Sebuah Pengantar Studi dan Analisa Urgensinya "Sistem Hisab dan Ru'yah"

مكانة الحساب والرؤية التي تتعلق بإثبات أول الشهر القمري للعبادة شرعا  في إندونيسيا

Sebuah Pengantar Studi dan Analisa Urgensinya "SISTEM HISAB DAN RU'YAH"  Dalam menentukan perhitungan :  "AWAL BULAN QOMARIYAH"  Di Indonesia.


DAFTAR  ISI
A . Landasan status Hukum tentang "Hisab dan Ru'yah" 
1. Ayat-ayat AI-Qur'an, Hadits2 Nabi saw,dan Pandangan Ulama 
2. Hisab dan Ru'yah dalam Hukum Syara' 
2.1. Hisab dan Ru'yah dalam pelaksanaan 'ibadah
2.2. Hisab dan Ru'yah secara spesifik dalam kaitan "Awal Bulan Qomariyah"
2.3. Status dan Peran Ulil-Amri dalam menetapkan kebijakan "Itsbat" hal tersebut

B. Penentuan Awal Bulan Qamariyah :
1. Pedoman Syara' dalam perhitungan waktu (berdasarkan Al-Qur'an / Hadits Nabi saw
1.1. Cara Ru'yah Bil-Fili dan Istikmal
1.2. Cara perhitungan Astronomis (Hisab)
2. Sistem Penentuan Awal Bulan Qomariyah (a.Sistem Ijtima' dan b.Sistem Posisi Hilal)
3. Sistem Hisab (Pada garis besarnya ada Tiga macam dalam kotek penggunaan table
4. Hasil Perhitungan dan Analisa
4.1. Sumber pengambilan data dan system perhitungan
4.2. Musyawarah Kerja tentang Evaluasi Kegiatan Hisab
4.3. Perhitungan menggunakan semua system yang bersumber dari
4.4. Perhitungan "Sistem Hisab Awal Bulan Sa'aduddin Djambek" sebagai pedoman
4.5. Kesimpulan tentang tingkat perangkingan dari sejumlah sistem-sistem yang dipakai
5. Wasilah "Ru'yatul-Hilal"Dalam menetapkan Bulan Baru


STATUS DAN KEDUDUKAN HISAB DAN RU'YAH 
DALAM MENENTUKAN AWAL BULAN QAMARIYAH DI INDONESIA.


A. Landasan status Hukum.

1. Ayat-ayat Al-Our'an.Hadits dan Pandangan Ulama tentang -."Hisab dan Ru'yah".

1.1. Ayat2 Qur’an yang berkaitan dengan “Awal Qamariyah” (Qs.AI-Baqarah : 2/189 ; Qs.Yunus : I0/5 Qs.Al-Isra' : 17/12 ; Qs.An-Nahl : 16/16 ; Qs.At-Taubah: 9/36 ; Qs. AI-Hijr : 15/I6 ; Qs.AI-Anbiya : 21/33 ;  Qs.AI-An'am : 6/96-97 ; QS.Al-Baqarah :185 ; Qs. Ar-Rahman : 55/5,33; Qs.Yasin : 36/39,40)

 يَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْاَهِلَّةِ ۗ قُلْ هِيَ مَوَاقِيْتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ ۗ وَلَيْسَ الْبِرُّ بِاَنْ تَأْتُوا الْبُيُوْتَ مِنْ ظُهُوْرِهَا وَلٰكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقٰىۚ وَأْتُوا الْبُيُوْتَ مِنْ اَبْوَابِهَا ۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

“Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung". Qs. 2:189

هُوَ الَّذِيْ جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاۤءً وَّالْقَمَرَ نُوْرًا وَّقَدَّرَهٗ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوْا عَدَدَ السِّنِيْنَ وَالْحِسَابَۗ مَا خَلَقَ اللّٰهُ ذٰلِكَ اِلَّا بِالْحَقِّۗ يُفَصِّلُ الْاٰيٰتِ لِقَوْمٍ يَّعْلَمُوْنَ

"Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan haq. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui". Qs. 10:5

اَلشَّمْسُ وَالْقَمَرُ بِحُسْبَانٍۙ

"Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan". Qs. 55:5

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۗ وَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗ يُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ ۖ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ

"(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan- penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur."

وَالْقَمَرَ قَدَّرْنٰهُ مَنَازِلَ حَتّٰى عَادَ كَالْعُرْجُوْنِ الْقَدِيْمِ

"Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah Dia sampai ke manzilah yang terakhir) Kembalilah Dia sebagai bentuk tandan yang tua". Qs. 36:39

اِنَّ عِدَّةَ الشُّهُوْرِ عِنْدَ اللّٰهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِيْ كِتٰبِ اللّٰهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ مِنْهَآ اَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۗذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُ ەۙ فَلَا تَظْلِمُوْا فِيْهِنَّ اَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِيْنَ كَاۤفَّةً كَمَا يُقَاتِلُوْنَكُمْ كَاۤفَّةً ۗوَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ مَعَ الْمُتَّقِيْنَ

"Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, Maka janganlah kamu Menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa". Qs. 9:36


1.2.Hadits Nabi saw yang berkaitan dengan Hisab, Ru’yah / Awal Qamariyah 

"Sesungguhnya hamba2 Allah yang baik, telah yang selalu memperhatikan matahari dan bulan,untuk mengingat Allah" (Diriwayatkan oleh At-Tabrany)

"Berpuasalah kamu karena melihat hilai,dan berbukalah kamu karena melihat hilal. Bila hilal tertutup debu atasmu sempurnakanlan bilangannya" (Diriwayatkan oleh Muslim). (Dalam riwayat yang lain sempurnakanlah bilangan bulan Sya'ban 30 hari).


1.3. Pandangan diantara para sahabat dan ulama tentang hisab dan ru’yah.

"Barangsiapa yang mempelajari iimu perbintangan, sedang ia dari pada orang yang mengerti al-Qur'an,niscaya bertambahlah imannya dan keyakinannya". (Berkata Ali r.a)

"Dan telah sepakat ulama kita semua bahwa mencari (rukyat) hilal Ramadhan itu fardhu kifayah" (Kitab Irsyad Ahlil-Millahila Itsbatil-Ahillah,haL99).

"Tetapi wajib atas ahli hisab mengamalkan ilmu hisabnya, demikian pula orang yang membenarkannya kaummnya." (Kasyifatus Saja,halaman: 109)


2. Hisab dan Ru'yat Dalam hukum Syara': 

2.1. Hisab dan Ru’yat dalam pelaksanaan 'ibadah :

Materi ilmu Hisab terbatas pada hal2 yang ada hubungannya dengan "pelaksanaan 'ibadah”. Sasaran yang dituju adalah untuk menentukan awal dan akhir waktu shalat, arah qiblat, awal bulan qomariyah dan terjadinya gerhana. 

2.2. Secara spesifikdalam kaitan "Awal Bulan Qamariyah" :

a. Penentuan awwal bulan Qamariyah sagat penting bagi umat Islam sebab selain untuk menentukan hari2 besar Juga yamg lebih penting adalah njeiaetetukan "awwal dan akhir bulan Ramadhan dan Dzulhijjah"karena hal ini menyangkut masalah “wajib ‘ain” bagi setiap muslim.

b. Tidak seperti halnya penentuan waktu sholat dan arah qiblat,yang nampaknya setiap orang sepakat terhadap hasil hisab, namun penentuan awwal bulan ini menjadi masalah yang diperselisihkan dengan "cara" yang digunakannya.

(1) Ada pihak yang mengharuskan hanya dengan ru'yah saja, dan pihak lainnya ada yang membolehkannya dengan hisab.

(2) Diantara golongan ru’yah pun masih ada hal-hal yang diperselisihkan, seperti halnya yang terdapat pada golongan hisab

(3) Perbedaan/ketidaksepakatan ini disebabkan karena dasar hukum yang dijadikan alasan oleh ahli hisab tidak bisa diterima oleh ahli ru'yah, dan sebaliknya dasar hokum yang dikemukakan oleh ahli ru'yah dipandang oleh ahli hisab bukan merupakan satu2~nya dasar hukum yang membolehkan cara dalam menentukan "awwal bulan Qamariyah” 

(4) Dasar hukum yang dipandang oleh ahli ru'yah a.l: Hadits riwayat Bukhori Muslim : "Berpuasalah kamu Jika melihat Hilal, dan berbukalah Jika melihat Hilal Jika keadaan mendung maka sempurnakanlah bilangan bulan Sya'ban 30 hari". Sedang dasar hukum yang dikemukakan oleh ahli Hisab antara lain : AI-Qur'an (QS,Yunus :10/5) Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan …..

(5) Pertentangan ini sepertinya masing2 pihak tetap mempertahankan pendapatnya. Sebetulnya ru'yah dan hisab masing2 memiliki keunggulan dan kelemahan.Kelemahan itu dapat diatasi jika digabungkan keduanya ……. sebagai gambaran sbb:

1) Kalau pada saat Matahari terbenam tgl 29 bulan Qamariyah keadaan cuaca mendung, sehingga Hilal tidak nampak. Lalu setiap kejadian demikian kita tetapkan istikmal, maka bisa terjadi satu bulan Qamariyah hanya berumur 28 atau bahkan 27 hari. Terutama untuk daerah-daerah berlintang besar pada saat deklinasi berlawanan tanda dengan lintang Tempat.

2) Kalau ada seorang melapor bahwa ia telah melihat Hilal lengkap disebutkan dengan posisinya, hakim dapat saja menolak persaksian tersebut dengan alasan persaksiannya tidak ada yang menguatkan dan bertentangan dengan hasil perhitungan Hisab yang dapat dipercaya.

3) Bisa terjadi di saatu tempat, posisi Hilal pada saat Matahari terbenam sebelum terjadi ijtima’ sudah berada di atas ufuq dan tidak mustahil untuk dapat diru'yah. Kejadian ini seperti terjadi pada tanggal 1 Januari 1976 untuk daerah Ukrania Eropah Timur (50° LU, 30° BT). 

Hilal muncul setinggi 2° 20° di atas ufuq, 15 menit kemudian Hilal Itu tcrbenam. KaIau kita tetapkan tanggal satu bulan bani berdasarkan posisi tersebutmaka tidak mustahil umur bulan baru itu akan lebih panjang dari 30 hari. 

Posisi ini bisa lebih tinggi lagi jika kemiringan Kutub Ekliptika terhadap lingkaran ufuq lebih besar (akibat besarnya harga Lintang Tempat) dan Lintang astronomis Bulan dalam keadaan maksimum.

4) Untuk daerah-daerah abnormal (berlintang besar),Hilal sukar sekali untuk dapat diru’yah, sebab perjalanan Matahari itu sendiri tidaklah seperti pada daerah dekat equator. Di daerah itu Matahari berhari-hari kadang2 ada diatas ufuq dan kadang-kadang berada dibawah ufuq, tergantung kesamaan arah antara Lintang Tempat dengan deklinasi Matahari. Untuk daerah semacam ini, cara hisab adalah suatu keharusan alternative.

5) Sering terjadi antara Mekkah dan Indonesia atau tempati lain di permukaan bumi ini,berlainan hari dalam memulai / mengakhiri puasa atau berhari raya haji. Ada yang mengatakan, walau bagaimana dalam hari raya haji itu semua tempat harus mengikuti Mekkah, sebab Mekkah yang mempunyai ka'bah dan padang 'Arafah. Namun ada pula yang mengatakan bahwa masalah ini tergantung kepada tempat itu masing. Kalau kita memahami masalah hisab dan Ru'yah, maka masalah itu tidak perlu diperselisihkan Kalau kita berpegang kepada mathla sendiri, maka kita tidak perlu mengikuti Mekkah, walaupun disana sudah berhasil diru’yah (Muktamar Islam Internasional di Turki 1978 dan 1980 menetapkan system penyeragaman dimana setiap tempat yang berhasil ru'yah bisa mengumumkannya ke seluruh dunia dan berlaku pula untuk semua tempat termasuk negeri Arab).

2.3. Tidak bisa ditinggalkan/ditolak bahwa "Status dan peran Ulil Amri fil Islam” merupakan syarat mutlak (condotio sine qua non) bagi terjaminnya “Ittihadul Ummah dan peribadatannya”. Hal ini berdasarkan sunnah Rasulullah saw, dimana dimasa itu kalau ada orang yang melihat Hilal, ia selalu melapor kepada Nabi saw. Lalu Nabi mengecek, dan kalau Nabi sudah yakin barulah beliau mengumumkannya kepada umat.

a. Pada dasarnya ru’yah sebagaimana hisab hanyalah merupakan “alat” dalam menentukan waktu2 ibadah, adapun “keputusan penentunya” terletak pada hakim sebagai ulil amri 

b. Dalil/Hujjah urgensinya ketatan tersebut (lihat antara lain : QS.4/65,158-159  QS.33/36; ….. dll)

“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” Qs An Nisaa:45)


B.Penentuan Awal Bulan Qomariyah Dalam Islam 

1. Pedoman Syara’ dalam perhitungan waktu berdasar Al Quran dan Hadits Nabi SAW terbagi dua bagian besar :

1.1. Cara ru’yah bil-fi’li dan istikmal, seperti diterangkan oleh Hadits Nabi SAW (HR Bukhari Muslim dari Abu Hurairah : Berpuasalah kamu sekalian jika melihat hilal, dan berbukalah jika melihat hilal, jika keadaan mendung, maka sempurnakanlah bilangan bulan Sya’ban 30 hari”

1.2. Cara perhitungan astronomis (hisab) seperti diterangkan dalam Al Quran 

“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.” Qs. Yunus 10:5


2. Sistem Penentuan Awal Bulan Qamariyah

Pada garis besarnya ada dua system yang dipegang para ahli hisab dalam menentukan awal bulan Qamariyah yaitu : Sistem Ijtima’ dan Sistem Posisi Hilal

a. Sistem Jjtima. Kelompok yang berpegang dengam " Sistem Ijtima" menetapkan bahwa : "Jika Ijtima’ terjadi sebelum saat Matahari terbenam, mata sejak Matahari terbenam itulah awal bulan baru sudah mulai masuk

b. Sistem Posisi Hilal. Kelompok yatts berpegang pada "Posisi Hilal" menetapkan bahwa: "Jika pada saat Matahari terbenam posisi Hilal sudah berada diatas ufuq, maka sejak Matahari terbenam itulah bulan baru mulai dihitung. Para ahli Hisab yang berpegang pada “Posisi Hilal” terbagi 3 (tiga) kelompok yaitu:

1) Kelompok yang berpegang pada Ufuq Haqiqi (true horizon). Kelompok ini mengemukakan bhw : Awal bulan Qomariyah adalah ditentukan oleh tinggi Hakiki Titik Pusat Bulan yang diukur dari ufuq haqiqi (Ufuq Haqiqi = ufuq yang berjarak 90 derajat dari titik Zenith / titik puncak Bola langit).

2) Kelompok yang berpegang panda Ufuq Mar’i (visible horizon). Kelompok ini menetapkan bahwa : Awal bulan Qomariyah mulai dihitung jika pada saat Matahari terbenam posisi piringan Bulan sudah lebih Timur dari posisi piringan Matahari. Yang menjadi akuran arah Timur dalam hal ini adalah uguq Mar’i.

3) Kelompok yang berpedang kepada Imkanurru’yah. Kelompok ini mengemukakan bahwa untuk masuknya Awal Bulan Baru, posisi Hilal pada saat Matahari terbenam harus berada pada ketinggian tertentu sehingga memungkinkan untuk dapat diru’yah.


3. Sistem Hisab

Ada bermacam-macam system perhitungan untuk menentukan saat terjadi "Ijtima;” dan "Posisi Hilal" Pada garis besarnya terbagi 3 (tiga) macam :

a. Sistem yang menggunakan tabel semata, baik untuk mencari data maupun hasil yang akan diperoleh. Sistem ini antara lain yang dipakai Fathur Roufil Manan”.

b. Sistem yang menggunakan table dalam mencari data yang diperlukan. Adapun untuk memperoleh hasil akhir, data itu dimasukkan kedalam rumus yang berdasarkan kaidah2 Segitiga Bola. (Data yang dimasukkan kedalam sebuah rumus, tidak bisa langsung diambil dari table yang tersedia, melainkan data itu hrs diolah terlebih dulu, dengan mengadakan koreksi yang diperiukan. Sistem perhitungan semacam ini dipakai antara lain oleh Hisab Hakiki dan New Comb. 

c. Sistem yang mempergunakan tabel dalam pengambilan data, kemudian memasukkan data itu ke dalam rumus Segitiga Bola. Data yang diambil dari tabel sudah merupakan data masak yang tinggal pakai, tidak memerlukan pengolahan seperti pada system kedua (b). Oleh karena itu system ini hanya mau mengambil data dari table yang dikeluarkan tiap tahun oleh sumber2 yang dilengkapi dengan alat modern seperti pada tabel pada Almanak Nautika, The American Ephemeris, atau Uni Soviet Ephemeris. Sistem ini dipakai oleh Sa'aduddin Djambek seperti terdapat dalam bukunya "Hisab Awal Bulan".


4. Hasil Perhitungan dan Analisa. 

4.1. Sumber pengambilan data dan system perhitungan yang bcrbeda-beda, menimbulkan hasil yang berbeda-beda pula.

4.2. Departemen Agama, Cq Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, dalam Musyawarah Kerjanya tentang Evaluasi Kegiatan Hisab yang dilakukan tiap tahun selalu melakukan perhitungan saat terjadi “Ijtima” dan “Posisi Hilal” tiap awal bulan Qomariyah.

4.3. Dalam melakukan perhitungan itu selalu mempergunakan semua system di atas yang bersumber dari buku2:

a) Sulamun Nayyirain oleh Muh.Manshur Ibn. Abd.Hamid

b) Fathur Roufil Manan oleh Abu Hamdan Abdul Jalil

c) Khulashotul Wafiyah oleh K. Juber

d) Qowaidul Falakiyah oleh Abdul Fatah Ath-Thukhy

e) Hisab 'Urfi dan Hakiki oleh KR Muh.Wardan dikenal dengan "Hisab Hakiki"

f) Hisab Hakiki yang diterbitkan oleh Lembaga Falak dan Hisab PP Muhammadiyah Yogyakarta dikenal dengan system "New Comb" dan “Laverier”.

g) Hisab Awal Bulan oleh Sa’aduddin Djambek yang mempergunakan data dari Almanak Nautika, The American Ephemeris atau USSR Ephemeris.

 

4.4. Perhitungan dari ke-tujuh system tersebut diatas memperoleh hasil yang berbeda-beda satu sama lain. Namun Musyawarah Kerja menjadikan “Sistem Hisab Awal Bulan Sa'aduddin Djambek” sebagai pedoman utama dalam “menetapkan awal bulan Qomariyah” dengan alasan :  

1) Rumus-rumusnya mempergunakan kaidah2 Spherical Trigonometry yang sudah tidak disangsikan lagi kebenarannya.

2) Data yang dipergunakan bersumber dari almanak-almanak yang diterbitkan oleh Iembaga2 bertaraf inter-nasional yang sangat ahli dalam bidang astronomi

3) Sumber data tersebut adalah “The Nautical Almanac dan The American Ephemeris” yang diterbitkan tiap tahun oleh kerjasama antara “Royal Greenwich Observatory” Inggris dan “United State Naval Observatory” Amerika. The Nautical Almanac dipakai pula di beberapa negara, terutama untuk kepentingan pelayaran, dan diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa Brazilia, Danish, India, Italia, Korea, Meksiko, Norwegia, Peru dan Swedia. Di Indonesia, almanac tersebut diterbitkan ulang sesuai dengan naskah aslinya oleh Markas Besar TNI Angkatan Laut Jawatan Hidro Eseanografi Jakarta.

4.5. Kesimpulan bahwa kalau “Data dan Sistem perhitungan” yang dipakai "Sa'aduddin Djambek" (Almanak Nautika) dijadikan sebagai pedoman, maka tingkat perangkingan hasil perhitungan sistem2 yang lain sbb:

1) Hasil perhitungan system New Comb adalah paling mendekati, dan paling teratas dibanding yang lain. Dalam perhitungan saat terjadi ijtima’, perbedaannya tidak terlalu jauh, hanya beberapa menit saja, bahkan kadang-kadang sama. Demikian pula dalam menentukan posisi hilal.

2) Hasil perhitungan “Sulamun Nayyirain” adalah selalu yang paling besar perbedaannya. Rangkinnya berada pada ranking yang paling bawah. Dalam perhitungan saat terjadi ijtima’, perbedaanya sering sangat mencolok, sampai berpuluh menit bahkan sampai berjam-jam. Demikian pula posisi hilal perbedaannya sangan mencolok.

3) Hasil perhitungan dari system Qowaidul Falakiyah, Hisab Hakiki, Kholashotul Wafiyah, dan Fathur Roufil Manan berada diantara kedua system di atas. Sistem2 ini tidak tetap, satu sama lain saling menggeser kedudukannya, namun selalui berada diatas sistem “Sulamun Nayyirain” dn dibawah sistem New Comb.


5. WASILAH “RU’YATUL HILAL” (MELIHAT HILAL) DALAM MENETAPKAN BULAN BARU 

A. Memahami Perbedaan antara "Maksud" dan "Wasilah” dalam konteks "Syari'ah". 

1. Menentukan "Wasilah” yang sesuai dengan “waktu dan tempat”. 

Dr.Yusuf Al-Qaradhawi dalam bukunya “Fiqih Maqashid Syari'ah" menyatakan “Kitapun bisa melihat bahwa hukum syari'ah ada yang menentukan "wasilah" bagi tempat dan waktu tertentu, agar "Maksud" yang syari'ah inginkan bisa tercapai. 

Namun syari'ah tidak bermaksud menjadikan universal dan abadi "wasilah" tersebut, sehingga mencapai seluruh waktu dan tempat. Karena syari'ah memperhatikan kondisi manusia di zaman turunnya wahyu sehingga memberikan mereka petunjuk terhadap hal yang pantas bagi mcreka." Digaris bawahi disini pentingnya : "membedakan antara "Maksud" dan "Wasilah” dalam konteks “syari'ah”.

2. Membedakan antara "Maksud” dan “Washilah”. 

Disebutkan bahwa dalam bukunya, “Kaifa Nata'amal ma’a a As-Sunnah An-Nabawiyah" bahwa sebagian yang mencampurkan antara "maksud/tujuan mapan" yang ingin direalisasikan oleh teks dengan "wasilah2 temporal dan kondisional" yang terkadang ditentukan oleh syari'at untuk mencapai "maksud" tersebut. 

Mereka sangat menitik beratkan kepada "wasilah" tersebut, bahkan seolah-olah "wasilah" tersebut adalah "maksud" itu sendiri. Padahal jika memperdalam pemahaman dan rahasia teks, mereka akan melihat bahwa yang paling penting adalah "maksud”. Maksud tersebut adalah "tujuan mapan dan abadi”, adapun "wasilah" bisa berubah seiring perubahan "kondisi, waktu, tradisi, dan faktor-faktor lainnya”.


2.1. Sebagai contoh “Wasilah Tambatan kuda" (Ribathul-Khoil dalam OS.AI-Anfal: 8/60)

“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).”

Maka pasti dapat dipahami bahwa “kuda” zaman sekarang = dapat berupa “Tank, kapal, pesawat, dan senjata-senjata modern lainnya (sebagai wasilah modern). Sama halnya dg Hadis Rasulullah saw '."Barang siapa yang melempar panah di jalan Allah, dia akan mendapat sekian dan sekian".  Walhasil “melempar panah” pada masa sekarang = senapan, senjata, roket, rudal, dll”. 


2.2. Washilah lain misalnya “siwak” = washilah untuk membersihkan gigi. 

Tujuan syari'ah (="Maksud”) dari siwak adalah membersihkan gigi hingga diredhai Allah swt. Sebagaimana disabdakan Rasulullah saw dalam hadisnya :

السِّوَاكُ مُطَهَرَةٌ للغَمِّ مَرضَاةٌ للرَّبِّ

“Siwak membersihkan mulut dan meridhoi Tuhan” 

Pertanyaannya .Apakah Siwak "maksud" atau sekedar wasilah yang mudah dan sesuai di negeri Arab ? Rasulullah menyifati siwak dengan sesuatu yang bisa mencapai “maksud” dan mudah bagi bangsa Arab. Di negeri2 lain washilah tersebut bisa beribah. Karena negeri tersebut akan kesusahan untuk mendapatkan pohon arak. Dengan demikian mereka bisa membuat “washilah” lain yang bisa memenuhi tuntutan ratusan juta manusia seperti sikat dan yang lainnya.

Syaikh Abdullah Al-Bassam menukil bahwa An-Nawawi berkata '"Dengan apapun seseorang bersiwak dengan sesuatu yang bisa menghilangkan perubahan dia telah bersiwak. Seperti kain dan jari.” Ini adalah mazhab Abu Hanifah.

Dalam Al-Mughni ditulis, "Sunnah telah dilakukan dengan hal yang bisa menyebabkan kebersihan. Sunnah yang sedikit tidak bisa ditinggalkan karena tidak bisa melaksanakan sunnah yang banyak. Itulah yang shahih. 


B. Wasilah  "RU'YATUL-HILAL'' dalam menetapkan:"BULAN BARU"

1. Hal ini berkaitan dengan Hadis shahih, Nabi saw bersabda ."Jangan kalian shaum hingga melihat Hilal, dan jangan berbuka hingga melihatnya, jika mendung hitunglah".   Dalam hadis lain : “ …. Jikia mendung mendung sempurnakanlah bulan sya’ban 30”. 

1.1. Dalam hubungan hadis ini seorang ahli Fiqih bisa berpendapat bahwa hadis tersebut me-ngisyaratkan kepada : "Maksud" (maqashid syari'ah) dan menentukan sebuah sebuah “washilah”.

1.2. Dari teks hadis tersebut secara substantif difahami hikmahnya yakni : adanya "Maksud" yaitu tujuan yang mapan dan abadi (tidak berubah). Adapun “Washilah” bisa berubah seiring perubahan kondisi, waktu, tradisi, dan faktor-faktor lainnya. Adapun "maksud" dari hadis tersebut sangat jelas, yaitu : agar berpuasa (shaum) diseluruh bulan Ramadhan, tidak menyia-nyiakan walau sehari. Atau shaum di bulan Iain, seperti Sya'ban dan Syawal. Hal tersebut dilakukan dengan cara menetapkan masuk/keluar dari bulan dengan “washilah” yang bisa dilakukan oleh banyak ....... “washilah” yang bisa dilakukan oleh orang banyak (melihat) bukan dengan hal yang menyebabkan susah dalam beragama. Jadi washilah dengan “melihat” dengan mata” pada zaman tersebut itulah yang bisa dilakukan dan mudah. Karena mewajibkan dengan "wasilah" yang lain, seperti "Hisab Falak" sementara umat dimasa itu "tidak menulis dan tidak menghitung” pasti akan menyulitkan mereka, padahal Allah swt ingin memudahkan mereka, bukan menyusahkan. Rasulullah saw sendiri menyatakan dalam sabdanya “Allah tidak mengutusku sebagai orang yang membuat susah dan bingung, tetapi mengutusku sebagai orang yang memberi ilmu dan kemudahan”. 

1.3. Dr. Yusuf AI-Qaradhawi selanjutnya menyatakan :"Namun jika ada "wasilah lain" yang lebih bisa merealisasikan maksud hadits, jauh dari kemungkinan salah, samar, dan dusta tentang masuknya bulan, serta jika wasilah tersebut menjadi lebih mudah/tidak sulit dilaksanakan, setelah ada ahli falaq, geologi, fisika tingkat internasional, …. mengapa kita harus jumud terhadap "wasilah" padahal ia bukan "maksud" (maqashid-syari'ah). 

Mengambil "Hisab Falak" sebagai "wasilah" untuk menentukan bulan harus diterima sebagai "Qiyas al-Aula" (qiyas yang utama). Artinya : "Ketika As-Sunnah mensyari'atkan "wasilah" yang lebih rendah - karena diliputi keraguan dan berbagai kemungkinan - bagi kita, yaitu "melihat", ia tidak menolak yang lebih tinggi/lebih sempurna, lebih bisa merealisasikan "maksud" memberikan solusi dari perbedaan tajam dalam menentukan waktu shaum, buka hari ‘ied, menyatukan syi’ar agama dan ‘ibadah dst, yaitu berupa "Hisab" yang pasti (dengan cara melakukan perhitungan secara akurat) ….  

1.4. Pandangan seorang ahli hadits besar Syaikh Ahmad Syakir, menyatakan bahwa : “Untuk menentukan masuknya bulan Hijriyah harus dilakukan dengan “hisab falaq”.  Hal itu berdasarkan bahwa “hukum melihat” yang ada di dalam hadits memiliki illat yang ditulis oleh hadits sendiri. Namun sekarang “illlat” tersebut telah hilang. Dengan demikian, yang di-illat-inya pun harus hilang. Karena hukum ada seiring dengan illat-nya, baik ada ataupun tidak adanya. Illat tersebut adalah ummat yang buta huruf. Di zaman Nabi SAW ummat (awam) tidak bisa menulis dan menghitung. Makna tidak bisa menghitung adalah tidak mengetahui “hisab falaq”. Jika keadaan ummat telah berubah sehingga bisa menulis dan menghitung, hukumpun harus berubah. 


5 Sya'ban 1434 H/14 Juni 2013 M

Note: Tulisan ini diperoleh dari makalah dari Majelis Taklim Al-Aimmah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.