Perubahan Khilafah Menjadi Kerajaan

 


Perubahan Khilafah Menjadi Kerajaan (AI-Mulk) Pada Akhir Periode Khulafaur Rasyidin.

Perubahan sistem pemerintahan Islam pasca Nubuwah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dari kekhalifahan menjadi kerajaan melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang. Abul A'la Maududi menganalisis proses perubahan ini berlangsung dalam 7 (tujuh) tahap perubahan sebagai berikut: 149

Tahap Pertama. 

Pengangkatan anggota keluarga Khalifah utsman dalam jabatan penting pemerintahan, sementara sebagian besar mereka adalah kaum "thulaqa" yaitu keluarga penghuni kota Mekkah yang sampai saat-saat terakhir menjelang Futuh mekkah masih menunjukkan permusuhan dan perlawanan terhadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Di antara mereka adalah Muawiyah, Walid bin Uqbah, Marwan bin Hakam Abdullah bin Saad bin Abi Sarh. 

Tahap Kedua. 

Munculnya ketidakpuasan terhadap kepemimpinan Khalifah Utsman yang dipelopori beberapa kelompok orang dari Mesir, Kuffah dan Basrah. Dalam waktu yang relatif singkat mereka saling berkirim surat dan kemudian menggelembung menjadi jumlah yang banyak sekitar 2000 orang bersama-sama menuju Madinah untuk melancarkan protes kepada khalifah Utsman dalam daftar panjang yang berisi fitnah belaka.

Desakan dari tokoh sahabat seperti Ali bin Abi Thalib, Abu Hurairah, Zaid bin Tsabit dan Abdullah bin Zubair kepada khalifah untuk melawan mereka ditolak Utsman karena tidak ingin muncul kericuhan di Madinah, padahal terkumpul 700 pasukan yang siap menumpas mereka. Hingga akhirnya terbunuhlah khalifah Utsman di luar dugaan sahabat-sahabat besar.

Tahap Ketiga. 

Setelah wafatnya Khalifah Utsman maka dilangsungkan pelantikan khalifah Ali bin Abi Thalib. Namun naiknya Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah diiringi berbagai tuntutan yang lebih kompleks, yaitu tuntutan untuk mengadili pembunuh Utsman bin Affan.

Tahap Keempat. 

Tuntutan ini bahkan diajukan oleh tokoh-tokoh besar sahabat, yaitu Muawiyah bin Abi Sufyan (yang memiliki kekerabatan dengan Utsman), juga Thalhal bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam dan Aisyah. Situasi yang kompleks inilah menyebabkan terjadinya Perang Jamal -10.000 orang sahabat gugur dalam perang ini.

Tahap Kelima. 

Mu'awiyah mengobarkan peperangan terhadap Khalifah Ali yang sebagai khalifah sah ummat Islam, merupakan tahapan kelima. Mu'awiyah yang digeser kedudukannya sebagai gubernur wilayah Syam -setelah 17 tahun memerintah disana- oleh khalifah Ali, tidak terima atas keputusan tersebut dan mengangkat isu tuntutan balas kematian Utsman sebagai dalil memberontak kepada Khalifah Ali.

Dalam perang Shiffin antara keduanya, pasukan Muawiyah sudah hampir kalah namun karena uah Amru bin Ash muncullah tahkim antara kedua belah pihak, yang mau tidak mau m'turuti khalifah Ali untuk menghindari pertempuran yang lebih besar.

Tahap Keenam. 

Dilangsungkannya tahkim kedua pihak, namun pihak khalifah Ali yang diwakili Abu Musa al Asy'ari dipecundangi oleh Amru bin Ash yang mewakili Muawiyah, sehingga tahkim menghasilkan Muawiyah sebagai pemimpin pasca Ali. Khalifah Ali tidak menerima hasil tahkim ini dipecundangi dan kembali memerangi Muawiyah. Pasca tahkim sejumlah besar pasukan khalifah Ali keluar dari barisan dan membentuk pasukan Khawarij yang menolak khalifah Ali dan Muawiyah.

Tahap Ketuiuh. 

Pada tahapan terakhir dari proses perubahan sistem pemerintahan kekhalifahan menjadi kerajaan adalah ketika Mu'awiyah mengangkat dirinya sebagai khalifah. Berkuasanya Mu'awiyah atas kendali pemerintahan merupakan tahapan peralihan yang menyimpangkan negara Islam atau ad-Daulah al-Islamiyah dari sistem khilafah ke sistem kerajaan.

Banyak kalangan sahabat yang sudah menyadari bahwa ketika itu adanya peralihan tersebut, lalu berkata bahwa 'kita sekarang sedang berada di hadapan pintu kerajaan'. Itulah sebabnya kita melihat Sa'ad bin Abi Waqqash menyalami Mu'awiyah setelah ia di bai'at dengan ucapan "Assalamu'alaikum, wahai Raja." Mu'awiyah berkata : "Apa salahnya sekiranya Anda berkata : 'Wahai Amirul Mukminin?' " Sa'ad menjawab . "Demi Allah, aku sungguh-sungguh tidak ingin memperoleh jabatan itu dengan cara yang telah menyebabkan Anda memperolehnya." 150 Bahkan Mu'awiyah sendiri mengerti hakikat ini sehingga pada suatu hari ia berkata: "Aku adalah raja pertama." 151

Ibnu Katsir berpendapat bahwa sepatutnya ia dijuluki raja sebagai pengganti khalifah, sebab Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. telah menubuwwatkan hal demikian itu ketika beliau bersabda, "Masa khilafah sepeninggalku tiga puluh tahun, kemudian setelah itu akan datang masa kerajaan." Masa ini telah habis pada bulan Rabi'ul Awwal tahun 41 H. ketika al-Hasan bin Ali RA turun dari jabatannya sebagai khalifah dan menyerahkannya kepada Mu'awiyah. 152

Kini masih tinggal kesempatan terakhir bagi kembalinya masa khilafah sesuai dengan konsep Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam., tergantung dari cara menentukan siapa yang akan di angkat sebagai pengganti setelah Mu'awiyah. Ada dua kemungkinan, yaitu Mu'awiyah membiarkan rakyat sendiri yang memilih siapa yang mereka kehendaki dengan cara musyawarah dan kerelaan mereka, atau ia menunjuk seorang penggantinya semasa hidupnya, sebagai suatu hal yang harus dilakukan demi menutup pintu pertikaian.

Muawiyah semestinya bisa mengumpulkan kaum ulama dan orang-orang baik di antara kaum muslimin agar mereka dapat memutuskan, dengan kebebasan yang sempurna, siapakah orang yang paling utama dan paling berhak untuk menduduki jabatan sebagai pemimpin umat.

Namun akhirnya Mu'awiyah telah memilih mengangkat puteranya, Yazid, sebagai putera Mahkota, disebakan ketakutan dan kerakusan. Bahkan dengan berbagai rekayasa politik terma-suk dalam bai'atu tha'at atas pengangkatan Yazid, seperti yang dilakukan Mughirah bin Syubah terhadap warga Kuffah. Marwan bin Hakam memaksa warga Madinah sehingga hendak menangkap Abdurrahman bin Abu Bakar yang menolaknya. Termasuk yang dilakukan Muawiyah terhadap warga Mekkah. Dengan adanya pengangkatan Yazid bin Muawiyah oleh Muawiyah maka menghancurkan kesempatan untuk mengembalikan sistem pemerintahan kepada kekhalifahan yang asli sebagaimana Khulafaur Rasyidin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.