Kepemimpinan Islam dalam konteks hadirnya Nabi dan Rasul di bumi tidak lahir secara tiba-tiba. Kepemimpinan Islam lahir melalui sebuah tatacara sakral dan transendental, yang membedakannya dengan kepemimpinan di luar Islam. Dalam konteks figur pemimpinnya, kepemimpinan Islam dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu para Nabi dan Rasul, sedangkan pelanjut perjuangan Nabi dan Rasul dikenal dengan Khalifah/Imam A’zham. Kesakralan pengangkatan Nabi dan Rasul ini menjadikan manusia tidak bisa sembarangan dan seenaknya saja mengklaim sebagai Nabi dan Rasul, sebagaimana maraknya hal ini terjadi setelah wafatnya Rasulullah SAW hingga akhir zaman.
Secara institusional, institusi kepemimpinan Islam dapat di bagi dua berdasar pemangku jabatan tertingginya, yaitu para Nabi dan Rasul, dan Khalifatun Nabi (pengganti Nabi). Kedua kategori tersebut mendapatkan legitimasi dengan prosedur yang berbeda.
Untuk predikat nubuwah, hanya ada satu prosedur pengesahannya (pelegitimasiannya) yaitu Mitsaqan Ghalizan, sebagaimana disebutkan dalam ayat berikut ini,
وَإِذْ أَخَذْنَا مِنَ النَّبِيِّينَ مِيثَاقَهُمْ وَمِنْكَ وَمِنْ نُوحٍ وَإِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ وَأَخَذْنَا مِنْهُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا (٧)
“Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari nabi-nabi dan dari kamu (sendiri) dari Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa putra Maryam, dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang teguh.(Qs. Al Ahzab 33:7)
Turunnya wahyu pertama dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW yang di bawa Malaikat Jibril telah menjadi bukti adanya legitimasi dari Allah Rabbul Izzati atas nubuwah Rasulullah Muhammad SAW.
Adapun untuk menentukan kriteria pengesahan kepemimpinan dan kelembagaan Islam pasca Nubuwah (al jamaah), maka harus di lihat dari momentum sejarah pertama yang terjadi pasca wafatnya Rasulullah SAW. Rasulullah SAW wafat pada hari Senin waktu Dhuha tanggal 12 Rabiul-Awwal tahun 11 H/9 Juni 632 M. Proses pengangkatan Khalifah Abu Bakar menjadi khalifah pertama yang menggantikan peran kepemimpinan Rasulullah SAW merupakan momentum penentuan terjadinya estafeta kepemimpinan Islam pasca Nubuwah.
Untuk predikat kepemimpinan Islam pasca nubuwah, dengan mengacu kepada peristiwa Saqifah yang terjadi di Balai Bani Saidah di Madinah, maka hanya ada satu prosedur pengesahan (pelegitimasian) lembaga risalah pasca nubuwah yaitu Syuro Siyasah / Syuro Ummah.
Joesoef So’uyb menyebutkan bahwa,
“Abu Bakar Ashshidiq bersedia dipanggilkan khalifatur Rasul (pengganti rasul) itu yakni di dalam aspek Imamah. Disebabkan Nabi Besar Muhammad SAW itu mempunyai dua fungsi: (1) Risalat, yakni rasul Allah yang membawa dan menyampaikan ajaran keagamaan, dikenal dengan agama Islam berdasarkan wahyu ilahi kepadanya (Qs 5: 41) dan (2) Imamat, yakni pimpinan kekuasaan duniawi dan agamawi, yang segala catur kebijaksanaan berdasarkan musyawarah (Qs. 3:159 42:38).
Dengan demikian, pengangkatan Khalifah Abu Bakar akan menggantikan tugas Imamah yang sebelumnya telah di pikul oleh Rasulullah Muhammad SAW. Berikut kedua kriteria dan prosedur legitimasi lembaga risalah akan dijelaskan lebih lanjut di bawah ini.
Sejak manusia pertama yaitu Adam AS diciptakan Allah SWT dan ditetapkan-Nya jabatan khalifah kepada Adam AS, maka sejak itu pula hadir maqom kekhalifahan bagi manusia. Maqom kekhalifahan ini dipergulirkan kepada Nabi dan Rasul berikutnya hingga Nabi Muhammad SAW. Sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW maka maqom kekhalifahan ini di jabat oleh Khulafaur Rasyidin dan kemudian terhenti sejak hadirnya Mulkan Adhon dan Mulkan Jabriyyatan, hingga tegak kembali Khilafah ala Minhaj Nubuwah.
Pengangkatan Nabi dan Rasul yang secara implisit juga merupakan pengangkatan khalifah, terjadi tidak secara kebetulan. Hanya manusia-manusia pilihan yang dipercayakan Allah SWT untuk mengemban jabatan Nabi dan Rasul ini. Dalam bahasa Al Quran disebutkan, “Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan tersebut”.
Perhatikan lengkapnya di ayat berikut.
وَإِذَا جَاءَتْهُمْ آيَةٌ قَالُوا لَنْ نُؤْمِنَ حَتَّى نُؤْتَى مِثْلَ مَا أُوتِيَ رُسُلُ اللَّهِ اللَّهُ أَعْلَمُ حَيْثُ يَجْعَلُ رِسَالَتَهُ سَيُصِيبُ الَّذِينَ أَجْرَمُوا صَغَارٌ عِنْدَ اللَّهِ وَعَذَابٌ شَدِيدٌ بِمَا كَانُوا يَمْكُرُونَ (١٢٤)
“Apabila datang sesuatu ayat kepada mereka, mereka berkata: "Kami tidak akan beriman sehingga diberikan kepada Kami yang serupa dengan apa yang telah diberikan kepada utusan-utusan Allah". Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan. orang-orang yang berdosa, nanti akan ditimpa kehinaan di sisi Allah dan siksa yang keras disebabkan mereka selalu membuat tipu daya. Qs. 6:124
Adam AS adalah manusia pertama yang menjabat sebagai Nabi, Rasul dan Khalifah-Nya.
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لا تَعْلَمُونَ (٣٠)
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (Qs 2:30)
Para nabi selanjutnya di angkat oleh Allah SWT melalui suatu prosedur standar yang disebut dengan mitsaqan ghalizan, yaitu perjanjian yang sangat kuat. Seluruh Nabi melakukan perjanjian ini dengan Allah SWT.
وَإِذْ أَخَذْنَا مِنَ النَّبِيِّينَ مِيثَاقَهُمْ وَمِنْكَ وَمِنْ نُوحٍ وَإِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ وَأَخَذْنَا مِنْهُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا (٧)
“Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil Perjanjian dari nabi-nabi dan dari kamu (sendiri) dari Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa putra Maryam, dan Kami telah mengambil dari mereka Perjanjian yang teguh.” (Qs Al Ahzab 33:7)
Penetapan manusia sebagai Nabi dan Rasul ini bahkan pada masa Musa AS telah ditetapkan Allah SWT sejak Musa AS masih bayi.
وَأَوْحَيْنَا إِلَى أُمِّ مُوسَى أَنْ أَرْضِعِيهِ فَإِذَا خِفْتِ عَلَيْهِ فَأَلْقِيهِ فِي الْيَمِّ وَلا تَخَافِي وَلا تَحْزَنِي إِنَّا رَادُّوهُ إِلَيْكِ وَجَاعِلُوهُ مِنَ الْمُرْسَلِينَ (٧)
“Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa; "Susuilah Dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya Maka jatuhkanlah Dia ke sungai (Nil). dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena Sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul”. (Qs 28:7)
Sampai akhirnya Musa AS pada usia dewasa di lantik sebagai Nabi dan Rasul.
قَالَ يَا مُوسَى إِنِّي اصْطَفَيْتُكَ عَلَى النَّاسِ بِرِسَالاتِي وَبِكَلامِي فَخُذْ مَا آتَيْتُكَ وَكُنْ مِنَ الشَّاكِرِينَ (١٤٤)
“Allah berfirman: "Hai Musa, Sesungguhnya aku memilih (melebihkan) kamu dan manusia yang lain (di masamu) untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku, sebab itu berpegang teguhlah kepada apa yang aku berikan kepadamu dan hendaklah kamu Termasuk orang-orang yang bersyukur." (Qs 7:144)
Dalam kisah Musa AS pula ditemukan pengangkatan Harun AS sebagai Nabi dan Rasul untuk menjadi pendamping Musa AS dalam menyampaikan risalahnya. Mungkin ini mengingat tantangan dakwah Nabi Musa dan Nabi Harun yang sangat berat bukan hanya dari kaumnya tetapi juga dari penguasa saat itu.
وَأَخِي هَارُونُ هُوَ أَفْصَحُ مِنِّي لِسَانًا فَأَرْسِلْهُ مَعِيَ رِدْءًا يُصَدِّقُنِي إِنِّي أَخَافُ أَنْ يُكَذِّبُونِ (٣٤)قَالَ سَنَشُدُّ عَضُدَكَ بِأَخِيكَ وَنَجْعَلُ لَكُمَا سُلْطَانًا فَلا يَصِلُونَ إِلَيْكُمَا بِآيَاتِنَا أَنْتُمَا وَمَنِ اتَّبَعَكُمَا الْغَالِبُونَ (٣٥)
“34. Dan saudaraku Harun Dia lebih fasih lidahnya daripadaku, Maka utuslah Dia bersamaku sebagai pembantuku untuk membenarkan (perkataan)ku; Sesungguhnya aku khawatir mereka akan mendustakanku".
35. Allah berfirman: "Kami akan membantumu dengan saudaramu, dan Kami berikan kepadamu berdua kekuasaan yang besar, Maka mereka tidak dapat mencapaimu; (berangkatlah kamu berdua) dengan membawa mukjizat Kami, kamu berdua dan orang yang mengikuti kamulah yang akan menang. (Qs 28:34-35)
وَوَهَبْنَا لَهُ مِنْ رَحْمَتِنَا أَخَاهُ هَارُونَ نَبِيًّا (٥٣)
“Dan Kami telah menganugerahkan kepadanya sebagian rahmat Kami, Yaitu saudaranya, Harun menjadi seorang Nabi. (Qs 19:53)
“142. Dan telah Kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi), Maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam. dan berkata Musa kepada saudaranya Yaitu Harun: "Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku, dan perbaikilah, dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakan".
143. Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau". Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, Maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku". tatkala Tuhannya Menampakkan diri kepada gunung itu[565], dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, Dia berkata: "Maha suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman".
144. Allah berfirman: "Hai Musa, Sesungguhnya aku memilih (melebihkan) kamu dan manusia yang lain (di masamu) untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku, sebab itu berpegang teguhlah kepada apa yang aku berikan kepadamu dan hendaklah kamu Termasuk orang-orang yang bersyukur."
145. Dan telah Kami tuliskan untuk Musa pada luh-luh[566] (Taurat) segala sesuatu sebagai pelajaran dan penjelasan bagi segala sesuatu; Maka (kami berfirman): "Berpeganglah kepadanya dengan teguh dan suruhlah kaummu berpegang kepada (perintah-perintahnya) dengan sebaik-baiknya, nanti aku akan memperlihatkan kepadamu negeri orang-orang yang fasik.
[565] Para mufassirin ada yang mengartikan yang nampak oleh gunung itu ialah kebesaran dan kekuasaan Allah, dan ada pula yang menafsirkan bahwa yang nampak itu hanyalah cahaya Allah. Bagaimanapun juga nampaknya Tuhan itu bukanlah nampak makhluk, hanyalah nampak yang sesuai sifat-sifat Tuhan yang tidak dapat diukur dengan ukuran manusia.
[566] Luh Ialah: kepingan dari batu atau kayu yang tertulis padanya isi Taurat yang diterima Nabi Musa a.s. sesudah munajat di gunung Thursina.
Berdasar penjelasan Al Quran di atas, bisa disimpulkan bahwa pengesahan atau pelegitimasian kekhalifahan para Nabi dan Rasul berbanding lurus dengan pengangkatan mereka sebagai Nabi dan Rasul. Begitu pula sejak diangkatnya Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib sebagai Nabi dan Rasul, maka sejak itu pula maqom jabatan khalifatullah di sandang oleh Muhammad Rasulullah SAW.
Allah SWT menegaskan bahwa prosedur sah satu-satunya pengangkatan Nabi dan Rasul adalah dengan melalui perjanjian yang agung yang disebut Mitsaqan Ghalizan.
وَإِذْ أَخَذْنَا مِنَ النَّبِيِّينَ مِيثَاقَهُمْ وَمِنْكَ وَمِنْ نُوحٍ وَإِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ وَأَخَذْنَا مِنْهُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا (٧)
“Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil Perjanjian dari nabi-nabi dan dari kamu (sendiri) dari Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa putra Maryam, dan Kami telah mengambil dari mereka Perjanjian yang teguh[1202]. (Qs. 33:7)
Menurut Dr. Muhammad Hasan Al Hamsi, ketika menampilkan ayat di atas dalam Tafsir wa Bayan Mufrodatul Quran ‘Ala Mishaf at-Tajwid ma’a Asbabun Nuzul li as-Suyuthi, memberikan catatan bahwa mitsaqan ghalizan adalah
عَهْدًا وَثِيْقًا قَوِيًّا عَلَى اْلوَفَاءِ
“Sebuah perjanjian terkait kuat untuk dipenuhi”
Hal ini menandakan bahwa perjanjian Allah SWT dengan para Nabi dan Rasul merupakan perjanjian yang sangat berat konsekuensinya, terkait dengan sangat kuat serta harus dipenuhi dan direalisasikan sepanjang hidupnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.