sama yang dibawakan dari satu jendela. Berbahagialah kalian dengan orang-orang yang datang bersama kalian. Dan aku telah mengakui bahwa Muhammad adalah Rasul Allah yang telah diberitakan beserta kegembiraan Isa as. Dan sekiranya aku tidak sedang mengemban tugas kerajaan, pastilah aku mendatanginya sampai mencium terompahnya.”
Raja Najasyi mempersilahkan kaum muslimin untuk tinggal di negerinya sesuka hati, dan mengembalikan hadiah-hadiah dari kaum musyrikin serta mengutusnya agar kembali pulang.
Berbagai macam cara dilakukan kaum Quraisy agar bisa mendapatkan Nabi Muhammad ﷺ dalam rangka membunuhnya, tetapi sejarah mencatat bahwa semakin Islam di tindas maka dia semakin kokoh. Terbukti dengan masuknya pahlawan-pahlawan yang masuk Islam diantaranya, Hamzah bin Abdul-Muthalib, Umar bin al-Khaththab, dan yang lainnya.
Sebab-sebab Nabi Menganjurkan Sahabat Hijrah ke Habasyah
Habasyah menjadi pilihan Nabi Muhammad ﷺ sebagai negeri tempat para sahabat untuk berhijrah dikarenakan tempatnya yang prospektif bagi kaum muslimin agar mendapatkan perlakuan yang layak sehingga ketenangan serta kedamaian akan mereka dapatkan dalam menjalankan ibadah-ibadah di dalamnya, selain itu juga karena letaknya yang mudah dijangkau dan dapat di tempuh dengan transportasi berupa perahu, mengingat bahwa kala itu hanya terdapat perahu sederhana yang juga merupakan transportasi yang tersedia pada masa itu. Serta keberadaan sosok Sang Raja yang adil dan bijaksana sehingga mampu memikat harapan kaum muslimin untuk mencari suaka ke negeri tersebut, mengingat mereka haus akan keadilan atas perlakuan orang-orang Quraisy yang mengintimidasi selama ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.