Awal Masuknya Islam ke Nusantara


1. Teori-Teori Masuknya Islam di Indonesia

Ahmad Mansur Suryanegara menyebutkan tiga teori tentang proses masuk dan berkembangnya agama Islam di Indonesia. Ketiga teori tersebut adalah teori Gujarat, teori Makkah dan teori Persia.  Ketiga teori tersebut di atas memberikan gambaran tentang permasalah waktu masuknya Islam ke Indonesia, asal negara dan tentang pelaku penyebar atau pembawa agama Islam ke Nusantara. 

a. Teori Gujarat

Teori berpendapat bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad 13 masehi ( atau 7 Hijriyah) dan pembawanya berasal dari Gujarat (Cambay), India. Dasar dari teori ini adalah:

1) kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa Arab dalam penyebaran Islam di Indonesia.

2) hubungan dagang Indonesia dengan India telah lama melalui jalur Indonesia – Cambay – Timur Tengah – Eropa.

3) adanya batu nisan Sultan Samudra Pasai yaitu Malik Al Saleh tahun 1297 yang bercorak khas Gujarat.

4) kesamaan mahzab Syafi’i yang di anut masyarakat muslim di Gujarat dan Indonesia.

Pendukung teori Gujarat adalah Snouck Hurgronye, WF Stutterheim dan Bernard H.M. Vlekke. Para ahli yang mendukung teori Gujarat, lebih memusatkan perhatiannya pada saat timbulnya kekuasaan politik Islam yaitu adanya kerajaan Samudra Pasai. Hal ini juga bersumber dari keterangan Marcopolo dari Venesia (Italia) yang pernah singgah di Perlak ( Perureula) tahun 1292. Ia menceritakan bahwa di Perlak sudah banyak penduduk yang memeluk Islam dan banyak pedagang Islam dari India yang menyebarkan ajaran Islam.

Teori Gujarat kemudian juga dikembangkan oleh J.P. Moquetta (1912) yang memberikan argumentasi dengan batu nisan Sultan Malik Al-Saleh yang wafat pada tanggal 17 Dzulhijjah 831 H/1297 M di Pasai, Aceh. Menurutnya, batu nisan di Pasai dan makam Maulanan Malik Ibrahim yang wafat tahun 1419 di Gresik, Jawa Timur, memiliki bentuk yang sama dengan nisan yang terdapat di Kambay, Gujarat. Moquetta akhirnya berkesimpulan bahwa batu nisan tersebut diimpor dari Gujarat, atau setidaknya dibuat oleh orang Gujarat atau orang Indonesia yang telah belajar kaligrafi khas Gujarat.

b. Teori Makkah

Teori ini merupakan teori baru yang muncul sebagai sanggahan terhadap teori lama yaitu teori Gujarat. Teori Makkah berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 7 dan pembawanya berasal dari Arab (Mesir). Dasar teori ini adalah:

1) pada abad ke 7 yaitu tahun 674 di pantai barat Sumatera sudah terdapat perkampungan Islam (Arab); dengan pertimbangan bahwa pedagang Arab sudah mendirikan perkampungan di Kanton sejak abad ke-4. Hal ini juga sesuai dengan berita Cina.

2) Kerajaan Samudra Pasai menganut aliran mazhab Syafi’i, dimana pengaruh mazhab Syafi’i terbesar pada waktu itu adalah Mesir dan Mekkah. Sedangkan Gujarat/India adalah penganut mazhab Hanafi.

3) Raja-raja Samudra Pasai menggunakan gelar Al malik, yaitu gelar tersebut berasal dari Mesir.

Pendukung teori Makkah ini adalah Hamka, Crawfurd, Keyzer, Nieman, de Hollander, Syeh Muhammad Naquib Al-Attas,  Van Leur dan T.W. Arnold. Tokoh yang memperkenalkan teori ini adalah Haji Abdul Karim Amrullah atau HAMKA, salah seorang ulama sekaligus sastrawan Indonesia. Hamka mengemukakan pendapatnya ini pada tahun 1958, saat orasi yang disampaikan pada dies natalis Perguruan Tinggi Islam Negeri (PTIN) di Yogyakarta. 

Hamka menolak seluruh anggapan para sarjana Barat yang mengemukakan bahwa Islam datang ke Indonesia tidak langsung dari Arab. Hamka menyebutkan bahwa teori yang mengatakan Islam datang dari India adalah sebagai sebuah bentuk propaganda, bahwa Islam yang datang ke Asia Tenggara itu tidak murni.

Para ahli yang mendukung teori Mekkah ini menyatakan bahwa abad 13 sudah berdiri kekuasaan politik Islam, jadi masuknya ke Indonesia terjadi jauh sebelumnya yaitu abad ke 7 dan yang berperan besar terhadap proses penyebarannya adalah bangsa Arab sendiri.

c. Teori Persia

Teori ini berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad 13 dan pembawanya berasal dari Persia (Iran). Dasar teori ini adalah kesamaan budaya Persia dengan budaya masyarakat Islam Indonesia seperti:

1) peringatan 10 Muharram atau Asyura atas meninggalnya Hasan dan Husein cucu Nabi Muhammad, yang sangat di junjung oleh orang Syiah/Islam Iran. Di Sumatra Barat peringatan tersebut disebut dengan upacara Tabuik/Tabut. Sedangkan di pulau Jawa ditandai dengan pembuatan bubur Syuro.

2) kesamaan ajaran Sufi yang dianut Syaikh Siti Jennar dengan sufi dari Iran yaitu Al – Hallaj.

3) penggunaan istilah bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf Arab untuk tanda-tanda bunyi Harakat.

4) ditemukannya makam Maulana Malik Ibrahim tahun 1419 di Gresik.

5) Adanya perkampungan Leren/Leran di Giri daerah Gresik. 

Pendukung teori ini yaitu Umar Amir Husen dan P.A. Hussein Jayadiningrat. Pencetus dari teori ini adalah Hoesein Djajadiningrat, sejarawan asal Banten. Dalam memberikan argumentasinya, Hoesein lebih menitikberatkan analisisnya pada kesamaan budaya dan tradisi yang berkembang antara masyarakat Parsi dan Indonesia. 

Tradisi tersebut antara lain: tradisi merayakan 10 Muharram atau Asyuro sebagai hari suci kaum Syiah atas kematian Husein bin Ali, cucu Nabi Muhammad, seperti yang berkembang dalam tradisi tabut di Pariaman di Sumatera Barat. Istilah “tabut” (keranda) diambil dari bahasa Arab yang ditranslasi melalui bahasa Parsi.

d. Teori Cina 

Selain ketiga teori diatas, juga terdapat Teori Cina yang mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia (khususnya di Jawa) berasal dari para perantau Cina. Sumanto Al Qurtuby dalam bukunya Arus Cina-Islam-Jawa menyatakan, menurut kronik masa Dinasti Tang (618-960) di daerah Kanton, Zhang-zhao, Quanzhou, dam pesisir Cina bagian selatan, telah terdapat sejumlah pemukiman Islam. Teori Cina ini bila dilihat dari beberapa sumber luar negeri (kronik) maupun lokal (babad dan hikayat), dapat diterima.

Bukti-bukti lainnya adalah masjid-masjid tua yang bernilai arsitektur Tiongkok yang didirikan oleh komunitas Cina di berbagai tempat, terutama di Pulau Jawa. Pelabuhan penting sepanjang pada abad ke-15 seperti Gresik, misalnya, menurut catatan-catatan Cina, diduduki pertama-tama oleh para pelaut dan pedagang Cina.

Pada dasarnya, keempat teori tersebut, masing-masing memiliki kebenaran dan kelemahannya. Untuk memberikan kesimpulan dari terori-teori tersebut, ada baiknya kita simak hasil seminar nasional yang pernah membahas teori-teori tersebut. 

Dalam Seminar Nasional mengenai Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia, yang berlangsung di Medan tahun 1963, memberikan kesimpulan sebagai berikut:

a. pertama kali Islam masuk ke Indonesia pada abad 1 H/7 M, langsung dari negeri Arab.

b. daerah pertama yang dimasuki Islam adalah pesisir sumatera Utara. Setelah itu masyarakat Islam membentuk kerajaan Islam Pertama yaitu Aceh.

c. para dai yang pertama, mayoritas adalah para pedagang. Pada saaat itu dakwah disebarkan secara damai.

Berdasar hasil seminar tersebut, dan telaah atas teori-teori masuknya Islam di Indonesia, maka dapatlah disimpulkan bahwa Islam masuk ke Indonesia dengan jalan damai pada abad ke 7 dan mengalami perkembangan secara politik pada abad 13. Sebagai pemegang peranan dalam penyebaran Islam adalah bangsa Arab, bangsa Persia dan Gujarat (India).


2. Metode-Metode Masuknya Islam Di Indonesia

Menurut Uka Tjandrasasmita, masuknya Islam di Indonesia dilakukan enam jalur yaitu: 

a. Melalui jalur perdagangan

Jalur ini dimungkinkan karena orang-orang melayu telah lama menjalin kontak dagang dengan orang Arab. Apalagi setelah berdirinya kerajaan Islam seperti kerajaan Islam Malaka dan kerajaan Samudra Pasai di Aceh, maka makin ramailah para ulama dan pedagang Arab datang ke Nusantara (Indonesia). Disamping mencari keuntungan duniawi juga mereka mencari keuntungan rohani yaitu dengan menyiarkan Islam. Artinya mereka berdagang sambil menyiarkan agama Islam.

b. Melalui jalur perkawinan

Para pedagang muslim itu ada yang menetap di Indonesia dan menikah dengan penduduk setempat. Sudah barang tentu mereka menjadi keluarga muslim dan penyebar agama Islam yang gigih.

c. Melalui jalur tasawuf

Dengan tasawuf, bentuk Islam yang diajarkan kepada penduduk pribumi mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya menganut agama Hindu, sehingga agama baru itu mudah dimengerti dan mudah diterima. Kehidupan mistik  bagi masyarakat Indonesia sudah menjadi bagian dari kepercayaan mereka. Oleh karena itu, penyebaran Islam melalui jalur tasauf atau mistik ini mudah diterima karena sesuai dengan alam pikiran masyarakat Indonesia. Misalnya, menggunakan ilmu-ilmu riyadhat dan kesaktian dalam proses penyebaran Islam kepada penduduk setempat.

d. Melalui jalur pendidikan

Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan yang paling strategis dalam pengembangan Islam di Indonesia. Para da’i dan muballig yang menyebarkan Islam diseluruh pelosok Nusantara adalah keluaran pesantren tersebut. Datuk Ribandang yang mengislamkan kerajaan Gowa-Tallo dan Kalimantan Timur adalah keluaran pesantren Sunan Giri. 

Santri-santri Sunan Giri menyebar ke pulau-pulau seperti Bawean, Kangean, Madura, Haruku, Ternate, hingga ke Nusa Tenggara. Dan sampai sekarang pesantren terbukti sangat strategis dalam memerankan kendali penyebaran Islam di seluruh Indonesia.

e. Melalui jalur kesenian

Penyebaran Islam melalui kesenian berupa wayang, satra, dan berbagai kesenian lainnya. Pendekatan jalur kesenian dilakukan oleh para penyebar Islam seperti Walisongo untuk menarik perhatian di kalangan mereka, sehingga dengan tanpa terasa mereka telah tertarik kepada ajaran-ajaran Islam sekalipun pada awalnya mereka tertarik karena media kesenian itu. 

Misalnya, Sunan Kalijaga adalah tokoh seniman wayang. Ia tidak pernah meminta bayaran pertunjukkan seni, tetapi ia meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian cerita wayang masih dipetik dari cerita Mahabrata dan Ramayana, tetapi di dalam cerita itu disisipkan ajaran dan nama-nama pahlawan Islam. Kesenian-kesenian lain juga dijadikan media islamisasi, seperti sastra (hikayat, babad, dan sebagainya), seni arsitektur, dan seni ukir.

f. Melalui jalur Politik

Artinya penyebaran Islam di Nusantara, tidak terlepas dari dukungan yang kuat dari para Sultan. Di pulau Jawa, misalnya kesultanan Demak, merupakan pusat dakwah dan menjadi pelindung perkembangan Islam. Begitu juga raja-raja lainnya di seluruh Nusantara. Raja Gowa-Tallo di Sulawesi selatan melakukan hal yang sama sebagaimana yang dilakukan oleh Demak di Jawa. Dan para Sultan di seluruh Nusantara melakukan komunikasi, bahu membahu dan tolong menolong dalam melindungi dakwah Islam di Nusantara. Keadaan ini menjadi cikal bakal tumbuhnya negara nasional Indonesia dimasa mendatang.


3. Faktor Penyebab Cepatnya Dakwah Islam di Indonesia

Proses penyebaran Islam di Indonesia atau proses Islamisasi tidak terlepas dari peranan para pedagang, mubaliqh/ulama, raja, bangsawan atau para adipati. Di pulau Jawa, peranan mubaliqh dan ulama tergabung dalam kelompok para wali yang dikenal dengan sebutan Walisongo atau wali sembilan yang terdiri dari:

a. Maulana Malik Ibrahim dikenal dengan nama Syeikh Maghribi menyebarkan Islam di Jawa Timur.

b. Sunan Ampel dengan nama asli Raden Rahmat menyebarkan Islam di daerah Ampel Surabaya.

c. Sunan Bonang adalah putra Sunan Ampel memiliki nama asli Maulana Makdum Ibrahim, menyebarkan Islam di Bonang (Tuban).

d. Sunan Drajat juga putra dari Sunan Ampel nama aslinya adalah Syarifuddin, menyebarkan Islam di daerah Gresik/Sedayu.

e. Sunan Giri nama aslinya Raden Paku menyebarkan Islam di daerah Bukit Giri (Gresik)

f. Sunan Kudus nama aslinya Syeikh Ja’far Shodik menyebarkan ajaran Islam di daerah Kudus.

g. Sunan Kalijaga nama aslinya Raden Mas Syahid atau R. Setya menyebarkan ajaran Islam di daerah Demak.

h. Sunan Muria adalah putra Sunan Kalijaga nama aslinya Raden Umar Syaid menyebarkan islamnya di daerah Gunung Muria.

i. Sunan Gunung Jati nama aslinya Syarif Hidayatullah, menyebarkan Islam di Jawa Barat (Cirebon)


Kerajaan Islam di Indonesia diperkirakan kejayaannya berlangsung antara abad ke-13 sampai dengan abad ke-16. Timbulnya kerajaan-kerajaan tersebut didorong oleh maraknya lalu lintas perdagangan laut dengan pedagang-pedagang Islam dari Arab, India, Persia, Tiongkok, dll. Kerajaan tersebut dapat dibagi menjadi berdasarkan wilayah pusat pemerintahannya, yaitu di Sumatera, Jawa, Maluku, dan Sulawesi.


Pertumbuhan dan perkembangan Islam yang cepat dan massif di Nusantara tidak terlepas dari berbagai faktor sebagai berikut:

a. Karakteristik Islam sebagai agama yang mudah. Ajaran sederhana, mudah dimengeri dan diterima. Syarat memeluk Islam mudah, yaitu dengan mengucapkan Kalimat Syahadat. Didalam agama Islam tidak mengenal sistem kasta sebagaimana halnya Budha atau Hindu. Upacara keagamaan cukup sederhana, tidak memerlukan banyak biaya.

b. Gigihnya para da'i atau mubaligh dalam menyebarluaskan Islam

c. Metode penyampaiannya mengena dihati masyarakat, sebab disesuikan dengan latar belakang kebudayaan yang dimiliki, misalnya Wayang kulit, seni bangunan, dan seni karawitan/seni gamelan.

d. Adanya perkawinan antara pedagang Arab, Persia, dan Gujarat dengan penduduk Indonesia.

e. Adanya sistem pendidikan pondok pesantren.

f. Surutnya kerajaan Sriwijaya dan Majapahit memungkinkan tersebarnya agama Islam lebih luas di bekas wilayah kekuasaan Sriwijaya dan Majapahit.


Referensi:

Ahmad Mansur Suryanegara, Menemukan Sejarah ; Wacana Pergerakan Islam di Indonesia, Bandung: Mizan, 1998

Uka Tjandrasasmita, (Ed.), Sejarah Nasional Indonesia III, Jakarta: PN Balai Pustaka, 1984

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.