Esensi Topik Ini Dalam Kitab dan Sunnah


Berkata penulis buku Al Wala wal Baro fil Islam,
"Perlu kami singgung di sini, bahwa topik wala' dan bara', meskipun sudah disebutkan secara jelas dalam Kitab dan Sunnah, namun ternyata andilnya dalam study dan berbagai karangan yang tertulis dalam buku-buku akidah di masa-masa yang lalu tidak seberapa banyak. Menurut pandangan kami ada tiga hal yang melatarbelakanginya, yaitu:

1. Pengertian aqidiah ini sudah gamblang bagi orang-orang Islam periode terdahulu. Dilihatdari kehidupandan sejarah mereka secara sepintas lalu saja dapat diketahui bahwa mereka berada pada tataran yang sangat tinggi dalam masalah kesucian akidah dan jihad pada jalan Allah. Semua itu menjadikan masalah wala'dan bara'sangatjelas dalam perasaan mereka, terlebih lagi sikap mereka yang selalu meruju kepada Kitab dan Sunnah dalam segala urusan.

2. Tabiat masyarakat Islam pada periode pertama khususnya dan setelah masa Khulafa'ur-rasyidin tidak menampakkan problem akidiah seputar topik ini. Problem yang muncul di kalangan mereka pada saat itu berkisar pada masalah sifat-sifat Allah, lalu muncul pula beberapa golongan yang melibatkan diri dalam masalah sifat-sifat Allah ini.

Ahlussunnah wal-jama'ah tampil untuk menghadang penyimpangan pikiran mengenaisifat-sifatAllahini. Mereka menjelaskanbahwasifat-sifat Allah sesuai dengan kebesaran dan keagungan-Nya. Maka kita pun harus menetapkan sifat-sifat ini bagi Allah seperti yang tertulis di dalam Kitab dan Sunnah tanpapenyimpangan, revisi, dibuat-buat dan penyerupaan.

Berangkat dari sini, karangan-karangan mereka dipenuhi oleh hadits-hadits yang membahas masalah sifat-sifat Allah. Tidak ada yang me-nyebutkan masalah wala' dan bara' kecuali kalimat-kalimat singkat dan sederhana, seperti ucapan mereka : "Kami para sahabat Rasulullahsaw tidak kelewatbatas mencintai salah seorang di antara mereka, tidak membenci salah seorang di antara mereka. Kami membenci orang yang membuat mereka benci dan bukan kebaikan yang mereka sebutkan."15)

3. Setelah masuknya teologi dalam karangan-karangan kaum Muslimin yang mengupas masalah akidah dan mengeruhkankesuciannya dengan hal-hal yang tidak berasal dari akidah Islam, maka topik ini sama sekali tidak disebut-sebut lagi. Bukan topik ini saja yang diabaikan.

Tetapi ia juga mengikuti akibat diabaikannya masalah la ilaha illallah dan tauhidul-uluhiyah serta kebalikannya, yaitu hal-hal yang membatalkan keislaman. Padahal, andaikata kaum Muslimin aktif menjelaskan dan memaparkannya kepada manusia dengan pemaparan yang benar, sebagai ganti dari pengalihannya kepada masalah-masalah intelektual abstraktif yang tak ada hubungannya dengan tingkah laku praktis dan pengertian Islam yang benar, maka tentu tindakan mereka lebih bermanfaat bagi manusia serta lebih mendorong mereka melakukan apayangdikehendaki Allah dari diri mereka. Rasulullah saw bersabda : "Aku meninggalkanmu pada warna putih.

Malamnya seperti siangnya. Tidak akan menyimpang darinya sesudahku kecuali orang yang rusak.16) Andaikata umat Islam mengikatkan dirinya pada sabda beliau ini dan memegangnya kuat-kuat, tentu tidak ada bangsa di Barat maupun di Timur yang berhasrat mencaplok umat Islam. Lagi pula, mereka tidak akan buta dengan mengikuti ateisme dan pemikiran Jahiliyah dunia Barat maupun Timur.

Selagi kaum Muslimin pada periode pertama hanya membatasi diri pada dua wahyu yang mulia, maka dari kalangan mereka muncul generasi yang tidak ada yang menandingi, baik sebelum maupun sesudahnya. Generasi ini menjadi unggul karena bersandar kepada agama yang murni. Mereka bisa menyibak dunia, merobek kegelapan kufur dan syirik, berperang dengan nama Allah sejak dari Perancis di sebelah barat hingga perbatasan Cina di sebelah timur.

Ada baiknya kalau kami mengupas -meskipun sedikit- tentang cara Al-Qur'an dan Sunnah memaparkan akidah secara umum, serta kejahatan teologi terhadap kaum Muslimin. Agar dari sentilan ini kita bisa mengetahui sejauh mana jurang pemisah antara kesucian sumber akidah Rabbani dan kebodohan teologi.

Orang-orang Salaf dari umat Islam sudah mengetahui bahwa Kitab Allah yang mulia, adalah Kitab petunjuk dan bukan buku filsafat atau teori-teori kosong yang sama sekali tidak menyentuh realitas. Mereka yakin bahwa Allah-lah Pencipta diri manusia, Dia satu-satunya yang mengetahui apa yang sesuai bagi diri manusia. Dia juga yang memperingatkan dari segala sesuatu yang merusak dan menimbulkan kerugian.

Keistimewaan seruan Al-Qur'an, karena ia menyeru "manusia" sebagai satu kesatuan yang saling berkaitan, yang di dalam dirinya terdapat ruh dan jasad, akal dan rasa, cinta kebaikan dan benci keburukan. Maka firman-Nya :

"Demi jiwa dan penyempurnaannya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya."(Asy-Syams:7-10)

Beginilah cara Al-Qur'an memaparkan keyakinan. Cara itu tidak hanya menyeru pikiran semata. Tapi ia menyeru "manusia" secara utuh. Pertama kali yang dibicarakannya adalah masalah penciptaan. Hal ini juga bisa merupakan seruan kepada akal agar ikut memperhatikannya. Namun seruan itu tidak hanya tertuju kepada akal semata. Semua unsur penciptaan juga terlibat. Akal mengambil peranannya sendiri untuk memikirkan masalah ini, sehingga bisa menggerakkan iman kepada penciptaan manusia. Jadi Al-Qur'an tidak hanya sekedar menyodorkan keterangan berdasarkan logika.

Al-Qur'an selalu memenuhi kebutuhan fitrah manusia seperti yang telah diciptakan Allah. Karena Allah yang menciptakan fitrah ini, maka Diq pula yang menjadikan Al-Qur'an bisa menyajikan rincian menurut kebutuhan fitrah, menghidupkan dan mendorongnya pada saat yang sama.

Sementara itu, akal merupakan bagian dari fitrah ini dan memiliki peranan tersendiri dalam masalah iman. Tetapi Allah juga mengetahui syarat-syarat yang seharusnya dimiliki akal ketika meneriman salah satu masalah kehidupan. Memungkinkan bagi akal untuk bekerja secara sendirian ketika ia memainkan peranannya untuk mengetahui sunnah alam yang memang tidak ada kaitannya dengan raga. Tapi untuk masalah iman, akal tidak bisa berdiri sendiri. Tetapi harus disertai rasa dan raga.'7

Bila kita membuka lembaran tarikh Islam untuk mendapatkan sejarah penyimpangan dalam kajian akidah, niscaya kita akan mendapatkan penyimpangan itu sudah terjadi sejak jaman Umawiyah. Memang dalam bentuk yang sederhana. Dan puncaknya terjadi pada jaman Abbasiyah, yaitu ketika terjadi penerjemahan ilmu-ilmu Yunani, India dan Persi ke dalam bahasa Arab. Berbagai penaklukan semakin meluas dan wilayah daulah Islam semakin membentang, ditambah lagi banyaknya orang yang menampakkan Islam tapi hatinya memendam kemunafikan serta zindiq bergabung ke Islam, maka terjadilah pencampuradukan dalam penerjemahan itu. Antara yang keji dan baik dari ilmu-ilmu asing itu tidak dibeda-bedakan.

Saat mayoritas manusia merasa kecanduan untuk memperoleh kebebasan intelektual, mereka pun berpendapat untuk mengimpor buih-buih Jahiliyah Greek, yang kemudian oleh orang-orang yang telah tertipu itu dinamakan "filsafat". Mereka silau oleh sesuatu yang asing, ideologi dan permainan kalimat dalam barang impor itu. Akhirnya pandangan yang silau ini mendorong mereka menutupi konsep Islam karena rasa heran. Heran kepada barangnya, isinya dan orang-orangnya.

Padahal di sana ada tabiat yang asli antara metode filsafat dan metode akidah, antara susunan bahasa filsafat dan akidah, antara hakikat iman Islam dan upaya-upaya yang serba rancu yang ada dalam filsafat dan kajian teologi buatan manusia.18)

Kita bebas bertanya: Apakah rahasia upaya pemaduan antara filsafat manusia yangjahiliyah dan berkembang dalam iklim ateis kafir, dan Islam agama Allah yang seperti air sumber yang nikmat? Ataukah hal itu merupakan akibat dari taqlid buta dan sikap mengekor di belakang setiap yang suka berkoar-koar? Ataukah itu merupakan akibat dari keengganan melaksanakan jihad dan kemalasan menyebarkan akidah ke seluruh dunia? Ataukah itu merupakan akibat kebebasan intelektual dan pergaulan mereka dengan orang-orang yang kontroversial? Ataukah di belakang itu semua ada tipu daya dari musuh-musuh Islam untuk mengotori kesucian akidah dan mencampurinya dengan noda-noda asing?

Menurut pendapat kami -wallahu a'lam- semua faktor ini saling terkait, masing-masing mempunyai peranannya sendiri-sendiri bergantung kepada kepentingannya. Hanya saja, kalau kita mengikuti kisah penerjemahan ilmu luar pada masa-masanya yang pertama, maka kami melihat bahwa tipu daya musuh agama memang sejalan dengan nafsu sebagian kaum Muslimin, khususnya sebagian penguasa pada jaman Abbasiyah, seperti Al-Ma'mun.

Maka terjadilah penerjemahan buku-buku kajian Yunani dan lain-lainnya yang diwarnai pemutarbalikan kenyataan. Hal ini dikuatkan dengan tindakan Al-Ma'mun yang mengirim utusan kepada pemimpin Sicilia yang beragama Kristen, agar segera dikirimi buku-buku filsafat dari perpustakaan Sicilia yang sangat terkenal banyak memiliki buku-buku filsafat.

Pemimpin Sicilia mengumpulkan para punggawa negaranya untuk dimintai pendapat tentang permintaan dari Al-Ma'mun ini. Mitran Agung menyetujui permintaan itu seraya berkata, "Kirimkanlah buku-buku itu kepadanya. Demi Allah, ilmu-ilmu ini tidak akan menyusup ke suatu umat kecuali ia akan merusaknya." Pemimpin Sicilia menyetujui jalan pikirannya dan melaksanakannya. Kemudian Al-Ma'mun memanggil Hunain bin Ishaq,19) seorang pemuda yang fasih tutur bahasanya, dan memerintahkannya agar menyalin dari buku-buku para filosof Yunani ke bahasa Arab. Hunain pun mengerjakan apa yang diperintahkan Al-Ma'mun. Hunain terus-menerus bekerja menulis dalam buku-buku tebal dengan berbagai corak tulisan.20)

Benar apa yang dikatakan Mitran. Buku-buku filsafat ini tidak menyusup ke suatu umat kecuali ia akan merusaknya. Anda tahu dari mana cobaan yang dihadapi Iman Ahmad bin Hanbal dalam masalah penciptaan Al-Qur'an? Dari mana aksi penindasan terhadap ulama-ulama Ahlissunnah, permusuhan terhadap mereka dan munculnya ahli bid'ah pada jaman Al-Ma'mun dan juga yangiain? Dari mana datangnya istilah-istilah baru dalam agama? Semua ini tidak datang kecuali dari penerjemahan ilmu teologi Jahiliyah yang dicampur dengan akidah Islam, yang kemudian terciptalah apa yang biasa disebut dengan "Filsafat Islam".

Andaikan saja kita mengetahui ternyata para penerjemah itu adalah orang-orang Nasrani, padahal mereka itu telah menuliskan dalam terjemahan bahasa Arab apa yang mereka yakini.<1 Lalu bagaimana mungkin kita meletakkan kepercayaan kepada seorang Nasrani yang mempunyai keyakinan trinitas, lalu ia menerjemahkan bagi kaum Muslimin buku-buku yang mereka pelajari dan diajarkan kepada anak cucunya? Sungguh benar apa yang dikatakan seorang penyair:

"Andaikan burung gagak dijadikan bukti ia kan melayang di atas bangkai anjing."

Untuk lebih memperjelas perbedaan antara metode Al-Qur'an serta Sunnah dalam mengungkap masalah akidah, dan teologi, alangkah baiknya bila kita sajikan masalah berikut ini. Tujuannya untuk membedakan di antara keduanya, bukan membandingkannya. Sebab pada hakikatnya tak ada sisi yang bisa untuk membandingkan keduanya. Masalah ini persis seperti yang dikatakan seorang penyair : "Tidakkah kau tahu pedang bisa menyusut ketajamannya andaikata hendak dikatakan pedang lebih tajam daripada tongkat." Penjelasan ini dimaksudkan sebagai peringatan22).

Adapun penjelasan ini sebagai berikut:
Pertama :
Ditilik dari sumbernya, maka sumber akidah Al-Qur'an adalah Allah Rabbul-'alamin. Sedangkan sumber teologi adalah akal manusia yang serba terbatas dan lemah.

Kedua :
Ditilik dari metode dan caranya, sasaran teologi adalah penguatan keesaan Khaliq, bahwa Dia tiada sekutu bagi-Nya. Para teolog beranggapan bahwa inilah yang dimaksud dari kalimat la ilaha illallah. Padahal maksud kalimat ini adalah seperti yang sudah kami terangkan dalam pendahuluan. Lalu teologi berusaha merealisir "ma'rifat", sementara itu kita mendapatkan cara Al- Qur'an yang mengarah kepada aktivitas dari balik ma'rifat. Sehingga ma'rifat ini berubah menjadi kekuatan pendorong untuk merealisir pengertiannya dalam dunia nyata. Dan perasaan manusia juga ikut dilibatkan agar merealisir eksistensinya di dunia, sesuai dengan ketentuan yang sudah digariskan Allah. Pada saat itulah kehidupan manusia akan dikembalikan kepada Rabb-nya, menjalani kehidupan secara terhormat dan mulia, sesuai dengan kemuliaan yang telah dilimpahkan Allah bagi manusia.23)

Disamping iu, metode Al-Qur'an selalu menyeruperibadatan kepada Allah semata. Firman-Nya:

"Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidakada llah melainkan Aku, maka sembahlah Aku."(Al-Anbiya':25)

Ketika Rasulullah saw mengutus Mu'adz ke Yaman, beliau memerintahkan agar ia menyeru mereka menyembah Allah semata. Bila mereka sudah mengetahui penyembahan itu, barulah mereka diseru untuk melaksanakan kewajiban.4) Beliau tidak memerintahkannya menyeru mereka kepada sesuatu yang memancing keragu-raguan atau "teori" seperti yang dilakukan para teolog.

Ketika Allah membangkitkan manusia tidak menanyakan ilmu aksiomatis, logika, tabiat, inti dan isi. Tapi Dia menanyakan apakah mereka memenuhi panggilan para rasul ataukah tidak. Firman Allah: "Hampir-hampir (neraka) itu terpecah-pecah lantaran marah. Setiap dilemparkan ke dalamnya sekumpulan (orang-orang kafir), penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya kepada mereka : "Apakah belum pernah datang kepadamu (di dunia) seorang pemberi peringatan?" Mereka menjawab : "Benar ada", sesungguhnya telah datang kepada kami seorang pemberi peringatan, lalu kami mendustakan(nya) dan kami katakan : "Allah tidak menurunkan sesuatu pun; kamu tidak lain hanyalah di dalam kesesatan yang besar". Dan mereka berkata : "Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kamitermasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala". Mereka me ngakui dosa mereka. Maka kebinasaanlah bagi penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala."(Al-Mulk:8-11)

Keesaan Khaliq yang menjadi tujuan teologi tidak memberikan manfaat kepada orang-orang Musyrik yang diperangi Rasulullah saw. Sebab pada dasarnya mereka sudah mengakui keesaan Allah itu seperti yang dijelaskan-Nya :

"Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka : "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?" Tentu mereka akan menjawab : "Al-lah". Katakanlah : "Segala puji bagi Allah", tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui."(Luqman:25)

Ketiga :
Ditilik dari kekuatan pengaruh, maka tabiat akidah Rabbani mampu menjadikannya memiliki kekuasaan yang kuat terhadap jiwa para pemeluknya. Tidak seperti ilmu filsafat dan teologi yang justru menunjukkan kebodohan pengikutnya, seperti yang dikatakan salah seorang tokohya, yaitu Socrates: "Satu hal yang tetap tidak saya ketahui secara pasti, ternyata saya bukan orang yang mengetahui sesuatu pun.26)

Keempat :
Ditilik dari gaya bahasanya, maka akidah Rabbani menyeru manusia dengan gaya bahasa yang khas, yang menonjolkan sisi kehidupan dan keselarasan. Sentuhan langsung dan pemberitaan wahyu tentang berbagai hakikat, yang disertai kesederhanaan isi, kejelasan keterangan dan keindahan lafazh serta maknanya, membuat akidah ini mudah diketahui oleh semua lapisan manusia. Tidak seperti filsafat dan teologi, berbeda jauh dengan istilah-istilah yang diada-adakan. Sehingga keraguan yang ada semakin membuahkan keraguan, kebingungan dan kesesatan.
Gaya bahaya para teolog terpaku pada satu corak dalam membicarakan setiap masalah. Ungkapan bahasa mereka tidak pernah keluar dari ucapan : "Bila dikatakan kepada kami seperti ini, maka kami akan mengatakan seperti itu pula kepada manusia."

Sedangkan gaya bahasa Al-Qur'an selalu memaparkan akidah melalui dua cara:

Pertama : Tauhid dalam penetapan dan ma'rifat. Maksudnya penetapan hakikat Rabb, sifat, perbuatan dan asma'-asma'-Nya seperti yang telah diberitahukan Allah dan Rasul-Nya. Hal ini sudah dijelaskan pada awal surat Al-Hadid, Thaha, Sajdah, Ali Imran, akhir Al-Hasyr dan surat Al-Ikhlas secara keseluruhan.28)

Kedua : Tauhid dalam tuntutandan tujuan, seperti dalam ayat 64 surat Ali Imran, awal surat Yunus, pertengahan dan akhirnya, awal surat AI-A'raf dan akhirnya serta sejumlah ayat dalam surat Al-An'am.
Yang pertama disebut tauhid ilmiah eksperimental, dan yang kedua disebut tauhid kehendak dan tuntutan.29)

Melihat dengan sekali pandang kepada sirah Rasulullah saw dalam menjelaskan akidah ini dan pendidikannya yang diberikan kepada para sahabat yang tak ada tandingannya, maka terbukti bahwa orang yang menempuh jalan selain jalan Al-Qur'an dan Sunnah dalam menjelaskan akidah ini, berarti telah menempuh berbagai jalan yang tidak akan bertemu dengan jalan Allah yang lurus.

Al-A'masy meriwayatkan dari Abu Wa'il, dari Ibnu Mas'ud r.a, ia berkata, "Bila seseorang di antara kami mempelajari sepuluh ayat, iĆ  tidak menambahnya lagi sebelum ia mengetahui makna-maknanya dan mengamalkannya."30)

Abu Abdurrahman As-Silmy 1) mengatakan, "Kami diberitahu orang-orang yang suka membacakan kepada kami, bahwa mereka selalu meminta bacaan dari Rasulullah. Bila mereka mempelajari sepuluh ayat saja, mereka tidak menggantinya sehingga mereka mengamalkan isinya dalam bentuk perbuatan. Lalu kami pun belajar Al-Qur'an dan mengamalkan semuanya.2)

Ustadz Sayyid Quthb berkata, "Para sahabat yang mempelajari akidah ini dari Rasulullah menyerupai belajarnya prajurit perang tentang suatu masalah di medan yang harus langsung diserap pada saat itu pula. Maka dari itu seorang pun di antara mereka tidak menginginkan pelajaran lebih banyak dalam satu kali pertemuan. Karena bila memintanya, berarti ia meminta kewajiban dan beban yang lebih banyak di pundaknya. la cukup menerima sepuluh ayat, lalu menghapal dan mengamalkan isinya. Beginilah yang disebutkan dalam hadits Ibnu Mas'ud.33)

Beginilah umat ini muncul hanya berdasarkan Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya dalam berakidah. Penyimpangan yang terjadi dalam masalah-masalah akidah pada masa-masa akhir disebabkan gerakan penerjemahan dan pengimporan filsafat Yunani. Andaikata seseorang mau memikirkan macam apa yang diterjemahkan itu, tentu ia akan mencukupkan diri pada penerjemahan ilmu-ilmu murni, seperti geometri, kimia, kedokteran, dan lain sebagainya dari ilmu yang bermanfaat. Bentuk penerjemahan ilmu-ilmu ini pun harus sejajar dengan akidah kaum Muslimin. Letak kesalahan penerjemahan itu karena juga meliputi penerjemahan semua ilmu, termasuk teologinya Aristotels dan Plato serta lain- lainnya.

Inilah kesalahan fatal yang pernah terjadi karena ada orang yang melakukannya. Kalau tidak, lalu apakah pendorong untuk mengimpor apa yang ada di tangan orang-orang ateis dan melibatkan Ahlikitab dalam hal ini?

Sungguh benar apa yang dikatakan ulama umat ini, Abdullah bin Abbas r.a, yang berkata memberi peringatan, "Tidak adakah orang yang melarangmu menjauhi ilmu yang datang kepadamu dari masalah mereka (orang-orng kafir)? Tidak demi Allah, kami tidak melihat seorang pun diantara mereka yang bertanya kepadamu tentang apa yang diturunkan kepadamu."34)

Juga seperti pernyataan Muhammad Al-Ghazaly, "Sesungguhnya kesucian akidah ini dinodai pemikiran asing yang menyusup ke dalam kehidupan Islam dan perdebatan para penganggur untuk mengisi kekosongan mereka."35)

Namun begitu, rahmat Allah yang dilimpahkan kepada hamba-Nya dan perlindungan-Nya terhadap agama, nampak jelas dengan munculnya para ulama di setiap tempat dan jaman. Mereka terus mengemban kewajiban dakwah kepada Allah dan jihad fi sabilillah, mendidik umat dan berzuhud di dunia. Maka ketika para imam umat Islam mengetahui penyakit yang datang ini dan menyusup ke pikiran dan akidah kaum Muslimin, mereka pun langsung melaksanakan kewajiban jihad menghadapi penyakit ini.

Inilah Imam Asy-Syafi'y yang berkata, "Keputusanku terhadapteolog, hendaklah dia dipukul dengan pelepah daun dan sandal, diarak mengililingi perkampungan dan kabilah, seraya dikatakan: Inilah hukuman terhadap orang yang meninggalkan Kitab dan Sunnah serta menerima teologi.

Abu Yusuf, sahabat Abu Hanifah mengatakan, "pengetahuan tentang teologi adalah kebodohan, dan kebodohan mengenai teologi adalah pengetahuan."37)

Lalu pensyarh buku Ath-Thahawiyah menambahi ucapan ini : "Bagaimana mungkin sampai kepada ilmu ushul tanpa mengikuti apa yang dibawa Rasul."38)

Ibnul-Jauzy juga menyebutkan, "Asal mula bercampurnya ilmu dan keyakinan dengan filsafat, karena sebagian ulama agama kita tidak merasa puas terhadap apa yang disampaikan Rasulullah saw, yang sudah ditetapkan di dalam Kitab dan Sunnah. Mereka berlebih-lebihan memandang jalan pikiran filosof. Akhirnya mereka menekuni teologi yang membawa mereka kepada pemikiran yang keluar dari agama dan merusak keyakinan."39)

Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah juga berkata, "Para teolog yang bertentangan dengan Kitab dan Sunnah, yang dicerca orang-orang Salaf dan para imam, tidak pernah berbuat berdasarkan kesempurnaan iman dan jihad. Mereka lebih dekat dengangolongan-golongan kafir dan ahli bid'ah yang merupakan orang-orang paling jauh dari Sunnah. Caranya mereka menolak sebagian yang dibawa Rasulullah. Hal ini tidak akan bisa mengalahkan orang-orang kafir hanya dengan kekuatan akal. Makanya mereka tidak pernah beriman kepada apa yang dibawa Rasulullah dengan sebenar-benarnya iman dan tidak pernah berjihad melawan orang-orang kafir. Bahkan mereka berkata : "Tidak mungkin beriman kepada Rasul dan memerangi orang-orang kafir. Untuk menghadapi orang-orang  ateis dan ahli bid'ah hanya bisa dilakukan seperti yang kami lakukan, yaitu dengan menyajikan hal-hal yang berdasarkan logika. Segala sesuatu yang bertentangan dengan hal-hal yang logis ini, seperti masalah sam'iyat, harus ditolak, karena ia dianggap dusta, atau hanya sekedar ta'wil dan pemberitaan semata. Karena memang inilah yang menjadi dasar sam'iyat. Bila masalah ini seakan nampak bagi mereka, sesungguhnya itu justru sebaliknya."40)

Pernyataan terakhir yang perlu kami tampilkan agar dapat menjadi pelajaran, adalah pernyataan salah seorang di antara mereka yang pernah menyelami lautan teologi yang tidak bertepi, lalu keluar lagi dari sana untuk mencari keselamatan. Inilah pernyataan Abu Abdullah Muhammad bin Umar Ar-Razy : "Saya pernah menekuni jalan teologi dan metode filsafat. Saya melihat ilmu ini tidak memberi kesembuhan bagi orang yang sakit dan tidak pula mengenyangkan orang yang kehausan. Kemudian kulihat jalan yang paling dekat, yaitu jalan Al-Qur'an. Barang siapa yang mempunyai pengalaman seperti pengalamanku, tentu ia akan mengetahui seperti yang kuketahui."41)

Semuanya tergantung kepada umat. Setelah berabad-abad umat Islam hidup dalam kehinaan dan kehilangan, hendaklah mereka kembali kepada misykat Rabbany, yaitu Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. Hendaklah mereka menyimak makna-maknanya dan mengamalkan isinya. Di sinilah terletak keselamatan, kedamaian hati dan keberuntungan. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenang.

Dalam pembahasan ini para pembaca akan memperoleh kejelasan engenai cara Al-Qur'an dan Sunnah dalam menanamkan akidah wala' dan bara'dalam diri manusia. Hal ini bisa terlaksana lewat sirah Nabi saw pada dua periode, Makkah dan Madinah serta berbagai contoh gambaran dalam kaitannya dengan masalah ini. Saya berpendapat ada baiknya bila saya sisipkan pula satu sisi dari tapik ini. Maka saya sudah jelaskan seputar teologi dan kejahatannya terhadap umat Islam.
Satu hal yang sudah pasti dalam masalah ini, bahwa Islam sangat berantusias agar penyandaran orang Muslim hanya kepada agamanya saja sejak pertama kali menyatakan la ilaha illallah Muhammadur-rasulullah, serta membebaskan diri dari segala sesembahan, atau sesuatu yang diikuti atau yang ditaati selain Allah. Dalilnya cukup banyak disebutkan di dalam Kitab dan Sunnah. Dalam Al-Qur'an ditegaskan:

"Maka barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada tali yang amat  kokoh." (Al-Baqarah: 256)

Ayat-ayat senada lihat pada surat Ali Imran: 103, Al-An'am : 71, Luqman : 22, Ali Imran :85, Fushshilat: 33.

Nash-nash yang mulia ini menetapkan betapa banyak anugerah nikmat yang dilimpahkan kepada kaum Muslimin karena agama ini. Maka wala'terhadap islam merupakan sumber kekuatan serta kemuliaan. Maka barangsiapa yang berpegang kepada wala' ini dan merealisirnya, berarti ia berpegang kepada tali yang kokoh.

Dalil dari hadits diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, "Rasulullah saw bersabda : "Sesungguhnya Allah telah menyingkirkan dari dirimu kesombongan Jahiliyah dan kebanggaan terhadap nenek moyang. Orang Mukmin yang bertakwa atau pun orang keji yang celaka, maka kamu sekalian adalah anak Adam, dan Adam diciptakan dari tanah. Hendaklahada orang-orang yang meninggalkan kebanggaannya terhadap berbagai kaum, yang sesungguhnya mereka itu adalah arang dari arang neraka Jahannam. Atau hal ini sungguh mudah bagi Allah daripada kumbang yang menolak sesuatu yang busuk dengan penciumannya.

Besar harapan Rasulullah saw untuk mendidik umatnya dan menjauhkan mereka dari segala bentuk kebanggaan terhadap berbagai faktor serta perhitungan yang dijadikan landasan kekuatan dan vitalitasnya daripada agama yang lurus ini. Kita melihat beliau menyuruh mereka agar bersandar kepada Islam semata.

Dalam sebuah hadits dari Abu Uqbah, seorang budak yang berasal dari Persi, ia berkata, "Saya pernah bergabung bersama Rasulullah saw dalam perang Uhud. Saya bisa memukul salah seorang Musyrikin. Saya berkata, "Hadapilah aku selagi aku seorang pemuda Persi.".

Rasulullah saw menengok ke arahku seraya berkata, "Mengapa tidak kamu katakan: Hadapilah aku selagi aku seorang pemuda Anshar?"43)

Yang disebut derap langkah akidah Islam adalah mengesakan Allah, dengan cara bergantung, mencintai, mengagungkan, taat, berserah diri, tunduk, takut, berharap, membebaskan diri dari segala yang dicintai selain Allah. Firman-Nya:

"Jika Allah menimpakan suatu.madharatkepadamu, maka tidak ada yangdapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagimu, maka tak ada yang dapat menolak karunianya."(Yunus: 107)

Rasulullah saw pernah berkata kepada Abdullah bin Abbas r.a:  "Dan ketahuilah sesungguhnya andaikata satu umat bersatu untuk memberi mantaat kepadamu dengan sesuatu, maka mereka tidak akan bisa  memberimu manfaat kecuali dengan sesuatu yang telah ditetapkan Allan bagimu. Dan andaikata mereka bersatu untuk menimpakan madharat Kepadamu dengan sesuatu, maka mereka tidak akan bisa menimpakan madharat kepadamu kecuali dengan sesuatu yang telah ditetapkan Allah atas dirimu. 44)

Apabila seorang hamba memurnikan tauhid, maka rasa takut kepada selain Allah akan lenyap dari hatinya. 45) Baginya seorang musuh terlalu enteng daripada ketakutannya kepada Allah. la hanya takut kepada Allah semata. la membebaskan dirinya dari kecintaan, ketakutan dan berserah diri kepada selain Allah. Andaikata ia menyibukkan pikirannya dengan urusan musuhnya dan ketakutan kepadanya, maka ini dapat mengurangitauhidnya. Andaikata ia memurnikan tauhid, tentu ia dapat tampil tegar menghadapi musuh. Sebab Allah menjaga dan melindunginya. Dan memang Allah selalu membela orang-orang yang beriman. Sudah diketahui bahwa tauhid adalah tempat perlindungan Allah yang terbesar. Barang-siapa yang masuk ke sana, dia pasti akan aman. Sebagian orang Salaf berkata, "Barangsiapa takut kepada Allah, segala sesuatu takut kepadanya. Dan barangsiapa tidak takut kepada Allah, ia akan dibuat takutoleh segala sesuatu."46)

Inilah di antara salah satu cara yang dilakukan akidah untuk menanamkan wala' dan bara' di dalam jiwa. Di sana ada pula cara lain, yaitu mempergunakan kesaksian pada hari kiamat untuk menggambarkan permusuhan antara orang-orang yang mengikuti dan yang diikuti, karena mereka meniti selain jalan Allah di dunia, berpaling lalu mengikuti tradisi dan agama nenek moyang. Hal ini dijelaskan Allah:

"(Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan ketika segala hubungan antara mereka terputus sama sekali. DAn berkatalah orang-orang yang mengikuti: "Seandainya kami dapat kembali (ke dunia), pasti kamiakan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri darikami". Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka; dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari apineraka."(Al-Baqarah : 166-167)

Tidak diragukan lagi, inilah keadaan orang yang mengambil selain Allah dan Rasul-Nya sebagai pelindungnya. la bersahabat, memusuhi, meridhai, marah demi kepentingan selain Allah dan Rasul-Nya itu. Semua perbuatannya ini batil. la akan melihatnya pada hari kiamat sebagaisesalan yang bertumpuk-tumpuk dan beban yang tidak tertanggungkan lagi. Sebab persahabatan, permusuhan, kecintaan, kebencian, kemenangan dan kekalahannya bukan karena Allah dan Rasul-Nya.

Pada hari kiamat, semua faktor, sarana, persahabatan bukan karena Allah dan Rasul-Nya akan terputus. Tidak ada yang menyisa kecuali faktor hubungan antara seseorang dengan Allah. Dia akan mendapat bagian pahala tergantung pada hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, tergantung pada ibadahnya kepada Allah semata, juga tergantung padakecintaan, kebencian, pemberian, persahabatan, permusuhan, kedekatan dan kejauhan, mengikuti Rasulullah saw, meninggalkan apa yang bertentangan dengan Sunnahnya, yang semua itu dilakukan karena Allah.

Di antara metode Al-Qur'an yang lain mengenai wala'dan bara' ialah membuat perumpamaan. Hal ini sering terjadi di dalam Al-Qur'an. Di antara perumpamaan yang paling menonjol ialah tentang Ibrahim a.s, kekasih Allah dan bapak para Nabi. Beliau merupakan panutan yang pertama menganai wala'dan bara'. Mengingat betapa pentingnya masalah  ini, maka kami tidak akan membicarakan tentang diri Ibrahim as. Tapi kami akan menyajikan pembahasan yang netral menganai masalah ini, insya Allah.

Bila di dalam hati terdapat kecintaan kepada Allah, maka orang Mukmin harus mengemban dan memikul beban kecintaan dan keharusan ibadahnya kepada Allah. Di antaranya adalah jihad memerangi musuh-musuh Allah, membenci mereka, menghindari mereka dan bersabar menghadapi setiap gangguan yang menghadang pada jalan Allah.

Al-Qur'an melanjutkan metodenya yang dituangkan dalam susunan bahasa yang memaparkan akidah ini, dengan menyertakan ancaman, yang sebelumnya sudah diberikan penjelasan, keterangan dan hujjah bagi manusia. Firman-Nya:

"Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang-orang Mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah dan tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela."(Al-Maidah:54)

Sedangkan orang-orang yang memenuhi perintah Allah, maka Allah mencintai mereka, Dia sebagai penolong dan pelindungnya. Firman-Nya:

"Dan berpeganglah kamu kepada tali Allah. Dia adalah pelindungmu, maka Dia-lah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik penolong."
(Al-Hajj : 78)

Ayat yang lain bisa dilihat pada surat Ash-Shaff: 4 dan Ali Imran : 150.

"Dan di antara keharusan mencintai Allah adalah mengikuti Rasulullah saw. Firman-Nya: "Katakanlah: "Jika kamu benar-benar mencintai Allah dan, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." (Ali Imran:31)

Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Mengikuti Sunnah Rasulullah saw dan mengikuti syariatnya, secara zhahir maupun batin merupakan keharusan kecintaan kepada Allah. Begitu pula jihad fi sabilillah, loyal kepada wali-wali-Nya dan memusuhi musuh-musuh-Nya merupakan hakikat dari kecintaan itu."48)

Al-Hasan Al-Bashry berkata, "Ada suatu kaum yang mengaku mencintai Allah. Kemudian Allah menguji mereka dengan ayat di atas.

Kitab dan Sunnah telah membimbing umat agar mencintai dan membenci karena Allah, wala'dan bara' karena Allah, sehingga mereka lebih senang dilemparkan ke kobaran api yang menyala daripada kembali ke kufur setelah menyelamatkan dari kufur itu.

Meskipun wala' dan bara' sudah hilang dari kehidupan kaum Muslimin pada jaman sekarang -kecuali mereka yang mendapat rahmat Allah-namun sedikit pun hal ini tidak merubah hakikat yang sudah terpatri.

Sebab masalah yang besar ini seperti yang dikatakan Hamad bin Atiq: "Di dalam Kitab Allah tidak ada hukum yang didukung dalil yang banyak dan jelas daripada hukum ini, setelah diwajibkan tauhid dan diharamkan kebalikannya."50)

Kekalahan pikiran ateisme yang serba terbatas tiada lain karena akibat dari tidak adanya wala' kepada Allah dan Rasul-Nya, tidak melepaskan diri dari para thaghut yang selalu mengiming-iming dengan perhiasan kebatilan serta memalsukan hakikat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.