Setelah selesai membaca bacaan dari Al Qur’an maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berhenti sejenak kemudian mengangkat tangan untuk bertakbir lalu ruku’ yaitu membungkukkan punggung ke depan sehingga kepala sejajar dengan punggung, kedua tangan bersandar pada lutut dan jari jemari merenggang diatasnya, atau menggenggam lutut. Ruku’ termasuk salah satu rukun yang harus dilaksanakan dalam setiap shalat.
Dalam hadits ‘Uqbah bin ‘Amr Al Anshori disebutkan,
فَلَمَّا رَكَعَ وَضَعَ يَدَيْهِ عَلَى رُكْبَتَيْهِ
“Ketika ruku, ia meletakkan kedua tangannya pada lututnya.” (HR. Abu Daud no. 863 dan An Nasai no. 1037)
Abu Humaid As Sa’idiy berkata mengenai cara shalat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau berkata,
فَإِذَا رَكَعَ أَمْكَنَ كَفَّيْهِ مِنْ رُكْبَتَيْهِ وَفَرَّجَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ
“Jika ruku’, beliau meletakkan dua tangannya di lututnya dan merenggangkan jari-jemarinya.” (HR. Abu Daud no. 731)
Dalam riwayat lainnya disebutkan,
ثُمَّ رَكَعَ فَوَضَعَ يَدَيْهِ عَلَى رُكْبَتَيْهِ كَأَنَّهُ قَابِضٌ عَلَيْهِمَا
“Kemudian beliau ruku’ dan meletakkan kedua tangannya di lututnya seakan-akan beliau menggenggam kedua lututnya tersebut.” (HR. Abu Daud no. 734, Tirmidzi no. 260 dan Ibnu Majah no. 863)
Saat ruku’, kepala dijadikan sejajar dengan punggung. Abu Humaid As Sa’idiy berbicara mengenai cara ruku’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لاَ يَصُبُّ رَأْسَهُ وَلاَ يُقْنِعُ مُعْتَدِلاً
“Ketika ruku’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak membuat kepalanya terlalu menunduk dan tidak terlalu mengangkat kepalanya (hingga lebih dari punggung), yang beliau lakukan adalah pertengahan.” (HR. Ibnu Majah no. 1061 dan Abu Daud no. 730)
Dari Wabishah bin Ma’bad, ia berkata,
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُصَلِّى فَكَانَ إِذَا رَكَعَ سَوَّى ظَهْرَهُ حَتَّى لَوْ صُبَّ عَلَيْهِ الْمَاءُ لاَسْتَقَرَّ
“Aku pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat. Ketika ruku’, punggungnya rata sampai-sampai jika air dituangkan di atas punggungnya, air itu akan tetap diam.“(HR. Ibnu Majah no. 872)
Ruku’ dilakukan dengan tuma’ninah (tenang). Perintah melakukan ruku’ dengan tenang ini sangat ditekankan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Praktik tuma’ninah adalah meletakkan seluruh tulang pada sendi-sendinya sampai tenang, di mana “setiap anggota badan mengambil bagiannya”. Sebelum membungkukkan punggung bertakbir terlebih dahulu sebagaimana sudah disebutkan dalam bahasan tentang takbir.
Saat ruku’ posisi punggung adalah lurus dan bersikap tenang.
وَعَنْ عَلِيِّ بْنِ شَيْبَانَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ قَالَ : لاَصَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يُقِمْ صُلْبَهُ فِى الرُّكُوْعِ والسُّجُوْدِ . رواه احمدوابن ماجه
Dan dari Ali bin Syaiban, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi telah bersabda, “Tidak ada shalat bagi orang yang tidak meluruskan tulang punggungnya dalam ruku’ dan sujud”. (H.R. Ahmad dan Ibnu Majah)
Sabda Rasululla ̅h shallalla ̅hu ‘alaihi wa sallam,
إِذَا رَكَعْتَ فَضَعْ رَاحَتَيْكَ عَلَى رُكْبَتَيْكَ, ثُمَّ فَرِّجْ بَيْنَ أَصَابِعِكَ, ثُمَّ امْكُثْ حَتَّى يَأْخُذَ كُلُّ عُضْوٍ مَأْخَذَهُ
”Jika engkau ruku’, maka letakkanlah kedua telapak tanganmu pada kedua lututmu, kemudian bukalah jari-jemarimu, lalu diamlah, sehingga semua anggota badanmu mengambil posisinya”.(H.R. Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban)
وَعَنْ أَبِيْ مَسْعُوْدٍ عُقْبَةَ بْنِ عَمْرٍو أَنَّهُ رَكَعَ فَجَافَى يَدَيْهِ وَوَضَعَ يَدَيْهِ عَلَى رُكْبَتَيْهِ, وَفَرَّجَ بَيْنَ اَصَابِعِهِ مِنْ وَرَاءِ رُكْبَتَيْهِ , وَقَالَ : هكَذَا رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي. رواه احمد ابوداود والنسائى
Dari Abu Mas’ud, Uqbah bin Amr, sesungguhnya ia ruku’ sambil melepas kedua tangannya, lalu meletakkan kedua tangannya itu pada kedua lututnya, dan ia renggangkan antara jari-jarinya itu dari atas permukaan kedua lututnya itu, dan ia berkata, ”Begitulah aku pernah menyaksikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat”. (H.R. Ahmad, Abu Dawud dan Nasai)
Dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa beliau bersabda,
أَسْوَأُ النَّاسِ سَرِقَةً الَّذِي يَسْرِقُ مِنْ صَلاَتِهِ، قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ وَكَيْفَ يَسْرِقُ مِنْ صَلاَتِهِ؟ قَالَ: لاَ يُتِمُّ رُكُوْعُهَا وَلاَ سُجُوْدُهَا.
“Sejahat-jahat pencuri adalah yang mencuri dari shalatnya”. Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana mencuri dari sholat?”. Rasulullah berkata, “Dia tidak sempurnakan ruku dan sujudnya” (HR Ahmad)
Ketika melakukan ruku’ yang dibaca adalah do’a-do’a yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beberapa doa tersebut diantaranya.
وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ :كَانَ رَسُوْلُ اللهِ يُكْثِرُ أَنْ يَقُوْلَ فِى رُكُوْعِهِ وَسُجُوْدِهِ ,سُبْحَانَكَ اَللهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اَللهُمَّ اغْفِرْلِي, يَتَأَوَّلُ الْقُرْآنَ . رواه الجماعة إِلا اترمذى
Dan dari Aisyah radhiyallhu ‘anha, ia berkata, “Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam seringkali membaca, “Subhanaka ... (Maha suci Engkau ya Allah, rabb kami, dan dengan memuji-Mu ya Allah ampunilah aku) dalam ruku’ dan sujudnya, sebagai menta’wil Al Qur’an”. (HR. Bukhari no. 817 dan Muslim no. 484)
عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ :صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيِّ فَكَانَ يَقُوْلُ فِيْ رُكُوْعِهِ سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيْمِ,وَ فِيْ سُجُوْدِهِ: "سُبْحَانَ رَبِّيَ اْلأَعْلَى, وَمَامَرَّتْ بِهِ آيَةُ رَحْمَةٍ إِلاَّ وَقَفَ عِنْدَهَايَسْأَلُ , وَلاَ آيَةُ عَذَابٍ إِلاَّ تَعَوَّذَ مِنْهَا. رواه الخمسة وصححه الترمذي
Dari Huzaifah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku pernah shalat bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ia membaca dalam ruku’nya, “SUBHANA RABBIYAL AZHIIM” (Maha suci Rabb-ku Yang Maha Agung), dan dalam sujudnya ia baca “SUBHANA RABBIYAL A’LAA” (Maha suci Rabb-ku Yang Maha Tinggi), dan tidaklah ia baca ayat rahmat, melainkan ia berhenti (sebentar) pada ayat tersebut untuk berdoa dan tidak pula ayat azab, melainkan ia minta perlindungan daripadanya”. (H.R. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasai dan Ibnu Majah)
Sedangkan anjuran tiga kali disebutkan dalam hadits Ibnu Mas’ud,
إِذَا رَكَعَ أَحَدُكُمْ فَقَالَ فِى رُكُوعِهِ سُبْحَانَ رَبِّىَ الْعَظِيمِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ
“Jika salah seorang di antara kalian ruku’, maka ia mengucapkan ketika ruku’nya “Subhanaa robbiyal ‘azhim (artinya: Maha Suci Rabbku Yang Maha Agung)”, dibaca sebanyak tiga kali.” (HR. Tirmidzi no. 261, Abu Daud no. 886 dan Ibnu Majah no. 890).
وَعَنْ سَعِيْدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ أَنَسٍ قَالَ : مَاصَلَّيْتُ وَرَاءَ أَحَدٍ بَعْدَ رَسُوْلِ اللهِ أَشْبَهَ صَلاَةً بِرَسُوْلِ اللهِ مِنْ هَذَا الْفَتَى – يَعْنِي عُمَرَبْنَ عَبْدِ الْعَزِيْزِ – قَالَ : فَحَزَرْنَافِي رُكُوْعِهِ عَشَرَ تَسْبِيْحَاتٍ ,وَفِي سُجُوْدِهِ عَشَرَ تَسْبِيْحَاتٍ, رواه احمدوابوداود والنسائى
Dan dari Sa’id bin Jubair, dari Anas, ia berkata, “Aku tidak pernah shalat di belakang salah seorang sesudah Rasulullah shallallahu ‘alaihi ‘alaihi wa sallam, yang shalatnya itu sangat menyerupai shalat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, selain seorang anak muda ini – yaitu Umar bin Abdul Azis – ia berkata, “Kami taksir dalam ruku’nya itu (ia membaca) sepuluh kali tasbih dan begitu juga dalam sujudnya sepuluh kali tasbih”. (H.R. Ahmad, Abu Daud dan Nasai)
Begitu pula boleh membaca dengan “subhana robbiyal ‘azhimi wa bihamdih”. Dalam hadits ‘Uqbah bin ‘Amir disebutkan mengenai bacaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam saat ruku’,
سُبْحَانَ رَبِّىَ الْعَظِيمِ وَبِحَمْدِهِ
“Subhanaa robbiyal ‘azhimi wa bi hamdih (artinya: Maha Suci Rabbku Yang Maha Agung dan pujian untuk-Nya).” Ini dibaca tiga kali. (HR. Abu Daud no. 870. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini shahih, begitu pula Syaikh Al Albani dalam Shifat Shalat Nabi, hal. 115. Kata Syaikh Al Albani hadits ini diriwayatkan pula oleh Ad Daruquthni, Ahmad, Ath Thobroni, dan Al Baihaqi).
Bacaan ruku’ dan sujud lainnya yang bisa dibaca,
سُبُّوحٌ قُدُّوسٌ رَبُّ الْمَلاَئِكَةِ وَالرُّوحِ
“Subbuhun qudduus, robbul malaa-ikati war ruuh (artinya: Mahasuci, Maha Qudus, Rabbnya para malaikat dan ruh -yaitu Jibril-).” (HR. Muslim no. 487).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.