Dengan berbasiskan kepada masyarakat muhajirin dan anshar, Nabi Muhammad SAW menghadirkan sebuah kekuatan sosial-politik baru di Jazirah Arabiyah, dengan sebuah nama “Madinah Munawwarah”. Hal yang pertama dilakukan oleh Nabi Muhammad di Madinah dalam rangka pembentukan sebuah negara adalah membuat Piagam Madinah pada tahun Pertama Hijriyah.
Negara Madinah dapat dikatakan sebagai negara dalam pengertian vang sesungguhnya, karena telah memenuhi syarat-syarat pokok pendirian suatu negara; yaitu wilayah, rakyat, pemerintah dan undang-undang dasar. Menurut Munawir Sjadzali, Piagam Madinah sebagai konstitusi Negara Madinah memberi landasan bagi kehidupan bernegara dalam masyarakat yang majemuk di Madinah.
Ibnu Hisyam meriwayatkan bahwa tidak lama setelah nabi saw tinggal di Madinah, semua orang Arab dari penduduk Madinah memeluk Islam. Seluruh kaum Anshar teleh memeluk Islam kecuali beberapa orang kabilah dari kaum Aus. Kemudian Nabi saw menulis sebuah Piagam Perjanjian antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar dengan Yahudi. Dalam perjanjian ini ditegaskan secara gamblang mengenai penetapan kebebasan beragama dan hak pemilikan harta benda mereka, serta syarat-syarat lain yang saling mengikat kedua belah pihak.
Makna Piagam Madinah bagi eksistensi sebuah negara yang berdaulat (de vacto dan de jure) yaitu sebagai Proklamasi dan konstitusi (Undang-Undang) sebuah negara yang berdaulat.
Ibnu Ishaq menyebutkan perjanjian ini tanpa isnad. Sementara Ibnu Khaitshamah menyebutkannya dengan mencantumkan sanadnya. “Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Junab Abul Walid, telah menceritakan kepada kami Isa bin Yunus telah menceritakan kepada kami Katsir bin Abdullah bin Amer al-Mazni dari ayahnya dari kakeknya, bahwa Rasulullah saw menulis perjanjian antara Muhajirin dan Anshar.”
Kemudian Ibnu Khaitsamah menyebutkan seperti yang disebutkan oleh Ibnu Ishaq. Imam Ahmad menyebutkan di dalam Musnadnya dari Suraij ia berkata telah menceritakan kepada kami Ibad dari Hajjaj dari Amer bin Syu‘aib dari ayahnya dari kakeknya bahwa Nabi saw menulis perjanjian antara Muhajirin dan Anshar dan seterusnya.
Di sini kami tidak akan menyebutkan seluruh naskah perjanjian yang sangat panjang itu, tetapi kami kutipkan saja beberapa bagian dari naskah perjanjian sebagaimana tertera dalam naskah perjanjian Rasulullah saw. Isi Piagam perjanjian itu ialah :
1) Kaum Muslimin , baik yang berasal dari Quraisy , dari Madinah maupun dari Kabilah lain yang bergabung dengan berjuang bersama-sama , semuanya itu adalah satu ummat.
2) Semua kaum Mukminin dari kabilah mana saja, harus membayar diyat (denda) orang yang terbunuh di antara mereka dan menebus tawanan mereka sendiri dengan cara yang baik dan adil antara sesama kaum Mukminin.
3) Kaum Mukminin tidak boleh membiarkan siapa saja di antara mereka yang tidak mampu membayar hutang atau denda , tetapi mereka harus menolongnya untuk membayar hutang atau denda tersebut.
4) Kaum Mukminin yang bertakwa akan bertindak terhadap orang dari keluarganya sendiri yang berbuat kezhaliman, kejahatan, permusuhan atau perusakan. Terhadap perbuatan semacam itu semua kaum Mukminin akan mengambil tindakkan bersama, sekalipun yang berbuat kejahatan itu anak salah seorang dari mereka sendiri.
5) Seorang Mukmin tidak boleh membunuh orang Mukmin lainnya lantaran ia membunuh seorang kafir. Seorang Mukmin tidak boleh membantu orang kafir untuk melawan Mukmin lainnya.
6) Jaminan Allah swt adalah satu : Dia melindungi orang-orang yang lemah atas orang-orang yang kuat. Orang Mukmin saling tolong-menolong sesama mereka dalam menghadapi gangguan orang lain.
7) Setiap Mukmin yang telah mengakui berlakunya perjanjian sebagaimana termaktub di dalam naskah, jika ia benar-benar beriman kepada Allah swt, dan Hari Akhir niscaya ia tidak akan memberikan pertolongan atau perlindungan kepada orang yang berbuat kejahatan. Apabila ia menolong dan melindungi orang-orang berbuat kejahatan maka ia terkena laknat dan murka Allah swt. Pada Hari Kiamat.
8) Di saat menghadapi peperangan , orang-orang Yahudi turut memikul biaya bersama-sama kaum Muslimin.
9) Orang-orang Yahudi dari Bani Auf dipandang sebagai bagian dari kaum Mukminin. Orang-orang Yahudi tetap pada agama mereka, dan kaum Muslimin pun tetap pada agamanya sendiri, kecuali orang yang berbuat kedhaliman dan kejahatan maka sesungguhnya dia telah membinasakan diri dan keluarganya sendiri.
10) Orang-orang Yahudi harus memikul biayanya sendiri dan kaum Muslimin pun harus memikul biaya sendiri dalam melaksanakan kewajiban memberikan pertolongan secara timbal balik dalam melawan pihak lain yang memerangi salah satu pihak yang terikat dalam perjanjian itu.
11) Jika di antara orang-orang yang terikat perjanjian ini terjadi pertentangan atau perselisihan yang dikhawatirkan akan menimbulkan kerusakan maka perkaranya dikembalikan kepada Allah swt, dan Muhammad Rasulullah.
12) Setiap orang dijamin keselamatannya untuk meninggalkan atau tetap tinggal di Madinah, kecuali orang yang berbuat kedhaliman dan kejahatan.
13) Sesungguhnya Allah swt-lah yang akan melindungi pihak yang berbuat kebajikan dan taqwa.
Oleh para ahli sejarah, kedua perjanjian ini dijadikan satu menjadi Piagam Madinah yang berisi 47 pasal ini memuat peraturan-peraturan dan hubungan antara berbagai komunitas dalam masyarakat Madinah yang majemuk.
Zainal Abidin Ahmad menyebutkan bahwa menurut penyelidikan yang terbaru, piagam politik yang memenuhi syarat-syarat kenegaraan pertama kali muncul di dunia bukanlah konstitusi Magna Carta (convention or unwritten constitution) dari Inggris tahun 1215, bukan pula Konstitusi Amerika Serikat tahun 1787, bukan pula Konstitusi Prancis tahun 1795. Konstitusi pertama di Madinah adalah Piagam Madinah yang ditandatangani pada tahun 1 H (622M) merupakan Konstitusi tertulis pertama di dunia.
Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthy menyebutkan bahwa perjanjian ini dalam istilah modern lebih tepat disebut dengan Dustur (undang-undang dasar). “Perangkat ini – yaitu dustuur – merupakan asas yang diperlukan bagi pelaksanaan hukum-hukum syariat Islam dalam kehidupan masyarkat. Sebab hukum-hukum syariat tersebut secara umum didasarkan pada konsep kesatuan umat islam dan masalah-masalah struktural lainnya yang berkaitan dengannya. Negara tempat pelaksanaan hukum dan syariat Islam tidak akan terwujudkan manakala sistem perundang-undangan yang dibuat oleh Rasulullah SAW tersebut tidak ada”.
Di negara baru ini Nabi Muhammad bertindak sebagai Kepala Negara dengan Piagam Madinah sebagai konstitusinya. Negara Madinah dapat dikatakan sebagai negara dalam pengertian vang sesungguhnya, karena telah memenuhi syarat-syarat pokok pendirian suatu negara; yaitu wilayah, rakyat, pemerintah dan undang-undang dasar.
Menurut Munawir Sjadzali, “Piagam Madinah sebagai konstitusi Negara Madinah memberi landasan bagi kehidupan bernegara dalam masyarakat yang majemuk di Madinah. Landasan tersebut adalah; (1) semua pemeluk Islam meskipun berasal dari banyak suku, tetapi merupakan satu komunitas. (2) Hubungan antara sesama anggota komunitas Islam dan antara anggota komunitas Islam dengan anggota komunitas-komunitas lain didasarkan atas prinsip-prinsip : (a) bertetangga baik, (b) saling membantu dalam menghadapi musuh bersama (c) membela mereka yang teraniaya, (d) saling menasehati, dan (e) menghormati kebasan agama.”
Berkaitan dengan naskah asli perjanjian Madinah, atau piagam Madinah, setelah meneliti berbagai riwayat tentang perjanjian Madinah, Dr. Akram Dhiya’ al-Umuri menyebutkan bahwa naskah perjanjian tersebut ada dua, “Yang satu berkaitan dengan perjanjian damai dengan kaum Yahudi yang ditulis sebelum perang Badar, pada saat Nabi SAW pertama kali tiba di madinah. Dan yang satunya lagi berkait dengan upaya mempersaudarakan antara kaum muhajirin dengan kaum anshar yang ditulis pasca Perang badar. Oleh para ulama ahli sejarah, kedua naskah tersebut digabung menjadi satu”.
Perjanjian Rasulullah SAW dengan Yahudi ini tidak bertahan lama, karena kaum Yahudi kemudian melakukan pelanggaran terhadap isi perjanjian. Sejarah mencatat penghancuran kaum Yahudi dari madinah
Dalam kaitan dengan Piagam Madinah, Muhammad Iqbal menyebutkan, “Namun keberadaan Piagam ini tidak dapat bertahan lama, karena dikhianati sendiri oleh suku-suku Yahudi di Madinah. Sebagai balasan atas pengkhianatan tersebut, Nabi meng-hukum mereka, sebagian diusir dari madinah dan sekalian lagi dibunuh. Setelah itu Nabi tidak lagi mengadakan perjanijan tertulis dengan kelompok-kelompok masyarakat Madinah. Pola hubungan dalam masyarakat Madinah langsung dipimpin Nabi berdasarkan wahyu Al-Quran.”
Sejak penaklukan Khaibar, seluruh penduduk Yatsrib tunduk sepenuhnya kepada Rasulullah SAW, bukan hanya sebagai pemimpin kaum muslimin, tetapi sebagai kepala Negara Islam yang berdaulat penuh di Madinah. Rasulullah SAE memerintah seluruh kaum di Madinah. Dengan selesainya penaklukan Khaibar, maka tidak berlaku lagi Piagam Madinah, dan Al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW menjadi satu-satunya Konstitusi yang berlaku di Madinah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.