Kata ijtihad dari bahasa Arab, berasal dari kata kerja (ft 'il) "ijtahada" - "yajtahidu" -"ijtihadan", yang artinya "sungguh-sungguh". Ijtihad dalam pengertian ini bukanlah dalam urusan yang ringan atau mudah, melainkan dalam urusan yang berat dan sulit. Kata ijtihad juga berasal dari kata "jahdu" atau "juhdu" yang artinya kuasa atau kuat dan atau kepayahan. Jadi kata berjihad biasanya dimaknai dengan susah payah, mengeluarkan seluruh kekuatan dan dengan penuh kesanggupan berperang melawan musuh, demikian kira-kira gambaran ijtihad yang menuntut kesungguhan memecahkan masalah yang berat atau sulit.
Secara istilah ijtihad menurut ulama ahli ushul fiqh adalah menghabiskan kesanggupan dalam memperoleh suatu hukum syara' yang 'amali dengan jalan mengeluarkan dari Al Our'an dan Sunnah Sedangkan mujtahid artinya seorang faqih yang menghabiskan kesanggupannya untuk menghasilkan dalam (sangkaan) dengan menetapkan hukum syara' dengan jalan islinhaih dari keduanya. Dalam sebuah hadis dari 'Amr bin Ash ia pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda : "Apabila si hakim menghukum lalu ia berijtihad dan ijtihadnya benar dia akan mendapat dua pahala, dan apabila ia menghukum lalu berijtihad dan ijtihadnya salah maka dia akan menerima satu pahala." Hadis ini diriwayatkan oleh Bukari Muslim.
Lapangan ijtihad sangat luas sekali, setiap ada permasalahan yang tidak didapatkan hukumnya didalam Al Qur'an dan Sunnah maka ia menjadi lapangan ijtihad. Dalam usaha-usaha mengembangkan masyarakat dan negara, lapangan ijtihad pada bidang-bidang Muamalah dalam sebuah masyarakat masih sangat luas sekali, penetapan hukum-hukum kemasyarakatan menjadi prioritas utama, seperti hukum-hukum pidana maupun perdata. Hukum sebagai suatu keluaran (product) dari sebuah majelis (institusi) yang memiliki kewenangan (otority) untuk itu, kepatuhan padanya menjadi syarat dari keimanan seseorang, Al Our'an menjelaskan siapa saja yang tidak berhukum dengan hukum Islam, orang tersebut disebut kafir, fasiq dan dzalim (Qs. 5:44,45,47)
Dalam berijtihad, para ulama telah membuat methode-methode antara lain :
a. (Qiyas/analogi, yaitu menetapkan hukum terhadap suatu hal yang belum diterangkan oleh Al Qur'an dan Sunnah, dengan dianalogikan kepada hukum sesuatu yang sudah diterangkan hukumnya oleh Al Our'an dan Sunnah karena ada sebab yang sama
b. Ijma '/konsensus/ijtihad kolektif, yaitu kesepakatan ulama-ulama untuk menentukan suatu hukum
c. Islihsan yaitu menetapkan hukum terhadap sesuatu persoalan ijtihadiyah atas dasar prinsip-prinsip umum Islam, seperti keadilan, kasih sayang, dll
d. Mashalihul Mursalah, yaitu menetapkan hukum terhadap sesuatu persoalan ijtihadiyah atas pertimbangan kemanfaatan/kemashlahatan sesuai dengan tujuan syari'ah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.