“Utbah bin Ghazwan Memiliki Posisi Terhormat dalam Islam” (Umar bin Khattab)
Amirul Mukminin merebahkan dirinya di ranjang setelah shatal Isya. Ia ingin sekali beristirahat setelah ia berkeliling melihat rakyatnya pada waktu malam.
Akan tetapi kantuk yang ia rasakan pun pergi, karena ada sebuah surat yang datang kepada Beliau berbunyi: “Pasukan Persia yang dikalahkan oleh pasukan muslimin rupanya selalu mendapatkan bala bantuan dari mana saja. Tidak lama lagi pasukan Persia akan mempersiapkan kekuatannya dan akan kembali melakukan perang.”
Dan ada yang mengatakan kepada khalifah bahwa kota Al Ubullah mempersiapkan bantuan yang amat banyak bagi pasukan Persia dengan memberikan harta dan prajurit yang berjumlah banyak.
Al Ubullah adalah sebuah kota yang terletak di samping Basrah yang termasuk bagian dari kota Basrah.
Maka Umar langsung bertekad untuk mengirimkan sebuah pasukan untuk menaklukan Al Ubullah, dan memutuskan pasokan logistik mereka kepada pasukan Persia, akan tetapi khalifah masih ragu karena jumlah pasukan yang sedikit yang kini sedang ia miliki.
Hal itu dikarenakansebab pasukan muslimin baik yang masih muda maupun tua telah pergi mengarungi bumi untuk berjuang di jalan Allah, sehingga yang tersisa di Madinah hanyalah sedikit orang saja. Maka khalifah berpikir dengan caranya sendiri yang telah masyhur dikenal orang. Yaitu dengan mengganti sedikitnya pasukan dengan kekuatan yang dimiliki oleh seorang panglima.
Lalu khalifah menghamburkan anak-anak panah milik para prajuritnya, kemudian Beliau menguji mereka satu demi satu dalam memanah. Kemudian ia berkata: “Aku telah menemukannya. Ya, aku telah menemukannya.”
Kemudian khalifah menuju kudanya dan berkata: “Dia adalah seorang mujahid yang telah turut dalam perang Badr, Uhud, Khandaq dan lain-lain. Tidak pernah pedangnya salah tebas, dan anak panah yang dilesatkannya tidak pernah meleset. Dan ia telah berhijrah dua kali. Dan ia adalah orang ketujuh yang masuk Islam di muka bumi ini.”
Hijrah dua kali adalah pertama ke negeri Habasyah dan hijrah ke Madinah
Begitu waktu Shubuh tiba, khalifah berkata: “Panggilkan Utbah bin Ghazwan untuk menghadapku!” Kemudian khalifah mempercayakan panji pasukan kepada Utbah yang didukung oleh 310 orang prajurit lebih. Dan Khalifah berjanji kepada Utbah bahwa ia akan menambahkan jumlah pasukannya.
Begitu pasukan yang sedikit ini hendak berangkat. Umar Al faruq berdiri untuk berpesan dan memberikan nasehatnya kepada pemimpin pasukan ini. Ia berkata: “Ya Utbah, Aku telah memerintahkanmu untuk berangkat ke Ubullah yang merupakan salah satu benteng musuh. Aku berharap Allah Swt akan membantumu untuk menaklukannya.
Jika engkau sudah tiba di sana, maka serulah penduduk Ubullah untuk kembali kepada Allah. Siapa di antara mereka yang memenuhi seruanmu, maka terimalah mereka dengan baik. Siapa yang tidak mau menerima seruanmu, maka pungutlah jizyah dengan menghinakan mereka. Kalau mereka tidak mau memberikannya, maka letakkanlah pedang di leher mereka bukan pada punuk mereka. Bertaqwalah selalu, ya Utbah dengan amanah yang kau emban.
Jizyah adalah pajak yang dipungut oleh penguasa Muslim atas kaum Dzimmi
Waspadalah dengan jiwamu yang dapat menimbulkan rasa sombong dan dapat merusak akhiratmu. Ketahuilah bahwa engkau pernah menjadi sahabat Rasulullah Saw sehingga Allah memuliakan engkau karena Beliau setelah hidup nista. Ia telah memberi kekuatan kepadamu karena Beliau setelah kelemahan, sehingga engkau menjadi seorang pemimpin yang memiliki kekuasaan. Menjadi seorang panglima yang ditaati. Apa yang kau katakan akan didengar. Apa yang kau perintahkan akan ditaati. Alangkah hebat nikmat yang diberikan ini kepadamu selagi ia tidak memperdayamu dan memasukkanmu ke dalam jahannam. Semoga Allah akan melindungi dirimu dan diriku dari api jahannam.”
Utbah bin Ghazwan berangkat bersama para pasukannya dan ia juga diiringi oleh istrinya dan lima wanita lain yang merupakan istri atau saudari dari para prajurit. Mereka berjalan terus hingga tiba di daerah Qashba’ yang terletak tidak jauh dari kota Ubullah. Mereka tidak punya apa-apa untuk di makan.
Qashba’ adalah sebuah daerah yang banyak tumbuh di sana qashab (tebu).
Begitu lapar sudah menggila mereka rasakan, maka berkatalah Utbah kepada beberapa orang dari prajuritnya: “Carilah oleh kalian sesuatu yang dapat dimakan oleh kita dari negeri ini!”
Maka berangkatlah para prajurit yang disuruh tadi untuk mencari makanan yang dapat menghilangkan rasa lapar mereka. Rupanya ada kisah tersendiri yang dimiliki oleh para prajurit ini saat sedang mencari makanan.
Salah seorang mereka berkisah: Saat kami sedang mencari sesuatu yang dapat dimakan, kami menemukan sebuah pohon yang lebat dimana terdapat dua buah keranjang yang salah satunya berisikan kurma, dan pada yang lainnya berisikan biji putih kecil yang dibungkus dengan kulit kuning. Maka lalu keduanya kami ambil dan kami bawa menuju ke perkemahan. Lalu salah seorang dari kami melihat keranjang yang berisikan biji-bijian dan ia berkata: “Ini adalah racun yang disiapkan oleh musuh untuk kalian. Janganlah kalian mendekatinya!” Kemudian kami membawa keranjang yang berisi kurma dan kami makan sekeranjang kurma tersebut.
Sementara kami sedang asyik makan lalu tiba-tiba ada kuda yang telah berhasil memutuskan tali kekangnya, kemudian ia mendatangi keranjang yang berisi biji putih tadi kemudian memakannya. Demi Allah, kami ingin sekali untuk menyembelihnya sebelum ia mati sehingga kami dapat memanfaatkan dagingnya.
Lalu pemilik kuda tersebut menghampiri kami dan berkata: “Biarkan dia, aku akan mengawasi kuda ini pada malam hari. Jika aku melihat bahwa ia akan mati, maka aku akan menyembelihnya. Keesokan paginya, kami mendapati bahwa kuda tersebut masih sehat dan tidak terjadi apapun pada dirinya. Lalu saudariku berkata: “Wahai saudaraku, aku pernah mendengar ayah berkata bahwa racun tidak akan berbahaya jika ditaruh di atas api dan dimatangkan.”
Kemudian aku mengambil beberapa biji tadi dan aku taruh di atas tungku lalu aku menyalakan api di bawahnya. Kemudian saudariku berkata: “Kemarilah kalian! Lihatlah! Bagaimana warnanya menjadi merah, kemudian biji tersebut terkelupas kulitnya dan keluarlah dari bagian dalam biji yang berwarna putih.”
Kemudian kami menaruhnya di sebuah jufnah (Sebuah piring besar) agar kami dapat memakannya. Kemudian Utbah berkata kepada kami: “Sebutlah nama Allah pada makanan tersebut lalu makanlah oleh kalian!” Kemudian kami memakannya dan rupanya ia bagus sekali. Setelah itu kami baru tahu bahwa namanya adalah beras.
Ubullah yang menjadi tujuan pasukan Utbah bin Ghazwan bersama pasukannya yang sedikit adalah sebuah kota yang terbenteng rapat dan terletak di pinggir sungai Dajlah. Bangsa Persia telah menjadikan kota Ubullah sebagai tempat penyimpanan senjata mereka. Mereka juga membuat beberapa menara dari benterng tersebut untuk mengintai dan mengawasi para musuh mereka.
Dajlah adalah sebuah sungai yang berasal dari Turky dan mengalir ke Iraq hingga ke pantai Arab
Akan tetapi itu semua tidak menghalangi Utbah bin Ghazwah untuk memeranginya, meski jumlah pasukannya yang sedikit dan persenjataan yang tidak lengkap. Karena pasukannya hanya terdiri dari 600 orang prajurit yang disertai sejumlah wanita. Mereka juga tidak memiliki persenjataan yang memadai selain pedang dan tombak. Maka Utbah harus menggunakan kecerdasannya dalam hal ini.
Utbah menyiapkan beberapa panji yang terikat di ujung tombak untuk dipegang oleh para wanita. Ia memerintahkan kepada para perempuan tadi untuk berjalan di belakang para prajurit. Ia berkata kepada para perempuan tersebut: “Jika kami sudah mendekat ke kota tersebut. Maka hamburkanlah debu dari belakang kami sehingga memenuhi angin.”
Begitu mereka sudah mendekat ke kota Ubullah, maka dihampiri oleh pasukan Persia yang melihat kedatangan mereka. Kemudian pasukan Persia melihat panji-panji yang berkibar di belakang pasukan muslimin dan mereka juga melihat debu-debu bertebaran yang telah memenuhi langit. Salah seorang dari pasukan Persia berkata: “Mereka ini adalah pasukan pembuka. Dibelakang mereka ada sebuah pasukan yang amat besar yang mampu menerbangkan debu. Sedangkan kita adalah pasukan yang sedikit.”
Lalu merasuklah rasa takut di hati mereka, maka mereka segera membawa semua yang enteng bobotnya namun mahal harganya bersama mereka. Mereka segera berlomba-lomba untuk menaiki perahu-perahu besar yang ada di sungai Dajlah, dan mereka pun melarikan diri. Maka masuklah Utbah ke kota Ubullah tanpa kehilangan seorang pun dari pasukannya. Kemudian ia menaklukan semua kota dan kampung yang terletak disekeliling Ubullah.
Ia mendapatkan ghanimah dari sana yang tidak dapat dihitung lagi, dan melebihi semua hitungan. Sehingga ada salah seorang prajuritnya yang kembali ke Madinah dan ditanya oleh orang lain: “Bagaimana kaum muslimin yang ada di Ubullah?” Ia menjawab: “Apa yang hendak kalian pertanyakan?!! Demi Allah, saat aku tinggalkan, mereka sedang menakar emas dan perak!” Maka serentaklah manusia segera berangkat ke Ubullah.
Pada saat itulah Utbah bin Ghazwan melihat bahwa pasukannya yang tinggal di kota-kota yang telah ditaklukkan akan membuat mereka terbiasa dengan kehi dupan yang lembek, dan membuat mereka bergaya hidup seperti para penduduk negeri tersebut, serta dapat melemahkan tekad mereka untuk meneruskan jihad. Lalu Utbah mengirimkan surat kepada Umar bin Khattab yang meminta izin kepadanya untuk membangun kota Bashrah dan memberitahukan kepada khalifah tempat yang ia pilih, dan khalifah pun mengizinkannya.
Bashrah adalah sebuah kota di Iraq yang terletak di pinggir Laut Arab
Utbah lalu membuat berbagai perencanaan untuk kota yang baru. Bangunan pertama yang ia buat adalah sebuah mesjid yang besar. Ini tidak mengherankan, sebab karena masjid ia dan beberapa sahabatnya berangkat berjihad di jalan Allah. Dan dengan masjid, ia dan para sahabatnya menang dalam menghadapi para musuh Allah. Kemudian para prajurit berlomba-lomba dalam memiliki tanah dan membangun rumah.
Akan tetapi Utbah belum juga membangun rumah untuk dirinya sendiri, akan tetapi ia masih tinggal di sebuah rumah yang terbuat dari kain. Hal itu dikarenakan bahwa ia telah merahasiakan sesuatu di dalam dirinya. Utbah melihat bahwa dunia telah terbentang luas bagi kaum muslimin di Basrah sehingga membuat manusia lupa diri.
Dan para prajuritnya yang dulu tidak pernah kenal makanan yang lebih enak dari beras yang direbus bersama gabahnya, saat ini telah merasakan berbagai makanan bangsa Persia seperti Faludzaj (sebuah Makanan manis yang terbuat dari tepung, minyak dan madu), Lauzinaj (sebuah Makanan manis+dan lainnya yang membuat mereka suka.
Maka Utbah merasa khawatir terhadap urusan agama yang mulai terganggu oleh perdaya dunia. Dan ia juga menyeru untuk mendahulukan akhirat daripada dunia.
Lalu ia mengumpulkan semua penduduk di Masjid Kufah dan berkhutbah dihadapan mereka dengan berkata: “Wahai manusia, sungguh dunia suatu saat nanti pasti akan berakhir. Sedangkan kalian dari dunia ini akan berpindah ke sebuah negeri yang tidak pernah ada akhirnya. Maka pindahlah kalian ke semua ke negeri tersebut dengan amal-amal baik kalian.
Aku adalah orang ke tujuh yang masuk Islam dan beriman kepada Rasulullah Saw. Kami saat itu tidak memiliki apapun untuk dimakan selain daun pepohonan sehingga ujung bibir kami terluka karena memakannya. Aku pernah menemukan sebuah selendang -pada suatu hari- kemudian aku membaginya menjadi dua bagian satu untukku dan satunya lagi untuk Sa’d bin Abi Waqash. Kemudian selendang tersebut aku jadikan sarung, dan Sa’d pun menjadikan sarung dengan setengah bagian selendang tadi. Lalu tiba-tiba pada hari ini, tidak ada seorang pun dari kita kecuali ia telah menjadi seorang amir atas daerah tertentu. Aku berlindung kepada Allah untuk menjadi besar dihadapan diri sendiri dan kecil dihadapan Allah.”
Kemudian Utbah menunjuk seseorang dari mereka untuk menggantikannya, kemudian ia mengucapkan kata perpisahan kepada mereka dan ia pun berangkat ke Madinah. Begitu ia menghadap Umar Al Faruq, Utbah mengundurkan diri sebagai Gubernur Bashrah namun Umar tidak mengizinkannya. Kemudian Utbah mendesak namun Umar pun masih tetap dengan pendiriannya.
Kemudian Umar memerintahkan Utbah untuk kembali ke Bashrah dan Utbah pun patuh atas perintah Umar dengan hati yang berat, dan ia menunggangi untanya dan berdo’a: “Ya Allah, janganlah Engkau kembalikan aku ke sana... Ya Allah, janganlah Engkau kembalikan aku ke sana!”
Maka Allah Swt mengabulkan do’anya. Tidak jauh dari Madinah, unta yang ia tunggangi ditemukan oleh orang, dan Utbah jatuh dari atasnya dengan tiada bernyawa. Rupanya ia sudah meninggal.
Sumber : Dr. Abdurrahman Ra’fat al-Basya, 65 Orang Shahabat Rasulullah SAW
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.