Menurut Ramadhan Al-Buthi dalam bukunya Fiqh Sirah,
“Pada saat itu, Arab tak ubahnya “bahan baku” yang belum diolah dan diubah bentuk. Di tengah masyarakat yang masih murni inilah, fitrah kemanusiaan tetap terjaga. Nilai nilai luhur, seperti kejujuran, kehormatan, suka menolong, dan menjaga harga diri mewarnai kehidupan masyarakatnya. Namun sayang, mereka belum mendapatkan cahaya yang dapat menerangi jalan untuk mencapai keluhuran. Mereka hidup di tengah gelapnya kejahiliahan. Karena ketidaktahuan itulah, akhirnya mereka banyak yang tersesat. Mereka tega membunuh anak-anak perempuan dengan dalih menjaga kehormatan. Mereka rela mengeluarkan harta secara berlebihan demi mengejar kemuliaan. Mereka juga tak segan untuk saling membunuh satu sama lain demi menjaga harga diri.” .
Kondisi seperti inilah yang digambarkan Allah Swt. dalam firman-Nya,
وَإِنْ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ الضَّالِّينَ
“... dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat,” (QS Al-Baqarah [2]: 198).
لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولا مِنْ أَنْفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُبِينٍ (١٦٤)
“Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab dan Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (Qs 3:164)
Selain itu ada beberapa hikmah yang bisa diambil berkaitan dengan dipilihnya Jazirah Arab sebagai daerah bi’tsah Rasul terakhir, yaitu:
a. Sebagaimana telah diketahui Allah menjadikan Baitul-Haram sebagai tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman (2:125) dan rumah yang pertama kali dibangun bagi manusia untuk beribadah dan menegakkan syi’ar-syi’ar agama. Allah juga telah menjadikan dakwah bapak para Nabi, Ibrahim As, di lembah tersebut. Maka semua itu merupakan kelaziman dan kesempurnaan, jika lembah yang diberkati ini juga menjadi tempat lahirnya dakwah Islam yang notabene, adalah millah Ibrahim dan menjadi tempat diutus dan lahirnya pemungkas para Nabi. Dengan demikian pemilihan Jazirah Arab sekaligus menegaskan keberlangsungan misi tauhid Nabi Ibrahim AS sebagai bapak tauhid.
b. Secara geografis jazirah Arabia sangat kondusif untuk mengemban tugas dakwah seperti ini. Karena jazirah ini terletak di bagian pusat bumi, di tengah-tengah ummat manusia yang ada di sekitarnya. Posisi geografis ini akan menjadikan penyebaran dakwah Islam ke semua bangsa dan negara di sekitarnya berjalan dengan gampang dan lancar. Bila kita perhatikan kembali sejarah dakwah Islam pada permulaan Islam dan pada masa pemerintahan para Khalifah Rasyidin, hikmah ini akan semakin jelas.
c. Sudah menjadi keputusan Allah SWT untuk menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa Al Quran sehingga seluruh ummat manusia mau tidak mau harus terhubung dengan bahasa ini. Jika kita kaji karakteristik semua bahasa lalu kita bandingkan antara satu dengan lainnya, niscaya akan kita temukan bahwa bahasa Arab banyak memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh bahasa lainnya. Maka, sudah sepatutnya jika bahasa Arab dijadikan bahasa pertama bagi kaum Muslimin di seluruh penjuru dunia.
Keistimewaan bahasa Arab itu antara lain ialah, pertama, bahwa sejak zaman dahulu kala hingga sekarang bahasa Arab itu merupakan bahasa yang hidup dan terus mengalami perkembangan. Kedua, bahwa bahasa Arab adalah bahasa yang lengkap dan luas untuk menjelaskan tentang ketuhanan dan keakhiratan. Dan ketiga, bahwa bentuk-bentuk kata dalam bahasa Arab mempunyai tasrif (konjugasi) yang amat luas sehingga dapat mencapai 3000 bentuk perubahan, yang demikian tak terdapat dalam bahasa lain.
Selain itu ada pula hikmah-hikmah lain terkait dipilihnya Jazirah Arab sebagai daerah dakwah Rasul terakhir, yaitu:
a. Rasul diutus di tengah bangsa Arab yang ummi, bukan di tengah bangsa Persia, Romawi atau India. Dalam ayat disebutkan,
هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
“Dialah yang mengutus kepada kaum yang ummi seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As-Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Al-Jumu’ah: 2)
Ummiyin yang dimaksud dalam ayat ini adalah bangsa Arab. Ada di antara mereka yang pandai menulis, ada juga yang tidak. Karena bangsa Arab bukanlah ahli kitab (seperti Yahudi dan Nashrani). Arti ummi asalnya adalah tidak bisa menulis dan membaca tulisan. Orang Arab dahulu adalah seperti itu. Demikian kata Imam Asy-Syaukani dalam Fath Al-Qadir, 5: 299.
Al-Hasan Al-Bashri mengatakan bahwa yang dimaksud Al-Kitab adalah Al-Qur’an, sedangkan Al-Hikmah adalah As-Sunnah. (Fath Al-Qadir, 5: 299)
Rasul Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri diutus dalam keadaan ummi sebagaimana disebut dalam ayat,
الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالْأَغْلَالَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ فَالَّذِينَ آمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي أُنْزِلَ مَعَهُ أُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Orang-orang yang mengikut Rasul (yang merupakan) Nabi yang ummi (tidak bisa membaca, menulis, dan menggunakan ilmu hisab) yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan hal-hal yang ma’ruf dan melarang mereka dari hal-hal yang mungkar, menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk, dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya, dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur’an) adalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-A’raf: 157)
Qatadah menyatakan bahwa yang dimaksud dengan ummi adalah tidak bisa menulis. (Tafsir Ath-Thabari, 6: 105)
Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya menyebutkan bahwa sifat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam telah disebutkan dalam kitab nabi-nabi sebelumnya yaitu disebutkan bahwa beliau adalah seorang yang ummi. Para nabi sebelumnya memerintahkan untuk mengikuti Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sifat tersebut masih terus ada dalam kitab mereka. Ulama dan rahib mereka bahkan sangat mengetahui hal itu. (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 4: 95)
Namun keummian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan berarti tidak memiliki ilmu, bahkan beliau adalah orang yang sangat alim dan berilmu.
Ibnu Taimiyah rahimahullah mengingatkan bahwa keummian Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bukanlah berarti beliau tidak berilmu atau tidak bisa menghafal, bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah imamnya para Nabi dalam hal itu. Disebut ummi hanyalah karena beliau tidak bisa menulis dan tidak bisa membaca sesuatu yang tertulis. (Majmu’ah Al-Fatawa, 25: 172)
Imam Syaukani rahimahullah menyebutkan, “Seandainya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang mampu membaca dan menulis, tentu orang-orang akan berkata bahwa ajaran beliau hanyalah dari hasil membaca kitab-kitab Allah yang ada sebelumnya. Ketika disebut bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang yang ummi, yaitu tidak bisa membaca dan menulis, tentu tidak ada yang ragu lagi pada (ajaran) beliau (yaitu yang beliau bawa adalah wahyu ilahi, -pen). Sehingga yang mengingkari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam paling hanya karena kesombongan atau termakan syubhat.” (Fath Al-Qadir, 4: 273).
b. Allah menjadikan Baitullah Ka’bah sebagai tempat berkumpulnya manusia, tempat yang aman dan rumah yang pertama kali dibangun bagi manusia untuk beribadah dan menegakkan syiar-syiar agama. Allah juga telah menjadikan dakwah para nabi di lembah tersebut. Sehingga Rasul kita Muhammad diutus di jazirah Arab.
c. Jazirah Arab terletak secara geografis terletak di tengah-tengah peta dunia sehingga sangat strategis jika dijadikan pusat dakwah.
d. Bahasa Arab dijadikan bahasa dakwah Islam dan media langsung untuk menyampaikan kalamullah. Bahasa Arab sendiri adalah bahasa yang memiliki kesitimewaan dibanding bahasa lainnya. (Lihat empat alasan ini dalam Fiqh As-Sirah An-Nabawiyah, hlm. 30-33)
e. Jazirah Arab adalah wilayah yang panas, tidak ada kekuatan yang mampu menaklukkannya dari kalangan yang tidak menyukai agama Islam, baik dari kekuatan adidaya Persia maupun Romawi, dan lainnya.
f. Jazirah Arab tidak memiliki agama persatuan yang dianut oleh mayoritas penduduk jazirah Arab. Agama kemusyrikan memang menyebar, tetapi bentuk dan cara ibadah mereka berbeda-beda. Ada yang menyembah malaikat, ada yang menyembah bintang, dan ada yang menyembah patuh yang beraneka ragam. Ada juga yang masih menganut ajaran Ahli Kitab, ada yang masih memegang sisa-sisa ajaran Nabi Ibrahim ‘alaihis salam.
g. Ada fanatisme kesukuan yang punya pengaruh penting. Bani Hasyim menjadi kekuatan sebagai pengawal dan pelindung dakwah Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Begitu pula paman beliau, Abu Thalib juga menjadi pembela yang satria dan juga ada dukungan dari keluarga lainnya.
h. Kota Mekkah memiliki keutamaan dengan banyak pengunjung yang datang, berziarah ke Ka’bah, sampai para saudagar pun sering mengunjungi Mekkah. Semua itu akan lebih mempermudah sampainya berita ke belahan jazirah Arab lainnya melalui mereka yang datang dan pergi ke negeri-negeri mereka.
i. Orang yang tinggal di jazirah Arab, khususnya Madinah, mereka jauh dari pengaruh kehidupan kota. Mereka ibaratnya adalah suku pedalaman yang masih asri karena belum terkontaminasi oleh pengaruh kehidupan kota, pemikiran, dan hal-hal lainnya.
j. Penduduk Jazirah Arab adalah manusia pertengahan berdasarkan segi perawakan tubuh, warna kulit, akhlak, dan agaa kepercayaan, hingga mayoritas nabi-nabi yang diutus berasal dari belahan dunia Arab. Hal ini akan membuat umat lebih mudah menerima risalah. (Alasan kelima hingga kesepuluh diringkas dari Fikih Sirah Nabawiyah, hlm. 21-25)
Referensi:
Fikih Sirah Nabawiyah. Cetakan kelima, 2016. Prof. Dr. Zaid bin Abdul Karim Zaid. Penerbit Darus Sunnah.
Sirah Nabawiyah. Cetakan keenam, tahun 1999. Syaikh Dr. Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthy. Penerbit Robbani Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.