Wujud (ada)-nya Allah SWT adalah sesuatu yang badihiyah (aksiomatika). Menurut kamus bahasa Indonesia, aksiomatika adalah pernyataan yang dapat diterima sebagai kebenaran tanpa pembuktian
Namun demikian untuk membuktikan wujudulllah dapat dikemukakan beberapa dalil. Berikut ini adalah kutipan dari buku Kuliah Aqidah Islam tulisan Yunahar Ilyas, seorang pimpinan Muhammadiyah.*
1. Dalil Fithrah
Allah SWT menciptakan manusia dengan fithrah bertuhan. Atau dengan kata lain setiap anak manusia dilahirkan sebagai seorang muslim. Rasulullah SAW bersabda:
"Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fithrah, maka ibu bapaknyalah (yang akan berperan) 'mengubah' anak itu menjadi seorang Yahudi, atau Nashrani, atau Majusi.." (HR. Bukhari).
Fithrah dalam hadits di atas bisa kita pahami sebagai Islam, karena Rasulullah SAW hanya menyebutkan kedua orangtua bisa berperan meyahudikan, menashranikan atau memajusikan, tanpa menyebut “mengislamkan". Jadi hadits di atas bisa kita pahami "setiap anak dilahirkan sebagai seorang muslim...." Namun demikian fithrah manusia tersebut barulah merupakan potensi dasar yng harus dipelihara dan dikembangkan. Apabila fithrah tersebut tertutup oleh beberapa faktor luar, manusia akan lari dan menentang fithrahnya sendiri.
Tetapi apabila menghadapi suatu kejadian yang luar biasa, misalnya dihadapkan kepada sesuatu yang tidak disenangi, dan dia sudah kehilangan segala daya 'untuk menghadapinya, bahkan sudah berputus asa, barulah secara spontan fithrahnya tersebut kembali muncul. Allah SWT menggambarkan keadaan manusia seperti itu dalam firman-Nya:
"Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdo'a kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu dari padanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdo'a kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitu orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan." (Yunus 10:12)
"Dialah Tuhan yang menjadikan kamu dapat berjalan di daratan, (berlayar) di lautan. Sehingga apabila kamu berada di dalam bahtera, dan meluncurlah bahtera itu membawa orang-orang yang ada di dalamnya dengan tiupan angin yang baik, dan mereka bergembira karenanya, datanglah angin badai, dan (apabila) gelombang dari segenap penjuru menimpanya, dan mereka yakin bahwa mereka telah terkepung (bahaya), maka mereka berdo'a kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata. (Mereka berkata): "Sesungguhnya jika Engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur." (Yunus 10: 22)
Dengan dalil fithrah ini, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa secara esensi tidak ada tidak seorang manusia pun yang bertuhan. Yang ada hanyalah mereka mempertuhankan sesuatu yang bukan Tuhan yang sebenarnya (Allah). Misalkan seorang atheis mempertuhankan "atheisme", seorang materialis mempertuhankan “materialisme" dan lain-lain sebagainya.
2. Dalil Akal
Dengan menggunakan akal pikiran untuk merenungkan dirinya sendiri, alam semesta dan lain-lainnya seorang manusia bisa membuktikan adanya Tuhan (Allah SWT). Al-Qur'an banyak mengemukakan ayat-ayat yang menggugah akal pikiran tersebut, antara lain:
"Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes air mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup) sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (Kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahami(nya)." (Al-Mu'-min 40: 67).
"Dia-lah, Yang telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu, sebahagiannya menjadi minuman dan sebahagiannya (menyuburkan) tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya) kamu menggembalakan ternakmu."
"Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanaman-tanaman; zaitun, korma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan."
"Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami(nya)."
"dan Dia (menundukkan pula) apa yang Dia ciptakan untuk kamu di bumi ini dengan berlain-lainan macamnya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kckuasaan Allah) bagi kaum yang mengambil pelajaran."
"Dan Dia-lah. Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agarkamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur."
ン ン
"Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak goncang bersama kamu. (dan Dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan agar kamı1 mendapat petunjuk."
"dan (Dia ciptakan) tanda-tanda (penunjuk jalan). Dan dengan bintang-bintang itulah mereka mendapat petunjuk."
"Maka apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan (apa-apa)? Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran.
"Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya, Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (An-Nahl 16:10-18).
Untuk membuktikan adanya Tuhan (Allah SWT) lewat merenungkan alam semesta, termasuk diri manusia itu sendiri, dapat dipakai beberapa "qanun" (teori, hukum) antara lain:
a. Qanun al-'Illah
'Illah artinya sebab. Segala sesuatu ada sebabnya. Setiap ada perubahan tentu ada yang menjadi sebab terjadinya perubahan itu. Begitu juga sesuatu yang ada tentu ada yang mengadakannya. Sesuatu menurut akal mustahil ada dengan sendirinya. Siapakah yang mengadakan alam semesta ini?
b. Qanun al-Wujub
Wujub artinya wajib. Wujud segala sesuatu tidak bisa terlepas dari salah satu kemungkinan: wajib, mustahil atau mungkin. Tentang alam semesta, adanya tidaklah wajib dan tidak pula mustahil, karena keduanya tidak bertentangan dengan akal. Kalau tidak wajib dan tidak pula mustahil tentu mungkin. Artinya adanya alam semesta ini mungkin, tidak adanya juga mungkin. Lalu siapa yang menentukan yang mungkin itu menjadi ada atau tidak ada? Tentu bukan juga yang bersifat mungkin. Haruslah yang bersifat wajib ada (wajib al-wujud), dalam hal ini bukanlah alam semesta itu sendiri.
c. Qanun al-Huduts
Huduts artinya baru. Alam semesta seluruhnya adalah sesuatu yang hadits (baru, ada awalnya), bukan sesuatu yang qadim (tidak berawal). Kalau hadits, tentu ada yang mengadakannya. Dan yang mengadakannya itu tentulah bukan yang juga bersifat hadits, haruslah yang bersifat qadim.
d. Qanun an-Nizham
Nizham artinya aturan, teratur. Alam semesta dengan seluruh isinya seperti matahari, bulan, bintang dan planet-planet lainnya termasuk bumi dengan segala isinya adalah segala sesuatu yang "sangat teratur". Sesuatu yang teratur tentu ada yang mengaturnya, mustahil menurut akal semuanya itu teratur dengan sendirinya secara kebetulan. (Uraian lebih luas tentang beberapa qanun ini lihat dalam buku 'Aqidatul Mukmin oleh Abu Bakar Jabir al-Jazairy, 1978, hal 48-53).
Sejalan dengan beberapa qanun di atas, Sa'id Hawwa dalam bukunya "Allah Jalla Jalaluhu" (1989) mengemukakan "Teori Fenomenologis" yang mencakup sembilan fenomena untuk membuktikan Allah SWT ada dan berkuasa. Fenomena-fenomena itu adalah:
a. Fenomena Terjadinya Alam
b. Fenomena Kehendak
c. Fenomena Kehidupan
d. Fenomena Pengabulan Do'a
e. Fenomena Hidayah
f. Fenomena Kreasi
g. Fenomena Hikmah
h. Fenomena Inayah
i. Fenomena Kesatuan
3. Dalil Naqli
Sekalipun secara fithrah manusia bisa mengakui adanya Tuhan, dan dengan akal pikiran bisa membuktikannya, namun manusia tetap memerlukan dalil naqli (Al-Qur'an dan Sunnah) untuk membimbing manusia mengenal Tuhan yang sebenarnya (Allah SWT) dengan segala asma dan sifat-Nya.
Sebab fithrah dan akal tidak bisa menjelaskan siapa Tuhan yang sebenarnya itu (Allah SWT).
Pembahasan tentang Allah SWT tentu akan pembaca temukan dalam bagian-bagian lain, dalam pasal wujud Allah SWT ini cukuplah penulis kemukakan beberapa hal pokok saja sebagai berikut:
a. Allah SWT adalah Al-Awwal artinya tidak ada permulaan bagi wujud-Nya. Dia juga Al-Akhir artinya tidak ada akhir dari wujud-Nya.
"Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Zhahir dan Yang Bathin, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu." (Al-Hadid 57: 3)
"Semua yang ada di bumi itu akan binasa." (Ar-Rahmaan 55:26)
"Dan tetap kekal Wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan." (Ar-Rahmaan 55:27)
b. Tidak ada satu pun yang menyerupai-Nya
"Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (As-Syura 42:11)
c. Allah SWT Maha Esa
"Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa." (Al-Ikhlas 112: 1)
d. Allah SWT mempunyai al-Asma' was Shiffaat (Nama-nama dan sifat-sifat) yang disebutkan-Nya untuk Diri-Nya di dalam Al-Qur'an serta semua nama dan sifat Nya oleh Rasulullah SAW dalam Sunnahnya, seperti Ar-Rah-maan, Ar-Rahiim, Al-'Aliim Al-Aziz, As-Sami, Al-Bashiir dan lain-lain.
"Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) namanama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan." (Al-A'raf 7:18)
* Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas, Lc., M.Ag.wafat tahun 2020, sampai akhir hayatnya alm adalan salah satu Ketua PP Muhammadiyah
* Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas, Lc., M.Ag.wafat tahun 2020, sampai akhir hayatnya alm adalan salah satu Ketua PP Muhammadiyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.