Secara praktis Al Qur'an dapat difahami dengan tiga cara sebagai berikut:
a) Ayat dijelaskan dengan ayat (Qs. 2:185) Wa bayyinatin minal huda. Contoh Qs. 1:7 tentang orang-orang yang diberi nikmat dijelaskan dalam Qs. 4:69 yaitu para Nabi, Shiddiqin, Syuhada' dan Sholihin.
b) Ayat dijelaskan dengan hadits. (Qs. 59:70) Contoh perintah Qs. 2:43 tentang menegakkan sholat tata caranya dijelaskan dalam sunnah Rasulullah "shollu koma roaytumuni usholli" Qs. 9:103 tentang perintah bagi amir jama'ah untuk mengambil zakat kaum muslimin, tata caranya dicontohkan Rasulullah SAW. Begitu pula perintah untuk aqimuddiin (Qs. 48:28 9.33 61:9) tata caranya telah dicontohkan Rasulullah SAW dengan menegakkan Daulah Islamiyah di Madinah {marhalatuttamkin) setelah sebelumnya berjuang melalui Mekkah {marhalatutla 'sis)
c) Ayat dijelaskan dengan ilmu pengetahuan. Contoh Qs. 57:4 bahwa alam semesta ini diciptakan dalam enam masa, periodesasi ini sudah ditemukan kebenarannya oleh ilmu pengetahuan modern. Teori bahwa alam semesta ini pada mulanya berasal dari sesuatu yang padu sesungguhnya telah membenarkan Qs. 21:30. Contoh lainnya yaitu tentang adanya urat syaraf yang terletak di bawah kulit dan menjadi sumber rasa (Qs. 4:56), asal kejadian manusia (Qs. 22:5), tentang adanya ruang hampa udara (Qs. 6:125), bahwa bumi itu bundar dan bukan datar (Qs. 39:5), semua itu dijelaskan oleh ilmu pengetahuan modern.
Penggalian makna Al Qur’an dengan menggunakan tiga pendekatan di atas menuntut optimalisasi penggunaan akal manusia. Al Qur'an sangat menekankan sekali pentingnya mengoptimalkan akal yang dimiliki manusia dalam menjalankan peran-peran kehidupannya. Beberapa tuntutan Al Qur’an diantaranya :
a) Meninggalkan taqlid buta dan warisan-warisan adat istiadat yang melanggar syari'at (Qs. 2:170 5:104 7:28 11:87 31:21 43:22-24 21:52-54 7:70-71)
b) Tidak mengikuti suatu pemikiran sebelum diteliti kebenarannya (Qs. 17:36 10.36 10:39 4:119 53:28)
c) Memperhatikan setiap urusan dengan penalaran akal sehat serta tidak mengambil suatu sikap yang terdorong oleh hawa nafsu (Qs 23:71 34:46)
Note:
Dalam khazanah pemikiran Islam, Ibn Rusyd dipandang sebagai tokoh yang mengandung kontroversial, baik dikalangan agamawan atau sebagian filosof sendiri pada umumnya. Hal ini disebabkan atas pembelaanya terhadap filsafat (terutama filsafat Aristoteles) meskipun ia sendiri masih berpegang teguh pada agama. Kontradiksi-kontradiksi pemikiran Ibn Rusyd banyak dijumpai dalam berbagai kitab atau tulisan, karena memang dipengaruhi oleh perkembangan pemikirnya sejak ia masih muda (terutama filsafat Yunani).
Ibn Rusyd merupakan seorang filosof Islam yang mementingkan akal daripada perasaan. Menurutnya semua persoalan agama harus dipecahkan dengan kekuatan akal. Dalam hal ini termasuk ayat-ayat yang erat kaitanya dengan akal. Di dalam kitabnya Fashul Maqal, Ibn Rusyd menandaskan bahwa logika harus dipakai sebagai dasar segala penilaian tentang kebenaran. Dalam mempelajarai agama, orang harus belajar memikirkannya secara logika. Akan tetapi, disamping mememntingkan logika sendiri dalam memecahkan masalah yang gaib dan aneh yang berhubungan dengan agama
Batas-batas itu adalah dengan menggunakan takwil, bahwa ayat-ayat alQur’an mempunyai arti lahir dan batin, dengan adanya dua makna yang terkandung itu, Ibn Rusyd kemudian membedakan manusia menjadi tiga golongan, yaitu: pertama, penganut cara-cara demonstratif (burhani) yang dianutoleh para filosof; kedua, dialektif (jadalli) dianut oleh para mutakalim; dan ketiga, retorik (khatabi) yang dianut oleh kaum awam.
Pengertian akan hal yang sama belum tentu menghasilkan jawaban yang sama antar kaum filosof dengan orang awam. Sebab, berbeda daya pikirnya masing-masing, kaum awam hanya memahami apa yang terusurat, sementara kaum filosof memahami apa yang tersirat di balik sebuah teks. Dengan demikian arti batin, hanya dapat dipahami oleh para filosof dan tidak boleh disampaikan pada kaum awam.
Dalam konteks penggunaan logika dalam memahami kebenaran, Ibnu Rusydmembagi manusia berdasarkan cara memahami dan menggunakan penalaran: ketiga golongan manusia tersebut adalah Bayani, Khitobi, dan Jadali.
1. Bayani (Penalaran Burhani): Golongan ini adalah kelompok yang memiliki kemampuan berpikir rasional dan logis untuk memahami dan merumuskan argumen dengan bukti yang kuat (qiyas burhani). Mereka menggunakan penalaran deduktif dan induktif untuk mencapai kesimpulan yang valid.
2. Khitobi (Penalaran Khitabi): Kelompok ini lebih mengandalkan penalaran retoris atau persuasif (qiyas khitabi) untuk menyampaikan pesan dan mempengaruhi orang lain. Mereka mungkin menggunakan bahasa yang indah, metafora, dan cerita untuk mengkomunikasikan ide-ide mereka.
3. Jadali (Penalaran Jadali): Golongan ini lebih fokus pada perdebatan dan dialektika (qiyas jadali) untuk mencapai pemahaman. Mereka menggunakan argumen yang saling bertentangan dan mencoba mencari titik temu atau solusi melalui diskusi yang intens.
Perbedaan dan Hubungan: Ketiga kelompok ini berbeda dalam cara mereka mendekati pengetahuan dan pemahaman. Namun, mereka juga saling berhubungan. Ibnu Rusyd meyakini bahwa setiap orang bisa menggunakan ketiga jenis penalaran, tergantung pada situasi dan jenis masalah yang dihadapi. Contoh:
- Bayani: Seorang ilmuwan yang menggunakan bukti empiris dan data untuk mendukung hipotesisnya.
- Khitobi: Seorang politisi yang menggunakan pidato yang persuasif untuk meyakinkan publik.
- Jadali: Seorang pengacara yang menggunakan argumen yang saling bertentangan untuk membela kliennya dalam persidangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.