Strategi solusi Rasul dalam menghadapi reaksi Kuffar Quraisy bagi konsolidasi umat dan pengembangan da’wah.
Latar Belakang politis Hijrah para Sahabat Rasul ke negeri Habasiah/Hijrah ke Abisinia (bahasa Arab: الهجرة إلى الحبشة, )
Hijrah ke Habasyah ini adalah hijrah gelombang pertama ke Habasyah dan terjadi sekitar tahun 615 M, atau pada tahun kelima bi'tsah nubuwah.
Ketika Nabi saw melihat keganasan kaum musyrik kian hari kian bertambah keras, sedang beliau tidak dapat memberikan perlindungan kepada kaum Muslim, maka beliau berkata kepada mereka ,” Alangkah baiknya jika kamu dapat berhijrah ke negeri Habasyiah, karena di sana terdapat seorang raja yang adil sekali. Di bawah kekuasaannya tidak seorang pun boleh dianiaya. Karena itu pergilah kamu ke sana sampai Allah memberikan jalan keluar kepada kita, karena negeri itu adalah negeri yang cocok bagi kamu.”
Maka berangkatlah kaum Muslimin ke negeri Habasyiah demi menghindari fitnah, dan lari menuju Allah dengan membawa agama mereka. Hijrah ini merupakan hijrah partama dalam Islam.
Peristiwa hijrah ke Abisinia ini terjadi dalam beberapa gelombang. Menurut Ibnu Ishaq, gelombang pertama diikuti hanya beberapa keluarga diantaranya Ruqayyah, putri Rasulullah, dan suaminya, Utsman bin Affan, serta beberapa orang dari mujahirin
Mereka terdiri atas 11 laki-laki dan 4 perempuan yaitu
Sa'ad bin Abi Waqqas
Jahsy ibn Riyab
Abdullah ibn Jahsh
Ja'far bin Abi Talib, yang menjadi pemimpin kelompok pertama
Utsman bin Affan
Ruqayyah, istri Utsman bin Affan
Abu Hudzaifah bin Utbah
Sahlah binti Suhail, istri Abu Hudzaifah
Zubair bin Awwam
Mush'ab bin Umair
Abdurrahman bin Auf
Abdullah bin Abdul-Asad
Ummu Salama, istri Abdullah bin Abdul-Asad
Utsman bin Mazh'un
Amir bin Rabiah,
Layla bint Abi Asmah - istri Amir
Mubarakfuri dalam buku sirah Nabawiyah nya menjelaskan bahwa dalam hijrah ini mereka melakukan secara transparan pada malam yang gelap sehingga tidak terdeteksi oleh orang-orang Quraisy sampai akhirnya tiba di pantai. Kemudian sampailah mereka di pelabuhan yang disebut dengan pelabuhan Sya’ibah, disana terdapat dua buah perahu dagang yang siap berangkat untuk melaut, maka naiklah rombongan hijrah tersebut menuju ke Habasyah. Ketika kaum Quraisy mengikuti jejak mereka sampai di pantai, rombongan hijrah sudah melaut. Sesampainya di Habasyah, kaum muslimin disambut dengan hangat dan penuh rasa persahabatan oleh penduduk Habasyah. Lalu Raja Habasyah menempatkan mereka di sebuah tempat yang berada di sebelah provinsi Tigray, tempat tersebut dinamakan Negash, disinlah tempat penyebaran Islam pertama di negeri orang. (Al-Mubarakfuri S. , 2014, hal. 118)
Pada masa itu di wilayah Abisinia (Arab: Habsah) berdiri Kerajaan Aksum yang beragama Kristen yang menguasai wilayah Etiopia dan Eritrea saat ini. Menurut sumber-sumber Islam, penguasa Kerajaan Aksum pada waktu itu dikenal dengan gelar negus (bahasa Arab: نجاشي, najāšī) yang bernama Ashama bin Abjar. Sejarawan modern meyakini bahwa Ashama bin Abjar adalah Negus Armah dan Ella Tsaham
Di antara kaum muhajir yang terkenal ialaah : Ustman bin Affan beserta istrinya, Ruqayyah binti Rasulullah saw, Abu Hudzaifah beserta istrinya, Zubair bin Awwam, Mush’ab bin Umair dan Abdurahaman bin Auf. Sampai akhirnya para shabat Rasulullah saw sebanyak delapan puluh lebih berkumpul di Habasyiah.
Respon Musyrikin Mekkah dengan Rapat Darurat di Darun Nadwah. Begitu petinggi Musyrikin Mekkah mendengar kepergian Muhajirin pertama ini maka mereka melakukan perundingan dan mengirim utusan ke Habasyah.
Mereka segera mengutus Abdulah bin Abi Rabi’ah dan Amr bin Ash (sebelum masuk Islam) menemui Najasyi dengan membawa berbagai macam hadiah. Hadiah-hadiah ini diberikan kepada sang raja , para pembantu dan pendetanya, dengan harapan agar mereka menolak kehadiran kaum Muslimin dan mengembalikan mereka kepada kaum musyrik Mekkah.
Ketika kedua utusan ini berbicara kepada Najasyi tentang kaum Muhajir tersebut, sebelumnya kedua utusan ini telah melobi para pembantunya dan uskupnya seraya menyerahkan hadiah yang dibawanya dari Mekkah, ternyata Najasyi menolak untuk menyerahkan kaum Muslimin kepada kedua utusan tersebut sebelum dia menanyai mereka tentang agama baru yang dianutnya. Kemudian kaum Muslimin dan kedua utusan tersebut dihadapkan kepada Najasyi.
Raja Najasyi bertanya kepada kaum Muslimin, “Agama apakah yang membuat kamu meninggalkan agama yang dipeluk masyarakatmu? Dan kamu tidak masuk ke dalam agamaku dan agama lainnya ?” Ja’far bin Abi Thalib , selaku juru bicara kaum Muslimin, menjawab,” Baginda raja , kami dahulu adalah orang-orang jahiliyah, menyembah berhala, makan bangkai, berbuat kejahatan, memutuskan hubungan persaudaraan, berlaku buruk terhaap tetangga dan yangkuat menindas yang lemah. Kemudian Allah mengutus seorang Rasul kepada kami, orang yang kami kenal asal keturunannya, kesungguhan tutur katanya, kejujurannya, dan kesucian hidupnya, Ia mengajak kami supaya mengesakan Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan apa pun juga. Ia memerintahkan kami supaya berbicara benar, menunaikan amanat, memelihara persaudaraan, berlaku baik terhadap tetangga, menjauhkan diri dari segala perbuatan haram dan pertumpahan darah, melarang kami berbuat jahat, berdusta dan makan harta milik anak yatim. Ia memerintahkan kami supaya shalat dan berpuasa. Kami kemudian beriman kepadanya, membenarkan semua tutur katanya, menjauhi apa yang diharamkan olehnya dan menghalalkan apa yang dihalalkan bagi kami. Karena itulah kami dimusuhi oleh masyarakat kami. Mereka menganiaya dan menyiksa kami, memaksa kami supaya meninggalkan agama kami dan kembali menyembah berhala. Ketika mereka menindas dan memperlakukan kami dengan sewenang-wenang, dan merintangi kami menjalankan agama kami, kami terpaksa pergi ke negeri bagina. Kami tidak menemukan pilihan lain kecuali baginda, dan kami berharap tidak akan diperlakukan sewenang-wenang di negeri baginda.”
Najasyi bertanya,” Apakah kamu dapat menunjukkan kepada kami sesuatu yang dibawb oleh Rasulullah saw dari Allah?” Ja’far menjawab;”Ya.” Ja’far membacakan surat Maryam. Mendengar firman Allah itu Najasyi berlinangan air mata. Najasyi lalu berkata,” Apa yang engkau baca dan apa yang dibawa oleh Isa sesungguhnya keluar dari pancaran sinar yang satu dan sama.”
Kemudian Najasyi menoleh kepada kedua orang utusan kaum musyrik Quraisy seraya berkata ,” Silahkan kalian berangkat pulang, Demi Allah mereka tidak akan kuserahkan kepada kalian.” Keesokan harinya utusan kaum musyrik itu menghadap Najasyi. Kedua utusan itu berkata kepada Najasyi,”Wahai baginda raja, sesungguhnya mereka menjelek-jelekan Isa putra Maryam. Panggilah mereka dan tanyakanlah pandangan mereka tentang Isa.”
Kemudian mereka dihadapkan sekali lagi kepada Najasyi untuk ditanya tentang pandangan mereka terhadap Isa al-Masih. Ja’far menerangkan ,” Pandangan kami mengenai Isa sesuai dengan yang diajarkan kepada kami oleh Nabi kami, yaitu bahwa Isa adalah hamba Allah, utusan Allah, Ruh Allah dan kalimat-Nya yang diturunkan kepada perawan Maryam yang sangat tekun bersembah sujud.” Najasyi kemudian mengambil sebatang lidi yang terletak di atas lantai, kemudian berkata ,” Apa yang engkau katakan tentang Isa tidak berselisih , kecuali hanya sebesar lidi ini.”
Kemudian Najasyi mengembalikan barang-barang hadiah dari kaum musyrik Quraisy kepada utusan itu. Sejak saat itulah kaum Muslimin tinggal di Habasyiah dengan tenang dan tenteram. Sementara kedua utusan Quraisy itu kembali ke Mekkah dengan tangan hampa.
Setelah bebetapa waktu tinggal di Habasyiah, sampailah kepada mereka berita tentang masuk Islamnya penduduk Mekkah. Mendengar berita ini mereka segera kembali ke Mekakh, hingga ketika sudah hampir masuk ke kota Mekkah, mereka baru mengetahui bahwa berita tersebut tidak benar. Karena itu, tidak seorang pun dari mereka yang masuk ke Mekkah, kecuali dengan perlindungan (dari salah seorang tokoh Quraisy) atau dengan sembunyisembunyi.
Mereka seluruhnya berjumlah tiga puluh orang. Di antara mereka yang masuk ke Mekkah dengen perlindungan ialah Ustman bin Mazh’un ia masuk dengan jaminan perlindungan dari al-Walid bin al-Mughira, dan Abu Slaamh dengan jaminan perlindungan Abu Thalib.
Tentang Ja'far bin Abi Thalib
Dalam sejarah dakwah Islam yang pertama, ada lima pemuda yang memiliki wajah dan paras mirip dengan Rasulullah ﷺ. Dari kelima pemuda tersebut Ja’far bin Abi Thalib lah yang menempati peringkat pertama atas kemiripannya dengan Rasulullah. Paras yang mirip inilah yang seringkali digunakan untuk mengelabuhi kaum Quraisy, kondisi itulah yang kadang membuat kaum Quraisy sangat benci dengan sahabat Ja’far.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.