PENGERTIAN DAN RUKUN IMAN

PENGERTIAN IMAN

Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Muslim, Tirmidzi dan Nasa'i, dari Umar bin Khattab, bahwa Rasulullah menjelaskan pengertian iman yaitu : "Kamu beriman dengan Allah, malaikat-Nya, kitab-Nya, rasul-Nya dan hari akhir, dan kamu beriman dengan qadar baik dan buruk." Dari pengertian iman ini tergambar pengertian iman beserta cakupannya. 

Iman secara bahasa artinya membenarkan (attashdiq), sedangkan menurut istilah adalah pembenaran dengan hati (tashdiqun bil qalbi), diucapkan dengan lisan (taqrirun bil lisan) dan dikerjakan dalam amal nyata ('amalun bil arkan). 

Imam Al-Muzani dalam bukunya Syarhus Sunnah berkata,
وَالإِيْمَانُ قَوْلٌ وَعَمَلٌ مَعَ اعْتِقَادِهِ بِالجَنَانِ قَوْلٌ بِاللِّسَانِ وَعَمَلٌ بِالجَوَارِحِ وَالأَرْكَانِ
وَهُمَا سِيَّانِ وَنِظَامَانِ وَقَرِيْنَانِ لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَهُمَا لاَ إِيْمَانَ إِلاَّ بِعَمَلٍ وَلاَ عَمَلَ إِلاَّ بِإِيْمَانٍ
“Iman itu perkataan dan perbuatan, bersama dengan keyakinan dalam hati, ucapan dalam lisan, dan amalan dengan anggota badan. Perkataan dan perbuatan itu sama, saling mendukung satu dan lainnya, saling terkait satu dan lainnya, dan keduanya tidak dibedakan (sama-sama termasuk iman). Tidak ada iman yang benar melainkan dengan amalan. Tidak ada amalan yang diterima melainkan dengan beriman.”

Iman bisa bertambah dan berkurang dengan bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan. Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala,
فَأَمَّا الَّذِينَ آَمَنُوا فَزَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَهُمْ يَسْتَبْشِرُونَ
“Adapun orang-orang yang beriman, maka akan bertambah imannya, dan mereka merasa gembira.”  (QS. At-Taubah: 124)
Begitu juga firman Allah Ta’ala,
لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَعَ إِيمَانِهِمْ
“Supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada).” (QS. Al-Fath: 4)
وَيَزِيدُ اللَّهُ الَّذِينَ اهْتَدَوْا هُدًى
“Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk.” (QS. Maryam: 76)
وَيَزْدَادَ الَّذِينَ آمَنُوا إِيمَانًا
“Dan supaya orang yang beriman bertambah imannya.” (QS. Al-Mudatsir: 31)
فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا فَزَادَتْهُمْ إِيمَانًا
“Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya.” (QS. At-Taubah: 124)
فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَانًا
“Karena itu takutlah kepada mereka”, maka perkataan itu menambah keimanan mereka.” (QS. Ali Imran: 173)
وَمَا زَادَهُمْ إِلَّا إِيمَانًا وَتَسْلِيمًا
“Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan.” (QS. Al-Ahzab: 22)

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « الإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ بَابًا فَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ وَأَرْفَعُهَا قَوْلُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ »
Dari Abu Hurairah  radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Iman itu ada tujuh puluh sekian pintu. Yang paling rendah dari iman adalah menyingkirkan gangguan dari jalanan. Yang paling tinggi adalah kalimat laa ilaha illallah.” (HR. Muslim, no. 35 dan Tirmidzi, no. 2614)

Hadits Hanzalah berikut menunjukkan bahwa iman itu bisa berkurang.

عَنْ حَنْظَلَةَ الأُسَيِّدِىِّ قَالَ – وَكَانَ مِنْ كُتَّابِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ – لَقِيَنِى أَبُو بَكْرٍ فَقَالَ كَيْفَ أَنْتَ يَا حَنْظَلَةُ قَالَ قُلْتُ نَافَقَ حَنْظَلَةُ قَالَ سُبْحَانَ اللَّهِ مَا تَقُولُ قَالَ قُلْتُ نَكُونُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُذَكِّرُنَا بِالنَّارِ وَالْجَنَّةِ حَتَّى كَأَنَّا رَأْىَ عَيْنٍ فَإِذَا خَرَجْنَا مِنْ عِنْدِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَافَسْنَا الأَزْوَاجَ وَالأَوْلاَدَ وَالضَّيْعَاتِ فَنَسِينَا كَثِيرًا قَالَ أَبُو بَكْرٍ فَوَاللَّهِ إِنَّا لَنَلْقَى مِثْلَ هَذَا. فَانْطَلَقْتُ أَنَا وَأَبُو بَكْرٍ حَتَّى دَخَلْنَا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قُلْتُ نَافَقَ حَنْظَلَةُ يَا رَسُولَ اللَّهِ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « وَمَا ذَاكَ ». قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ نَكُونُ عِنْدَكَ تُذَكِّرُنَا بِالنَّارِ وَالْجَنَّةِ حَتَّى كَأَنَّا رَأْىَ عَيْنٍ فَإِذَا خَرَجْنَا مِنْ عِنْدِكَ عَافَسْنَا الأَزْوَاجَ وَالأَوْلاَدَ وَالضَّيْعَاتِ نَسِينَا كَثِيرًا. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ إِنْ لَوْ تَدُومُونَ عَلَى مَا تَكُونُونَ عِنْدِى وَفِى الذِّكْرِ لَصَافَحَتْكُمُ الْمَلاَئِكَةُ عَلَى فُرُشِكُمْ وَفِى طُرُقِكُمْ وَلَكِنْ يَا حَنْظَلَةُ سَاعَةً وَسَاعَةً ». ثَلاَثَ مَرَّاتٍ

Dari Hanzholah Al-Usayyidiy -beliau adalah di antara juru tulis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam-, ia berkata, “Abu Bakr pernah menemuiku, lalu ia berkata padaku, “Bagaimana keadaanmu wahai Hanzhalah?” Aku menjawab, “Hanzhalah kini telah jadi munafik.” Abu Bakr berkata, “Subhanallah, apa yang engkau katakan?”

Aku menjawab, “Kami jika berada di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kami teringat neraka dan surga sampai-sampai kami seperti melihatnya di hadapan kami. Namun ketika kami keluar dari majelis Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kami bergaul dengan istri dan anak-anak kami, sibuk dengan berbagai urusan, kami pun jadi banyak lupa.” Abu Bakr pun menjawab, “Kami pun begitu.”

Kemudian aku dan Abu Bakr pergi menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu aku berkata, “Wahai Rasulullah, jika kami berada di sisimu, kami akan selalu teringat pada neraka dan surga sampai-sampai seolah-olah surga dan neraka itu benar-benar nyata di depan kami. Namun jika kami meninggalkan majelismu, maka kami tersibukkan dengan istri, anak dan pekerjaan kami, sehingga kami pun banyak lupa.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bersabda,
“Demi Rabb yang jiwaku berada di tangan-Nya. Seandainya kalian mau kontinu dalam beramal sebagaimana keadaan kalian ketika berada di sisiku dan kalian terus mengingat-ingatnya, maka niscaya para malaikat akan menjabat tangan kalian di tempat tidur dan di jalan kalian. Namun Hanzhalah, lakukanlah sesaat demi sesaat.” Beliau mengulanginya sampai tiga kali. (HR. Muslim, no. 2750).

Jadi, iman itu bisa bertambah dan berkurang, iman bertambah karena ketaatan dan berkurang karena maksiat (al imanu yazidu wa yanqush, Yazidu bith tho’at, yanqushu bil ma’ashi)

TUNTUTAN IMAN

Iman dengan pengertian ini menuntut seorang muslim untuk bersikap dengan sikap-sikap yang dikehendaki oleh Allah SWT, diantara tuntutan tersebut diantaranya adalah :
a) Mencintai Allah dan Rasul-Nya lebih dari mencintai segala sesuatu (Qs. 9:24 2:165)
b) Mendengar dan mentaati Allah, Rasul dan Ulil Amri (Qs. 24:51-52 4:59) tanpa memilah-milah apa yang telah menjadi ketentuan dengan ikhlas dan ridho (Qs. 33:21 4:64-65)
c) Memberikan loyalitas hanya kepada Allah, Rasul dan Mu'minin (Qs. 5:55 2:257)
d) Menghukum diri hanya dengan hukum Allah (Qs. 4:60 6:114)
e) Beramal dengan amalan yang sholih, yaitu yang selaras dengan hukum-hukum dalam Jama'ah (Qs. 103:2-3)
f) Berjihad dengan sesungguh-sungguhnya (Qs. 22:78 49:15 29:6)

RUKUN IMAN

Rukun Iman terumuskan dalam bahasan sebagai berikut:
Iman Kepada Allah, artinya mengimani seluruh nama-namanya, sifat-sifat-Nya (asmaaul wa shifat) juga mengimani peran-Nya (wazhifatullah) dalam pengaturan makhluq-Nya yakni sebagai Rabb. Malik dan Ilah (Qs. 114.1-3). 

Iman Kepada Malaikat Allah, artinya mengimani wujud, seluruh sifat dan tugas-tugas para malaikat Allah (Qs. 2:97-98 2:177 2:285 4:136). Secara tabiat atau perilaku, telah menjadi sifat malaikat untuk tunduk, patuh dan taat kepada Allah SWT secara sempurna (Qs. 16:50 21:26-28 66:6). Tugas-tugas mereka yang terekam didalam Al Qur'an diantaranya adalah :
Beribadah kepada-Nya secara terus menerus tanpa rasa bosan, terpaksa dan lelah (Qs. 7:206 21:19-20 39:75 66:6)
Membawa wahyu kepada para Nabi dan Rasul (Qs 2:97 16:102 26:192-195 53:3-10 78:19-21)
Memohonkan ampunan bagi mu'minin (Qs. 40:7-9) 
Meniup Sangkakala (Qs. 39:68)
Mencatat amal perbuatan (Os. 43:70-80 50:16-18 82:10-12)
Mencabut nyawa makhluq hidup (Qs. 6:61 16:32 32:11)
Menjaga dan memberi salam kepada ahli surga (Qs. 13:23-24 39:73)
Menjaga neraka dan menyiksa ahli neraka (Qs. 2:161-162   40:49-50   43:74 66:6 73:30-31)
Memikul Arsy (Qs. 40:7 69:17)
Memberi khabar gembira, menentramkan hati dan memperkokoh kedudukan kaum mu'minin (Qs. 8:12 5:110 41:30-31)
Mengerjakan pekerjaan-pekerjaan lainnya (Qs. 37:1-3 51:1-4 77:1 -6)

Iman kepada Rasul-Rasul Allah, artinya Iman kepada Rasul artinya meyakini bahwa Allah telah mengutus para Nabi dan Rasul dengan nama-namanya yang diketahui maupun tidak diketahui, membenarkan setiap berita yang disampaikan rasul, mengamalkan dan menegakkan syariat yang dibawa Rasulullah saw.

Iman Kepada Kitabullah, artinya mengimani kitab-kitab yang pernah diturunkan Allah kepada para Nabi dan Rasul, membenarkan isinya dan menegakkan hukum-hukum didalamnya (Qs. 4:134 2:285 57:25). Kitab-kitab yang disebutkan Al Qur'an adalah : Shuhuf mrahim(Qs. 87:16-19 53:33-41), Shuhuf Musa (Qs. 87:16-19 53:33-41), Kitab Zabur (Qs. 4:163 17:55 21:105-06), Kitab Taurat (Qs. 2:53 37:114-122 5:44 6:91), Kitab Injil (Qs. 3:3 5:46), Kitab Al Qur'an (Qs. 26:192-194). Iman Kepada Rasul, artinya mengimani seluruh Rasul-Rasul Allah (Qs. 40:78 2:177 3:84 4:136 94 150-lsi). Didalam Al Qur'an diceritakan kisah tentang 25 orang dan masih banyak lagi yang tidak diceritakan (Qs. 40:78 4:164).

Iman Kepada Hari Akhir, artinya mengimaninya sebagai hari yang pasti akan datang dan menjadi masa yang abadi bagi pembalasan amal manusia (Qs. 7:57 35:9 50:9-11 31:28). Hari akhir dalam Al Qur'an disebutkan dalam beberapa nama Hari Akhir (Qs. 2:4), Hari Pembalasan (Qs. 1 4), Hari Ba'ats (Qs. 30:56), Hari Kiamat (Qs. 39:60), Hari Perhitungan (Qs. 14:41). 


Iman Kepada Oadha Dan Oadar. 
Qadar, menurut bahasa yaitu: Masdar (asal kata) dari qadara-yaqdaru-qadaran, dan adakalanya huruf daal-nya disukunkan (qa-dran). Ibnu Faris berkata, “Qadara: qaaf, daal dan raa’ adalah ash-sha-hiih yang menunjukkan akhir/puncak segala sesuatu. Maka qadar adalah: akhir/puncak segala sesuatu. Dinyatakan: Qadruhu kadza, yaitu akhirnya. Demikian pula al-qadar, dan qadartusy syai’ aqdi-ruhu, dan aqduruhu dari at-taqdiir.” (Mu'jam Maqayyisul Lughah)

Qadar (yang diberi harakat pada huruf daal-nya) ialah: Qadha’ (kepastian) dan hukum, yaitu apa-apa yang telah ditentukan Allah Azza wa Jalla dari qadha’ (kepastian) dan hukum-hukum dalam berbagai perkara. Qadar, menurut istilah ialah: Ketentuan Allah yang berlaku bagi semua makhluk, sesuai dengan ilmu Allah yang telah terdahulu dan dikehendaki oleh hikmah-Nya.

Qadha’, menurut bahasa ialah: Hukum, ciptaan, kepastian dan penjelasan. Asal (makna)nya adalah: Memutuskan, memisahkan, menen-tukan sesuatu, mengukuhkannya, menjalankannya dan menyele-saikannya. Maknanya adalah mencipta.  
فَقَضَاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ
“Maka Dia menjadikannya tujuh langit… .” [Fushshilat/41 : 12]
 
  مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ   
"Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah" (QS. Al-Hadid: 22).

Ibnu Hajar al-Asqalani berkata, “Mereka, yakni para ulama mengatakan, ‘Qadha’ adalah ketentuan yang bersifat umum dan global sejak zaman azali, sedangkan qadar adalah bagian-bagian dan perincian-perincian dari ketentuan tersebut.’” Fat-hul Baari).

Qadar secara bahasa sama artinya dengan takdir. Sedangkan qadha’ secara bahasa berarti hukum atau ketetapan
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ ۗوَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ ۚوَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. At-Taghabun: 11).

Iman kepada Qadha dan Oadar artinya mengimani segala ketentuan yang berlaku dialam semesta ini sebagai ketentuan-Nya, baik masa lalu, kini maupun yang akan datang (Qs. 64:11 57:22 9:51 3:145 54:49). Didalam Al Qur'an disebutkan bahwa tidak ada sesuatu yang terjadi melainkan atas sepengetahuan dan seizin-Nya (Qs. 6:59) namun secara syari'at kejadian yang terjadi di dunia disebabkan karena ulah dan perilaku manusia itu sendiri (Qs. 4:78-79). 

Secara hakikat, ditangan-Nyalah keadaan/nasib seorang hamba (Qs. 6:61 2:255 3:18), namun berubahnya keadaan/nasib seorang hamba secara syari'at karena hamba itu melakukan perubahan (laghyir) terhadap keadaan dirinya sendiri (Qs. 13:11 9.105 10:44 43:76 29:69 4.40 57:22-24). Kita secara hakiki tidak mengetahui apa saja yang sudah Allah tentukan kepada kita, yang penting adalah kita berusaha merubah keadaan menjadi lebih baik, lebih beriman bertaqwa kepada Allah

Dari Shuhaib, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
“Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Seluruhnya urusannya itu baik. Ini tidaklah didapati kecuali pada seorang mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Itu pun baik baginya.” (HR. Muslim, no. 2999)

Keimanan seseorang dapat gugur karena beberapa hal sebagai berikut:
a) Menentang kebijaksanaan syari'at (Qs. 7:54 6:121)
b) Berhukum dengan selain yang diturunkan Allah (Qs. 5:44, 45, 47)
c) Mengejek orang muslim karena kemushrnannya (Qs. 49:11 83:34-35 2:212 14:1-3)
d) Berteman dengan musuh-musuh Allah (Qs. 5:51 4:144 47:1-4)
e) Rela dengan tersebarnya kemunkaran Hadits Dari Sa'id Riwayat Bukhari, Muslim dan Tirmidzi "Siapa yang melihat kemunkaran, hendaklah ia cegah dengan tangannya, bila tidak sanggup maka dengan lisan, kalau tidak sanggup juga dengan hati maka itu adalah selemah-lemahnya iman."

Baca juga : 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.