Kata Sunnah menurut lughoh dapat diartikan dan dipakai menurut beberapa arti, diantaranya:
a. Undang-undang atas peraturan yang tetap berlaku (Qs. 17:77 33:62)
b. Cara yang diadakan, seperti sabda Nabi "Barang siapa yang mengada-adakan suatu cara yang baik ... dan barang siapa yang mengada-adakan suatu cara yang jelek"
c. Jalan yang telah dijalani, seperti sabda Nabi "Nikah itu daripada sunnahku"
d. Keterangan.
Sunnah yang bermakna metode atau jalan dapat disimpulkan dari hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang berbunyi,
مَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَىْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ
“Barang siapa yang mencontohkan jalan yang baik di dalam Islam, maka ia akan mendapat pahala dan pahala orang yang mengamalkannya setelahnya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Dan barang siapa yang mencontohkan jalan yang jelek, maka ia akan mendapat dosa dan dosa orang yang mengerjakannya sesudahnya tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun.” (HR. Muslim: 2398)Hadits di atas bermuara dari datangnya suku Mudhar ke kota Madinah dalam keadaan miskin. Kondisi mereka membuat hati Rasulullah terenyuh. Selepas itu, Rasulullah pun berkhutbah. Mendengar khutbah tersebut, seorang sahabat serta merta menyedekahkan hartanya, pakaiannya, gandum, dan kurma. Lantas akhirnya sahabat yang lain berbondong-bondong turut menyedekahkan apa yang mereka punya, mengikuti sahabat yang bersedekah kali pertama. Maka Rasulullah pun menyebutkan hadis di atas.
Dari penjelasan ini dapat kita tarik benang merah bahwa menurut bahasa sunnah berarti metode atau jalan, yang mencakup makna konotasi positif maupun negatif. Makna lain dari sunnah secara bahasa adalah kebiasaan, syariat, contoh terdahulu, dan adat.
Kata Hadits sendiri menurut lughoh mempunyai beberapa arti, seperti perkataan (omongan) sebagaimana firman Allah SWT dalam Qs. 4:87 dan 39:23, juga berarti wartaberita (khabar) sebagaimana difirmankan dalam Qs. 20:9 85:17 88:1. Warta berita yang dimaksud adalah sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain.
Hadits adalah pengertian sunnah secara lebih khusus. Dalam pengertian yang lebih khusus, sunnah adalah "hadits" itu sendiri. Ini berdasar sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
((يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ تَرَكْتُ فِيْكُمْ مَا إِنِ اعْتَصَمْتُمْ بِهِ فَلَنْ تَضِلُّوْا أَبَدًا: كِتَابَ اللهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ))
“Wahai sekalian manusia, sungguh telah aku tinggalkan bagi kalian sesuatu yang jika kalian berpegang teguh dengannya maka kalian kalian tidak akan tersesat selamanya: (yaitu) Kitabullah dan sunnah Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR AL Hakim)
Juga sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,
((إِنِّيْ قَدْ تَرَكْتُ فِيْكُمْ شَيْئَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا بَعْدَهُمَا: كِتَابَ اللهِ وَسُنَّتِيْ))
“Sesungguhnya telah aku tinggalkan dua hal bagi kalian sehingga kalian tidak akan tersesat selamanya setelah berpegang teguh dengan kedua hal tersebut: (yaitu) Kitabullah dan sunnahku.” (HR AL Hakim)
Secara terminologis, pengertian sunnah/hadits sepanjang istilah ahli hadits dan ahli ushul fiqh adalah "Sabda-sabda Nabi, pekerjaan-pekerjaan atau perbuatan Nabi dan iqrar (laqrir) Nabi, yaitu perbuatan seorang sahabat Nabi yang beliau ketahui, tetapi beliau tidak menegur atau menyalahkannya Yang semuanya itu bersangkut paut dengan beberapa hikmah dan hukum-hukum yang berpokok dalam Al Our'an".
Imam Asy-Syathibi dalam Al-Muwafaqal menyatakan bahwa kata "Sunnah" itu dipakai untuk nama bagi segala apa yang tidak diterangkan didalam Al Qur'an, baik menjadi keterangan bagi isi Al Our'an ataupun tidak. Sunnah juga dipakai sebagai lawan "Bid'ah". Bid'ah menurut lughoh pada asalnya berarti "sesuatu yang baru yang tidak didahului oleh contoh" atau "sesuatu perkara yang terjadi dengan tidak ada pada contoh" atau juga "sesuatu yang diadakan dengan bentuk yang belum pernah ada contohnya". (Qs. 2:117 46:9)
Menurut syari'at, Bid'ah sepanjang keterangan para ahli ulama lughoh, ahli ushul fiqih dan ahli hadits adalah barang sesuatu yang baru dalam urusan diin Islam, baik yang berupa 'aqidah (kepercayaan), 'ibadah ataupun yang bercorak serupa 'ibadah yang belum pernah ada atau belum pernah terjadi dimasa Nabi SAW dan dimasa para shahabatnya. Atau dengan kata lain adalah keadaan atau barang sesuatu yang terjadi dalam diin yang belum pernah ada dizaman Nabi SAW dan tidak pula dimasa sesudah beliau, yang tidak ada padanya asal dari syara', tidak ada padanya dalil (keterangan) dari pada Allah atau daripada Rasul-Nya.
Selanjutnya Imam Asy-Syathibi juga menyatakan bahwa kata "sunnah" juga dipakai menjadi nama bagi pekerjaan atau perbuatan para sahabat Nabi baik pekerjaan itu terdapat dalam Al Qur'an dan Assunnah maupun tidak. Sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah Hadits Nabi SAW : "Hendaklah kamu berpegang teguh akan sunnahku dan sunnah para Khulafaurrasyidin, yang sama mengikuti petunjuk."Pada hakikatnya apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW adalah atas bimbingan langsung Allah SWT. (Qs. 4:69)
Berdasar bentuknya, sunnah dibagi menjadi tiga yaitu
1. Sunnah Qauliyah yaitu sunnah yang diucapkan oleh Rasulullah SAW, seperti hadits berikut,
asulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
2. Sunnah FI'liyah yaitu sunnah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan kemudian diberitakan oleh para sahabat. Ini banyak sekali baik dalam perbuatan Nabi dalam ibadah, muamalah maupun akhlaq beliau SAW.
3. Sunnah Taqririyah yaitu sunnah berupa pembenaran (taqrir) Nabi SAW terhadap perbuatan sahabat yang kemudian menjadi berlaku sunnah bagi seluruh kaum muslimin. Seperti ketika seseorang sahabat misalnya menceritakan atau mengerjakan suatu perbuatan di depan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, atau pada masa beliau saat wahyu masih turun, lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam atau wahyu menetapkannya, tanpa diingkari maupun diubah.
Namun ada pula pengertian sunnah dalam konteks Aqidah, bahwa yang dimaksud sunnah adalah segala hal yang dijelaskan dalam Al Quran, Hadits dan segala keterapan Syariah yang menjadi pegangan ibadah dan perilaku kaum muslimin. Ini berdasar hadits berikut. sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
“Maka dari itu, wajib atas kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah khulafa rasyidin. Gigitlah ia dengan gigi-gigi geraham kalian! Dan berhati-hatilah terhadap perkara baru yang diada-adakan dalam agama. Karena setiap perkara yang baru dalam agama itu adalah bidah dan setiap bidah itu sesat.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
Berdasar bentuknya, sunnah dibagi menjadi tiga yaitu
1. Sunnah Qauliyah yaitu sunnah yang diucapkan oleh Rasulullah SAW, seperti hadits berikut,
asulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
“Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya dan setiap orang akan memperoleh sesuai dengan apa yang ia niatkan.” (HR. Bukhari no. 1 dan Muslim)2. Sunnah FI'liyah yaitu sunnah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan kemudian diberitakan oleh para sahabat. Ini banyak sekali baik dalam perbuatan Nabi dalam ibadah, muamalah maupun akhlaq beliau SAW.
3. Sunnah Taqririyah yaitu sunnah berupa pembenaran (taqrir) Nabi SAW terhadap perbuatan sahabat yang kemudian menjadi berlaku sunnah bagi seluruh kaum muslimin. Seperti ketika seseorang sahabat misalnya menceritakan atau mengerjakan suatu perbuatan di depan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, atau pada masa beliau saat wahyu masih turun, lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam atau wahyu menetapkannya, tanpa diingkari maupun diubah.
Namun ada pula pengertian sunnah dalam konteks Aqidah, bahwa yang dimaksud sunnah adalah segala hal yang dijelaskan dalam Al Quran, Hadits dan segala keterapan Syariah yang menjadi pegangan ibadah dan perilaku kaum muslimin. Ini berdasar hadits berikut. sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَة
“Maka dari itu, wajib atas kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah khulafa rasyidin. Gigitlah ia dengan gigi-gigi geraham kalian! Dan berhati-hatilah terhadap perkara baru yang diada-adakan dalam agama. Karena setiap perkara yang baru dalam agama itu adalah bidah dan setiap bidah itu sesat.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)Juga sabda Nabi SAW berikut,
((مَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِيْ فَلَيْسَ مِنِّيْ))
“Barangsiapa yang menolak sunnahku maka dia bukanlah bagian dariku.” (H.R. Bukhari [5063] dan Muslim [1401])
Sunnah juga berarti Jalan Hidup, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits ‘Irbadh bin Sariyah,
((فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيْرًا، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّيْنَ الرَّاشِدِيْنَ، تَمَسَّكُوْا بِهَا وَعَضُّوْا عَلَيْهَا بِانَّوَاجِذِ، وَ إِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ؛ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٌ ضَلاَلَةٌ))
“Sesungguhnya barangsiapa di antara kalian yang tetap hidup (setelah kematianku –pen), niscaya akan menyaksikan banyak perselisihan. Maka, berpegang teguhlah kalian dengan sunnahku dan sunnah khulafa’ur rasyidin yang memperoleh petunjuk dan berilmu. Gigitlah sunnah tersebut dengan gigi geraham kalian, serta berhati-hatilah terhadap perkara-perkara baru yang dibuat-buat. Sungguh, setiap perkara baru yang dibuat-buat adalah bid’ah, dan setiap bid’ah itu sesat!” (HR Abu Daud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah [43—44]; At-Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan shahih”)
Pengertian lain dari sunnah adalah segala perkara yang bernilai “mandub” dan “mustahab”, yaitu segala sesuatu yang diperintahkan dalam bentuk anjuran, bukan dalam bentuk kewajiban. Definisi ini digunakan oleh para ahli fikih. Di antara contohnya adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
((لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِيْ لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ))
“Seandainya bukan karena takut memberatkan umatku, niscaya akan kuperintahkan mereka untuk melakukan siwak setiap hendak melaksanakan shalat.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari [887] dan Muslim [252])
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.