Maksud awal dari dihadirkannya manusia ke atas permukaan bumi adalah Allah SWT ingin menjadikan manusia sebagai khalifah-Nya di muka bumi. Inilah yang disampaikan Allah SWT pertama kali kepada pribadi Adam AS selaku manusia pertama di bumi, sekaligus sebagai Nabi pertama dan Khalifah pertama dalam Islam.
Adam AS mendapat legitimasi (pengesahan) dari Allah Rabbul Izzati sebagai Nabi, Rasul dan Khalifah-Nya. Dengan definitifnya Adam AS sebagai Khalifatullah, maka Adam AS memiliki kewenangan (authority) dan kekuasaan (power) untuk menggunakan seluruh sumber daya yang ada di muka bumi dalam rangka terlaksananya kehendak dan hudan Allah SWT.
Sejak Adam AS wafat, maka di lantiklah Nabi dan Rasul berikutnya yang kemudian sekaligus menjadi Khalifatullah. Demikian seterusnya sampai Khataman Nabiyyin yaitu Nabi Muhammad SAW. Sahnya dan definitifnya para khalifatullah dari kalangan Nabi dan Rasul ini terjadi setelah mereka melakukan perjanjian dengan Allah SWT yang dikenal dengan Mitsaqan Ghalizan.
Mitsaq atau perjanjian adalah satu-satunya prosedur sah pengangkatan seorang anak manusia sebagai Nabi dan Rasul. Sekalipun seluruh manusia memusuhinya, dan seluruh manusia tidak mengakuinya, namun konsep Islam sudah jelas, wakafa billahi syahidan, cukuplah Allah SWT yang mengakuinya.
Bahwa Rasulullah SAW selama hidupnya selain menjalankan tugas risalah dan nubuwah, juga menjalankan peran Imamah yaitu peran kepemimpinan untuk menjalankan misi menjaga keaslian Diin dan mengelola dunia (fi hirasatid diini wa siyasatid dunya). Peran ini tidak boleh terhenti dan harus terus dilanjutkan selama masih ada manusia, sampai Islam menjadi rahmatan lil ‘alamin yaitu tegaknya supremasi Dinul Haq atas din-din lainnya. Untuk menjawab pertanyaan ini maka telaahan atas sejarah harus dilakukan, khususnya pada kepemimpinan Umat Islam setelah wafatnya Rasulullah.
Dalam sejarah pengangkatan khalifah pengganti Nabi (khalifatun Nabi), tercatat bahwa ada satu peristiwa penting yang menandai momentum hadirnya Khalifatun Nabi. Momentum itu adalah Syuro Saqifah Bani Saidah yang dihadiri oleh perwakilan dari Muhajirin dan Anshar. Syuro tersebut membai’at Abu Bakar Ash Shidiq sebagai Khalifah pengganti Nabi SAW. Syuro Saqifah menjadi satu-satunya proses pengesahan kepemimpinan yang menggantikan Imamah Nubuwah. Bai’at yang dilakukan terhadap Khalifah Abu Bakar dalam bentuk Bai’at al-In’iqad dan bai’at at-Tho’ah juga menjadi satu-satunya methode pengukuhan secara syar’i untuk mengangkat Imam.
Dengan berdasar kepada peristiwa sejarah ini maka bisa disimpulkan bahwa hanya dengan Syuro Siyasah / Syuro Ummah, Kepemimpinan (al-qiyadah) atas Umat Islam terdefinisi dan terlegitimasi secara syariah dan mengikat secara politik dan hukum. Kepemimpinan (al-Qiyadah) yang lahir dari Syuro Siyasah inilah yang wajib dipatuhi oleh seluruh umat Islam di wilayah di mana dideklarasikan berlakunya kepemimpinan (al-qiyadah) Umat Islam tersebut.
Hadirnya sebuah kepemimpinan dan kelembagaan risalah nubuwah di sebuah wilayah (syu’bah, qobailah) sesungguhnya hanya merupakan terminal perantara saja. Nantinya, berbagai kepemimpinan (Imamah) ummat Islam inilah yang akan melaksanakan syuro siyasah 'alamiyahmengangkat Kholifah yaitu khilafah ‘ala minhaj nubuwah. Inilah kepemimpinan menyeluruh yang akan memimpin umat Islam di seluruh duniam yaitu dalam khazanah klasik dikenal dengan Imam Mahdi. Wallahu a'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.