"Hai orang-orang beriman! Mengapa kalian mengatakan apa yang tidak kalian kerjakan? Dalam pandangan Allah, sangat kejilah perbuatan kalian mengatakan sesuatu tanpa kalia kerjakan." (QS ash Saff : 2-3).
Ternyata berbuat omong kosong, hanya merangkai kata-kata, yang tak berwujud dalam perbuatan, mengandung ancaman besar. Allah SWT mengecam keras perbuatan itu. Sebab, bagaimanapun, mengatakan apa-apa tanpa berbuat apa-apa terhadap yang dikatakan itu, berdampak luar biasa. Baik secara kejiwaan, maupun kemasyarakatan.
Hati nurani orang yang hanya bicara tanpa berbuat akan mengakui hal itu sebagai kedustaan. Sebuah dosa besar yang akan merusakan tatanan sosial menyeluruh. Bagaimana mungkin orang yang hati nuraninya terus diusik dosa kedustaan, akan dapat hidup tenang dan harmonis di tengah lingkungannya yang menganggap dusta sebagai perbuatan tak bermoral?
Dalam menafsirkan ayat di atas, Abdullah Yusuf "The Holly Quran", mengungkap "asbabun nuzul" (penyebab turunnya), berkenaan dengan Perang Uhud, tahun 3 Hijriyah:
"Pada Perang Uhud, ada beberapa orang tidak menaati perintah, dan dengan begitu mereka merusak disiplin. Mereka banyak bicara, tetapi keputusan kata-katanya tidak didukung oleh perbuatan yang nyata dan tegas. Perilaku demikian, sangat keji menurut pandangan Allah. Hanya karena karunia pertolongan Allah, mereka diselamatkan dari petaka itu."
Imam Bukhari dan Imam Muslim, meriwayatkan sebuah hadis tentang nasib orang yang hanya pandai berkata-kata, tanpa tindakan nyata. "Pada hari kiamat kelak, ada seseorang dipanggil. Ia kemudian di lemparkan ke dalam neraka sehingga ususnya terburai, dan berputar-putar bagai keledai menarik penggilingan. Penduduk neraka mengerumuninya, dan bertanya "Mengapa kamu ini? Bukankah kamu dulu suka memerintahkan kebaikan dan meninggalkan kemungkaran?"
Orang tersebut menjawab: "Benar! Aku suka mengajak kalian berbuat kebaikan, tapi aku sendiri justru tidak melakukannya. Aku juga suka mencegah kalian dari kemunkaran, tapi aku sendiri malah melakukannya."
Sebuah hadis senada, diriwayatkan Imam Ahmad dalam Musnad. Rasulullah SAW bersabda: "Ketika perjalanan malam Isra Miraj, aku melewati sekelompok orang yang sedang mengguntingi bibir-bibir mereka dengan gunting yang terbuat dari api neraka. Kepada Malaikat Jibril, aku bertanya: "Siapa mereka?"
Jawab Jibril: "Mereka adalah umatmu, yang menjadi juru dakwah di dunia. Mereka selalu memerintahkan kebaikan kepada setiap orang, tapi melupakan diri mereka sendiri."
Mengingat begitu besar bahaya yang ditimbulkan akibat berkata tanpa berbuat, sebaiknya kita hati-hati dalam berkata-kata. Sekiranya apa yang kita katakan tak dapat dibuktikan dalam perbuatan, sebaiknya tidak berkata-kata saja. Sebagaimana sabda Nabi SAW "falyaqul khairan awu li yashmut". Berkata baik, atau diam. Perkataan baik itu, adalah perkataan yang bemanfaat, yang dapat dipertanggungjawabkan pelaksanaannya. Jika hanya obral kata, yang cuma bualan saja, lebih baik tutup mulut. "Ashamtu hikmah". Diam itu hikmah, kata sebuah hadis.
Bahkan, berbuat sesuatu tanpa banyak koar-koar, lebih bagus lagi. Pepatah Arab menyebutkan, "af'alul hal, khairun min afshahul qawl". Berbuat sesuatu lebih baik daripada sefasih apa pun perkataan.
Apalagi, mengingat segala ucapan dan tindakan yang kita lakukan selama hidup di dunia, dicatat cermat oleh Allah SWT (QS al Kahfi : 49), untuk dimintai pertanggungjawaban di akhirat. Arsip jejak digital milik Allah SWT, amat lengkap, dan sempurna. Bahkan, yang baru tebersit dalam hati dan pikiran, sudah terekam. Sehingga, tak ada celah untuk membantahnya.
sumber : Harian Republika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.