SYARAT-SYARAT LAILAHA ILLALLAH


Harus kita ketahui bahwa yang dimaksudkan disini bukanlah menghitung atau menghafalkan kalimat ini. Banyak orang awam yang memenuhi dalam komitmen kepadanya, meskipun bila disuruh menghitungnya tidak bisa melakukannya secara baik. Tapi banyak pula orang yang dapat menghafal dengan lancar bagai anak panah yang melesat, namun anda lihat ia terjerumus ke dalam hal-hal yang membatalkannya. Taufik ( petunjuk ) hanya di tangan Allah Swt. Ketika ada orang bertanya kepada Wahd bin Munabbih, " Bukankah la ilaha illallah adalah kunci surga? " ia menjawab, " benar, namun tidak ada satu kuncipun kecuali mempunyai gigi-gigi. Jika engkau menggunakan kunci yang bergigi, pintu akan terbuka. Jika tidak, tidak akan terbuka".

Gigi-gigi kunci itu adalah syarat-syarat la ilaha illallah berikut:
a. Syarat pertama, mengetahui makna yang dimaksudkan, baik penafian maupun penetapan, yang dapat menghilangkan kebodohan tentangnya. Allah swt. Qs. Muhammad : 19, 43: 86. Maksudnya adalah bersaksi bahwa tiada ilah selain Allah, sedang mereka mengetahui dengan hati mereka akan hal yang diucapkan oleh lisan mereka itu. Ali Imron: 18. Dari Utsman ra. yang mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda, " Barang siapa meninggal, sedang ia mengetahui bahwa tidak ada tuhan yang disembah kecuali Allah, ia masuk surga." (HR Muslim)

b. Syarat kedua, keyakinan yang dapat menghilangkan keraguan. Artinya, orang yang mengatakannya haais benar-benar meyakini kandungan kalimat ini dengan keyakinan yang kokoh, karena dalam hal iman yang berguna hanyalah 'ilm al-yaqin (pengetahuan yang pasti) bukan sekedar Mim azh-zhan ( asumsi). Qs. Al-Hujarat 15. Dalam shahih Muslim disebutkan riwayat dari Abu Hurairah ra. yang mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah selain Allah dan bahwa aku adalah utusan Allah. Tidak ada seorang hamba yang bertemu Allah dengan kedua kalimat ini dan tidak ragu-ragu tentang keduanya, kecuali masuk surga." Dalam riwayat lain disebutkan, "Tidak ada seorang hamba yang bertemu Allah dengan kedua kalimat itu dan tidak ragu tentangnya, yang terhalang dari surga." Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. juga dalam sebuah hadits yang panjang bahwa Rasulullah saw bersabda, "Siapa saja yang engkau temui dibalik tembok ini bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang disembah selain Allah dengan keyakinan hati, sampaikan kabar gembira kepadanya dengan surga." (HR Muslim)

Imam Ourthubi mengatakan, " Dalam al-mufhim' ala Shahih Muslim ada bab " Tidak cukup dengan melafalkan syahadatain, tapi harus dengan keyakinan hati ". Pengantar ini merupakan peringatan akan rusaknya aliran ekstrem Murji'ah yang mengatakan bahwa melafalkan syahadatain cukup dalam keimanan. Hadist-hadits dalam bab ini menunjukan rusaknya aliran tersebut. Bahkan setiap orang yang memahami syariat mengetahui kerusakan aliran tersebut. Di samping itu, karena konsekuensinya adalah membenarkan kemunafikan, padahal menghukumi orang munafik dengan keimanan yang benar jelas merupakan kebatilan "

c. Syarat ketiga menerima konsekuensi dangan hati dan lisannya Allah Swt. menceritakan kepada kita tentang orang-orang yang terdahulu berupa penyelamatan orang yang menerimanya dan penyiksaan orang yang menolaknya dan mengabaikannya Perhatikan Qs. Az-Zukhruf. 23-25, Yunus : 103, Ashshaffat: 35-36.

d. Svarat keempat, tunduk kepada apa vang dikandungnya dan menolak meninggalkannya. Os. Azzumar : 54, Annisaa : 125, Luqman : 22, tali yang paling kokoh disini adalah la ilaha illallah. Dalam hadits shahih disebutkan, " Tidaklah beriman salah seorang diantara kalian, sehingga hawa nafsunya tunduk kepada ajaran yang aku bawa. "Dan itulah kesempurnaan dan puncak ketundukan itu. Qs. An Nisa : 65. Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan, "Allah Swt bersumpah dengan dirinya Yang Maha Mulia lagi Suci, bahwa seseorang belum beriman sebelum ia menjadikan Rasul Saw sebagai hakim dalam segala persoalan. Apa saja yang diputuskan oleh Nabi Saw adalah kebenaran yang wajib dipatuhi secara lahir dan batin. Karena itu Allah berfirman Qs. An-Nisaa 4:65.

Artinya jika mereka berhakim kepadamu mereka menaati dalam batin mereka lalu tidak mendapati didalam hati mereka rasa keberatan sedikitpun terhadap apa yang engkau putuskan. Mereka mematuhi hukum itu secara lahir dan batin sehingga mereka tunduk pasrah kepadanya sepenuhnya tanpa perlawanan, proteksi, apologi, maupun pertentangan, sebagaimana disebutkan dalam hadits, "Demi Dzat yang jiwaku berada ditangan-Nya, tidaklah beriman salah seorang kalian hingga kecenderungannya tunduk kepada ajaran yang aku bawa." 

e. Syarat kelima, jujur yang berarti tidak dusta, artinya ia mengucapkannya secara jujur dari hatinya, lidahnya sejalan dengan hatinya. Qs. Al Ankabut : 1-3, Al Baqoroh : 8-10. " Dari Muadz bin Jabal bahwa Nabi Saw bersabda, " Tak seorangpun yang bersaksi bahwa tiada ilah kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya dengan jujur dari hatinya, kecuali Allah mengharamkannya disentuh api neraka" (HR Bukhari Muslim). Ibnu Qoyyim berkata, "Membenarkan la ilaha illallah menuuntut adanya ketundukan dan pengakuan akan hak-haknya yaitu syariat Islam yang merupakan penjabaran kalimat tauhid ini, dengan membenarkan seluruh berita-beritanya, menunaikan perintah-perintahnya dan menjauhi larangan-larangannya. Orang yang membenarkan kalimat ini pada hakikatnya adalah orang yang melakukan itu semua. Adalah sudah maklum bahwa terpeliharanya harta dan darah secara mutlak, tidak akan ada kecuali dengan kalimat itu dan dengan menunaikan haknya. Demikian juga keselamatan dari azab secara mutlak, tidak akan terjadi kecuali dengan kalimat ini dan dengan menunaikan haknya."

Rasululah bersabda, "Syafaatku adalah untuk orang yang bersaksi bahwa tidak ada ilah kecuali Allah secara tulus ikhlas, hatinya membenarkan lisannya dan lisannya membenarkan hatinya." Ibnu Rajab mengatakan, "Adapun orang yang mengucapkan Ia ilaha illallah dengan lidahnya, kemudian ia menaati setan, kecenderungannya adalah bermaksiat dan menentang Allah, maka sebenarnya perbuatannya itu telah mendustakan perkataannya. Kesempurnaan tauhidnya terkurangi sesuai dengan kadar kemaksiatannya kepada Allah itu dalam menuruti syaithon dan hawa nafsunya " Perhatikan Qs Al Oashash : 50, Shod : 26.
 
f. Svarat keenam. Ikhlas, vaitu memurnikan amal r^rbuatan_darj. berbagai noda kemusyrikan dengan niat vang baik. Qs. Az Zumar : 3, Al Bayyinah : 5. Dari Abu Hurairoh bahwa Nabi Saw bersabda : " Orang yang paling berbahagia dengan syafaatku adalah orang yang mengucapkan la ilaha illallah secara tulus ikhlas dari hatinya, atau dari jiwanya." (HR Bukhari). Dari Utban bin Malik bahwa Nabi Saw bersabda, Sesungguhnya Allah mengharamkan atas api neraka, orang yang mengucapkan la ilaha illallah dengan maksud mengharapkan ridha Allah Swt." (HR Muslim) Riwayat An-Nasai menyebutkan dari dua orang shahabat bahwa Rasulullah Saw bersabda, "Barang siapa yang mengucapkan la ilaha illallah wahdahu la syarikalah lahul mulku walahul hamdu wa huwa 'ala kulli syai'in qodir, dengan tulus ikhlas dari hatinya dan dibenarkan oleh lisannya, maka Allah menyibakkan langit sedemikian rupa untuk kalimat itu hingga la memandang penduduk bumi yang mengucapkannya. Adalah merupakan hak hamba yang dipandang oleh Allah bahwa Ia mengabulkan permohonannya." Al Fudhail bin Iyadh berkata, " Sesungguhnya amal perbuatan jika sudah ikhlas namun tidak benar, tidak akan diterima. Jika benar namun tidak ikhlas juga tidak akan diterima sebelum menjadi amal yang ikhlas dan benar. Ikhlas jika ia hanya karena Allah, sedangkan benar berarti mengikuti sunnah."

Al Our'an membuat perumpamaan yang sangat jelas bagi orang yang ikhlas dalam tauhidnya dan orang yang musyrik dalam Qs. Az Zumar : 29. Ayat ini merupakan gambaran yang dibuat oleh Allah Swt tentang hamba yang bertauhid dan hamba yang musyrik. Mereka digambarkan seperti seorang budak yang dimiliki oleh orang banyak yang berserikat, satu sama lain saling berselisih memperebutkannya, ia adalah milik bersama mereka, masing-masing majikan memberi arahan, tugas dan beban hingga ia bingung, tidak mapan pada satu cara, tidak konsisten pada satu jalan, dan tidak bisa memuaskan keinginan mereka yang bertentangan itu ; dan seorang budak yang dimiliki oleh seorang tuan saja, ia tahu apa yang diminta tuannya dan apa yang ditugaskan kepadanya sehingga ia tenang dan tetap pada satu cara yang jelas.

Samakah keduanya ? Tidak. Karena budak yang tunduk kepada satu tuan saja bisa menikmati tenangnya kemapanan, pengertian, dan keyakinan, menyatunya potensi, kesatuan orietasi dan kejelasan jalan. Sementara budak yang tunduk kepada banyak tuan yang bersekutu tentu akan selalu tersiksa dan goyah, tidak bisa tetap pada satu keadaan dan tidak bisa memuaskan seorang tuanpun diantara mereka, jangankan seluruhnya. Perumpamaan ini menggambarkan hakikat tauhid dan hakikat kemusyrikan dalam segala kondisi. Hati yang mengimani hakikat tauhid adalah hati yang berjalan diatas petunjuk dari Allah Hanya dari-Nya ia mengambil, dan hanya kepada-Nya ia menghadapkan."

Al Qasimi mengatakan, " Yang menjadi tujuan adalah mengesakan Al-Ma'bud dalam penyatuan orientasi dan menghindari keterpecahan sebagaimana Qs. Yusuf : 39. Sesungguhnya didalam Islam harus ada penyerahan diri dan kepatuhan hanya kepada Allah saja dan meninggalkan kepatuhan kepada selain-Nya. Inilah hakikat la ilaha illallah. Karena itu barangsiapa patuh kepada Allah dan kepada selain Allah juga, adalah musyrik, padahal Allah tidak akan mengampuni dosa syirik. Sedangkan orang yang tidak patuh kepada-Nya berarti ia sombong tidak mau menyembah-Nya padahal Allah telah berfirman dalam Qs Al Mukmin : 6.
 
g. Svarat ketujuh, mencintai kalimat ini apa yang menjadi konsekuensinya dan kandungan-kandungannya. mencintai orang-orang yang memiliki, mengamalkan, dan komitmen dengan svarat-svaratnva. serta membenci segala yang dapat menggugurkan MUt" Qs Al Baqoroh : 165, Al Maidah : 54. Rasulullah bersabda, "Tiga hal barangsiapa dalam dirinya ada ketiganya akan mendapatkan manisnya iman, bila Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selain keduanya, bila seseorang mencintai seseorang yang lain ia tidak mencintainya kecuali karena Allah, dan apabila ia tidak ingin kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkan dirinya dari kekufuran itu sebagaimana ia tidak ingin dijebloskan kedalam neraka (HR Bukhari)

Hafidz Al Hakami berkata, "Indikasi kecintaan seorang hamba kepada Rabbnya adalah mendahulukan cinta-Nya sekalipun hawa nafsunya menentangnya, membenci apa yang dibenci Rabbnya sekalipun hawa nafsunya cenderung kepadanya, memberikan loyalitas kepada orang yang loyal kepada Allah dan Rasul-Nya, memusuhi orang yang memusuhi-Nya, mengikuti Rasul-Nya, meniti jejak-Nya dan menerima petunjuk-Nya" Ibnu Oayyim berkata, " Syarat kecintaan adalah engkau sejalan dengan siapa yang kau cintai demi cintanya tanpa ada mendurhakainya. Jika engkau mengaku mencintainya tapi engkau menentang hal yang dicintainya, berarti engkau bohong. Pantaskah engkau mencintai musuh kekasihmu, sementara engkau mengaku mencintainya ? itu tidak mungkin. Selain itu engkau juga serius memusuhi orang-orang yang dicintainya. Mana cinta itu wahai saudara syaithon 9 Bukanlah ibadah jika tidak menyatukan kecintaan, disertai ketundukan hati dan anggota badan." "Kita lihat kemusyrikan yang sangat jelas pada sekelompok orang yang mengaku Islam Mereka menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah, loyal dan menyetarakan mereka dengan kekuasaan-Nya dalam kecintaan, bukan dalam kekuasaan."

Menurut Sayyid Outb, uluhiyah berarti hakimiyah (penguasaan) yang tertinggi. Uluhiyah bermakna melucuti kekuasaan yang dipergunakan oleh pemuka agama, ketua suku, pangeran dan penguasa dan mengembalikan semuanya kepada Allah. Mulai dari kekuasaan atas hati nurani, kekuasaan atas perasaan, kekuasaan atas kenyataan hidup, kekuasaan atas harta, kekuasaan atas hukum sampai kekuasaan atas jiwa dan raga. La ilaha illallah adalah suatu revolusi terhadap kekuasaan bumi yang telah merampas ciri-ciri rabbaniyah yang pertama : revolusi terhadap situasi yang timbul atas prinsip perampasan ini, dan pemberontakan terhadap orang yang memerintah dengan hukum yang dibuatnya sendiri tanpa izin Allah.

Jika diteliti secara mendalam sangat dahsyat sekali dampak yang ditimbulkan dari kalimat la ilaha illallah ini, itulah sebabnya mengapa ketika Abu Jahal dida'wahi Rasulullah untuk mengikuti kalimat ini, ia mengatakan : hadza amru mimma tukrihihul muluk, ini adalah kalimat yang dibenci oleh para penguasa. Tepat sekali apa yang dikatakan oleh Abu Jahal, dampak langsung dari kalimat lailaha illallah adalah tanggalnya kekuasaan dan kecongkakan para penguasa, sebab kalimat la ilaha illallah "menurunkan" derajat penguasa menjadi derajat seorang budak dihadapan Allah SWT, dan tidak hanya itu kekuasaan dan kecongkakan yang dimilikinya diserahkan sepenuhnya kepada Allah SWT.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.